Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

[Fokus Berita] Mukhlis Tolak Tandatangani APBD Kota Pariaman 2018

1 Desember 2017 | 1.12.17 WIB Last Updated 2017-12-01T07:48:54Z
Walikota Pariaman Mukhlis Rahman dalam suatu kesempatan. Foto/istimewa
Pariaman ---- APBD Kota Pariaman tahun 2018 tidak disetujui oleh Walikota Pariaman Mukhlis Rahman. Mukhlis menolak menandatangani Rancanangan APBD menjadi peraturan daerah meskipun dua pimpinan dewan telah membubuhkan tandatangannya di nota kesepakatan antara eksekutif dan legislatif.
Pembahasan APBD Kota Pariaman sudah dilakukan dengan serius hingga larut malam oleh TAPD yang dipimpin Sekdako Indra Sakti dengan Banggar DPRD Kota Pariaman. Foto/istimewa


Dalam paripurna DPRD tentang pengesahan APBD Kota Pariaman tahun 2018 itu, Kamis malam (30/11/2017) di gedung DPRD Kota Pariaman, Mangguang, Pariaman Utara, Mukhlis memutuskan keluar meninggalkan ruangan sidang jelang penandatanganan nota kesepahaman APBD 2018.

Sehari sebelum paripurna APBD 2018, saat HUT KORPRI, tidak terlihat tanda tanda ketegangan antara eksekutif dan legislatif. Mukhlis berdampingan dengan Mardison seperti biasanya. Foto/istimewa


Mukhlis Rahman saat wawancara cegat oleh wartawan, mengutarakan alasan kenapa ia  menolak RAPBD 2018 menjadi APBD. Mukhlis menyebut anggota dewan tidak konsisten dengan apa yang telah mereka setujui sebelumnya saat pengesahan KUAPPAS sebagai landasan pembahasan RAPBD.

"Pembahasan APBD melanjutkan KUAPPAS yang telah disepakati. Pihak dewan menghilangkan apa yang sudah disepakati bersama yang prosesnya cukup panjang," ujar Mukhlis.

Mukhlis menyebut ada empat kesepakatan kegiatan yang sebelumnya sudah disahkan dalam KUAPPAS yang hilang saat paripurna pengesahan. Keempat kegiatan tersebut adalah pembangunan masjid terapung di Pantai Gandoriah, pembangunan gedung olahraga bertaraf internasional di kawasan Bypass Pariaman, pembangunan pujasera di Pantai Gandoriah dan promosi UMKM Kota Pariaman ke luar negeri.

Di antara empat kegiatan tersebut yang menjadi isu terbesar adalah pembangunan masjid terapung yang belum memiliki Amdal. Mukhlis tidak setuju dengan anggapan dewan pihaknya tidak menyiapkan Amdal untuk pembangunan masjid terapung.

"Kita sedang siapkan dalam tahun anggaran 2017. Kan tahun anggaran belum berakhir (hingga 31 Desember). Amdal kita siapkan, namun masih sedang berjalan," kata Mukhlis.

Di wawancarai terpisah, Ketua DPRD Kota Pariaman Mardison Mahyuddin mengatakan pihaknya di dewan secara keseluruhan bukan menolak, namun menunda empat kegiatan yang diajukan eksekutif hingga tahun anggaran berikutnya.

"Kita tidak menolak, namun menunda hingga pihak eksekutif menyiapkan dokumen legalitas atau landasan hukum kegiatan agar tidak menjadi persoalan hukum di kemudian hari. Kesepakatan tersebut keluar dari keseluruhan fraksi," kata Mardison saat dihubungi via telepon, Jumat pagi (1/12/2017).

Ia membantah terkait Amdal pembangunan masjid terapung sepenuhnya disetujui dewan dalam pembahasan KUAPPAS. Ia menjelaskan terkait Amdal, dalam KUAPPAS, pihaknya telah menggarisbawahi akan mengesahkan anggarannya jika pihak eksekutif memperlihatkan Amdal sebelum pengesahan APBD 2018.

"Janji tersebut (Amdal) tidak dipenuhi hingga batas akhir paripurna. Jika dewan menerima, sama saja menjerumuskan kita semua jika hal tersebut nantinya menjadi persoalan hukum. Ini tanda sayang kami pada walikota," sebutnya.

Kemudian terkait penolakan lainnya seperti pembangunan stadion olahraga bertaraf internasional di kawasan Bypass, ia beralasan pihak eksekutif belum merevisi RTRW kawasan tersebut dari kawasan hijau perkotaan. Pihaknya di dewan sepakat menunda hal tersebut hingga pihak eksekutif selesai merevisi RTRW kawasan pembangunan tersebut dari kawasan hijau.

Sedangkan dua kegiatan lainnya, pembangunan pujasera di Pantai Gandoriah dan promosi UMKM ke luar negeri, Mardison mengatakan dewan sepakat menolak pujasera karena sudah pernah dibangun sebelumnya dan dinilainya tidak bermanfaat dan juga masih ada bangunan milik masyarakat di kawasan pembangunan yang belum ada penyelesaian.

"Untuk promosi UMKM ke luar negeri kami rasa tidak membawa manfaat besar dan malah menimbulkan kecemburuan masyarakat karena setiap ke luar negeri, justru mereka malah selalu memajang foto-foto di media sosial. Sasarannya tidak jelas, lebih baik intensifkan membuka gerai-gerai promosi di daerah-daerah yang potensial," sebutnya.

Ia melanjutkan, konsekwensi dari tidak ada kesepakatan antara walikota dan DPRD terkait pengesahan APBD tahun 2018, biarlah masyarakat dan gubernur yang menilainya.

Sementara itu, Sekretaris Daerah Kota Pariaman Indra Sakti---dengan tidak adanya kesepahaman APBD 2018---akan melanjutkan membuat peraturan kepala daerah atau perkada/perwako untuk landasan hukum pembangunan daerah di tahun 2018 sesuai dengan Undang-Undang No 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Ia menyebut pihaknya dalam merumuskan segala kegiatan sebelum pembahasan APBD, sudah bersepakat dengan DPRD item per item kegiatan dalam KUAPPAS yang menjadi pedoman rencana kerja. Semua item yang ditunda oleh DPRD kata Indra Sakti, sepenuhnya telah disahkan dalam KUAPPAS itu.

Namun demikian, selaku sekdako---karena sudah terjadi dan tidak ingin mengomentari---ia tidak mempersoalkan hal tersebut, tapi apa yang akan dilakukan ke depan fokus untuk kelanjutan pembangunan di kota Pariaman sesuai aturan perundang-undangan. Pembangunan kota Pariaman menurutnya tidak terganggu oleh hal tersebut karena ada opsi lain dalam hal penganggaran.

"Karena hal ini baru pertama kali terjadi pasca lahirnya UU Nomor 23 tahun 2014, sesuai ketentuan pasal 313, kita akan membuat perkada atau perwako dan konsultasi dengan provinsi dan pihak terkait demi merumuskan perkada tersebut," kata Insak, karib ia disapa.

Untuk besarnya anggaran tahun 2018 dalam perkada/perwako yang akan dibuat, jelas Insak, nominalnya tidak boleh melebihi APBD tahun sebelumnya (2017) yang bernominal sekitar Rp700 miliar. Perkada/perwako akan disahkan sebelum mulainya masuk tahun anggaran 2018 per 1 Januari 2018.

Ia menjelaskan, dalam UU No 23/2014 juga memberikan sanksi administratif jika kepala daerah dan DPRD tidak menyepakati APBD satu bulan jelang tengat waktu tahun anggaran sebelumnya.

"Sanksinya adalah kepala daerah (walikota dan wakil walikota) dan seluruh anggota DPRD tidak dibayarkan hak-hak keuangannya (gaji) selama enam bulan," ungkapnya.

Lebih lanjut Insak menuturkan, sanksi tersebut hanya berlaku pada kepala daerah dan DPRD, tidak bagi ASN. Karena perihal gaji ASN ada undang-undang lain yang mengaturnya.

Ia menyebut, tidak adanya kesepakatan bersama antara kepala daerah dan DPRD nantinya akan dinilai oleh gubernur sebelum berlakunya sanksi administratif tersebut. (OLP)
×
Berita Terbaru Update