PARIAMAN - Ribuan warga memadati ruas jalan utama Kota Pariaman, Jumat malam (5/7), untuk menyaksikan prosesi Maarak Saroban, salah satu ritual penting dalam rangkaian budaya Tabuik Pariaman. Tradisi ini digelar setiap tahun pada malam ke delapan Muharram, dan menjadi bagian tak terpisahkan dari Hoyak Tabuik.
Maarak Saroban melibatkan dua kelompok anak tabuik, Tabuik Pasa dan Tabuik Subarang yang berjalan beriringan membawa saroban (serban) simbolis. Dalam tradisi masyarakat Pariaman, arak-arakan saroban bukan sekadar pawai budaya, tetapi sarat makna sejarah dan spiritual. Ritual ini mengingatkan pada perjuangan dan pengorbanan Husein bin Ali, cucu Nabi Muhammad SAW, yang gugur di Karbala sebagai lambang keberanian melawan kezaliman.
Biasanya, prosesi maarak saroban dikenal dengan “basalisiah”, yakni momen ketika dua kubu tabuik saling berpapasan, memicu adu simbolik yang sering kali menegangkan. Namun, tahun ini suasana berjalan berbeda. Tidak ada keributan antar kelompok. Ribuan penonton yang memadati area prosesi pun tampak menikmati jalannya arak-arakan dengan tertib.
Plt. Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Pariaman, Ferialdi, menjelaskan keputusan ini diambil melalui rapat evaluasi bersama tua tabuik pasa dan tua tabuik subarang.
“Untuk tahun ini, unsur basalisiah memang kami tiadakan. Keputusan bersama ini diambil untuk menghindari potensi gesekan yang tidak diinginkan, demi menjaga kondusivitas acara dan keselamatan penonton,” kata Ferialdi, usai prosesi selesai, Minggu malam.
Tradisi Tabuik sendiri merupakan warisan turun-temurun masyarakat Pariaman, yang setiap tahun menarik puluhan ribu pengunjung, termasuk wisatawan domestik dan mancanegara. Sejak awal Muharram, rangkaian ritual sudah dimulai dengan maambiak tanah, mengarak jari-jari, maambiak batang pisang, hingga puncaknya pada prosesi Tabuik Naik Pangkek dan Tabuik Dibuang ka Laut pada 10 Muharram.
Pemerintah Kota Pariaman berharap, penataan prosesi Tabuik ke depan semakin baik, dengan tetap menjaga akar budaya namun juga mengedepankan kenyamanan pengunjung.
“Tabuik adalah wajah budaya kita. Setiap ritual punya makna sejarah. Tugas kita merawatnya, sambil menyesuaikan dengan tuntutan zaman dan keselamatan masyarakat,” ujar Ferialdi.
Hingga prosesi berakhir, keramaian ribuan warga tetap terpantau tertib. Aparat keamanan, relawan, dan panitia lokal bersiaga di beberapa titik sepanjang rute arak-arakan untuk memastikan perayaan budaya ini berlangsung aman, damai, dan tetap memikat. (*)