Menurut Boedi, sosialisasi materi pilkada dapat disisipkan dalam tausiyah di kegiatan pengajian dan khutbah Jumat.
"Mubaliq punya pengaruh dan dekat dengan umat. Banyak waktu mubaliq bersama umat. Momen-momen seperti itu, tentu potensial mensosialisasikan tentang pilkada. Sosialisasinya juga bersifat luas," ujarnya, Jumat (11/5) malam.
Ia mengatakan, KPU melakukan MoU dengan Kantor Kamenag Kota Pariaman untuk mensosialisasikan tahapan dan teknis penyelenggaraan Pilwako Pariaman 2018. Dalam penyampaian sosialisasi, KPU membekali informasi kepada mubaliq melalui sosialisasi dan bimtek terlebih dahulu.
"Kerjasamanya adalah mubaliq menyampaikan materi tentang teknis pilkada. Apa yang diperbolehkan, apa yang dilarang kepada masyarakat. Bisa disampaikan saat kegiatan tausiyah atau kegiataan keagamaan lain," katanya.
Kerjasama dengan mubaliq mensosialisasikan Pilkada akan berlanjut. Pada tahapan pemilu serentak 2019 yang saat ini berlangsung, mubaliq diharapkan terus melanjutkan sosialisasi.
Boedi mengingatkan, ulama dan mubaliq agar tidak memuat dukungan terhadap pasangan calon dalam materi ceramah ataupun khutbah Jumat.
"Meskipun tidak diatur dan memiliki sanksi pidana pemilu, netralitas ulama sangat penting, mengingkat ulama tokoh panutan" ulasnya.
Dalam sosialisasi kepada masyarakat, para mubaliq dan mubalighah cukup menyampaikan 5 hal saja. Mubaliq cukup menyampaikan tanggal pemungutan suara pada 27 Juni 2018, mengajak tidak golput, menyampaikan tata cara menggunakan hak suara agar suara sah, memperkenalkan paslon peserta pilkada.
"Lima hal tersebut hal pokok yang perlu diketahui oleh pemilih yang akan menggunakan hak pilih," ulasnya.
Terpisah, salah seorang mubaliq di Kecamatan Pariaman Timur, Suhardi MZ menyebut, jamak terjadi fenomema calon berceramah di masjid di Kota Pariaman. Terkadang, calon menyampaikan profil dan program paslon.
"Penyampain ceramah ataupun khotbah Jumat tidak dibatasi disampaikan oleh mubalig siapa saja, selagi berkompeten. Namun bersamaan dengan momen pilkada, tentu saja rawan adanya isu politik," sebutnya.
Ia khawatir, tingginya aktivitas masyarakat di masjid selama bulan Ramadhan rentan dimanfaatkan untuk menggalang dukungan untuk paslon. Tidak hanya itu, pelanggaran kampanye pun berpotensi terjadi.
"Ada potensi pelanggaran pilkada jika paslon melakulan kegiatan kampanye. Tentu, tidak elok jika masjid jadikan tempat kampanye, bisa terjadi pengarahan pilihan politik di sana," pungkasnya. (Nanda)