" Ado yang bacakak tadi teh, tukang parkir dan pedagang kaki limo (PKL)."
" Pasalnyo mereka merasa kalau tapi jalan tu milik
mereka, padahal itu kan sarana
umum milik publik, iyo kan teh?"
Demikian
"sms" yang dikrimkan oleh pendengar lewat No. hp
"Damai" khusus untuk menerima pesan pendengar " 0853 6523 5910" yang
biasanya tidak pernah sepi pengaduan, kritikan, atau saran saat kami
menghadirkan acara " Carito Pagiko " Senin - Sabtu mulai pukul 07.00 -
09.00 WIB.
Saya
dan teman Saya "Ajo manih" tersenyum kecut membaca sms tersebut. Hal
ini sudah kita duga, kondisi seperti ini akan terjadi selama tidak ada
aturan yang jelas menyangkut siapa yang boleh memakai
pinggiran jalan termasuk trotoar juga pagar pembatas yang dibuat di
Pasar Pariaman tersebut.
Hari
ini aturan itu tidak jelas kalau merujuk kepada aturan yang sebenarnya,
apa yang di sms kan itu ada benarnya, itu hak pejalan kaki dalam hal
ini, pengunjung "Pasa Piaman" yang didominasi oleh ibu-ibu rumah tangga
yang berbelanja keperluan sehari-hari.
Kalau mau jujur, ibu-ibu tersebut sebenarnya sangat mengeluh dengan kondisi Pasar Pariaman yang tidak jelas pengaturannya.
" Kalau ndak terlalu penting, awak balanjo di lapau sajo",
Demikian komentar ibu-ibu yang sering kita dengar, termasuk saya pribadi.
Jadi, wajar kalau "Pasa Piaman" kelihatan tidak bergairah dan pedagang
merasakan akibatnya, lalu sampai kapan hal ini akan dibiarkan?
Ada
yang mengatakan sampai Pemilukada 2013 mendatang, karena para kandidat
Balon Walikota dan Wakil Walikota Pariaman yang akan bertarung di
Pemilukada 2013 pasti akan menjadikan "Pasa Piaman" sebagai salah satu
janji kampanye nya.
Tapi
saya tidak yakin, karena pemimpin yang terdahulu menurut " Dunsanak
pedagang yang ada di Pasa Piaman" juga berjanji akan memberikan
kenyamanan pada pedagang dan pengunjung pasar. Bahkan menurut mereka
lagi, ketika itu Bapak dan Ibu yang jadi pemimpin saat ini hampir tiap
hari datang meminta dukungan.
Namun
setelah yang mereka inginkan diperoleh, kita tidak tau lagi Bapak dan
Ibu "itu" belanja dimana. Jangan-jangan mereka tidak belanja di Pasa
Piaman melainkan di mall, atau swalayan di kota lain. Hal itu
dimungkinkan karena mereka punya fasilitas lebih dari negara.
Entahlah......
(CATATAN"UTEH-DAMAI FM" 21 Desember 2012)