Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Kurikulum Cinta dan Moderasi Beragama: Menanamkan Kasih Sayang dan Toleransi Sejak Dini di Madrasah

22 Mei 2025 | 22.5.25 WIB Last Updated 2025-05-22T06:18:38Z

Oleh Aslinda, M.Pd
Kepala MTsN 2 Tanah Datar | Mahasiswa Program Doktoral UMSB

Madrasah di Indonesia kini memikul tanggung jawab yang semakin kompleks: tidak hanya mencetak siswa yang unggul secara akademik, tetapi juga menumbuhkan pribadi yang lembut hati, toleran, dan cinta damai. Di tengah maraknya perundungan, kekerasan simbolik, hingga sikap intoleransi di lingkungan sekolah, muncul kebutuhan mendesak akan pendekatan baru dalam dunia pendidikan—yakni kurikulum berbasis cinta dan moderasi beragama.

Kurikulum Cinta dan Moderasi: Dua Sayap Pendidikan Karakter

Kurikulum cinta bukan sekadar membahas kasih sayang secara teoritis, melainkan pendekatan pembelajaran yang menumbuhkan empati, tanggung jawab, serta semangat hidup rukun. Sementara itu, moderasi beragama mengajarkan pentingnya sikap adil dalam beragama, menghargai perbedaan, menolak kekerasan, dan mencintai budaya lokal. Kedua pendekatan ini saling melengkapi: jika diterapkan secara konsisten di madrasah, akan lahir generasi yang tidak hanya cerdas, tetapi juga berjiwa besar dan menjunjung tinggi keberagaman.

Penerapan kurikulum ini semakin relevan dengan temuan sejumlah penelitian mutakhir yang menunjukkan bahwa integrasi nilai cinta dan moderasi dalam proses belajar mengajar mampu menciptakan suasana sekolah yang lebih positif. Siswa merasa lebih nyaman, aman, dan memiliki ruang untuk tumbuh menjadi pribadi yang utuh.

Sembilan Nilai Cinta dan Enam Pilar Kasih

Kementerian Agama Republik Indonesia telah mengembangkan Kurikulum Cinta dengan sembilan nilai utama yang dikenal sebagai 9K: keberagaman, kebersamaan, kekeluargaan, kemandirian, kesetaraan, kebermanfaatan, kejujuran, keikhlasan, dan kesinambungan. Seluruh nilai ini dirangkum dalam enam bentuk cinta: kepada Allah, Rasulullah, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan bangsa.

Implementasi nilai-nilai ini dapat dimulai dari kegiatan sederhana di madrasah—tadarus pagi, salat berjamaah, doa bersama, bakti sosial, hingga gotong royong. Kegiatan-kegiatan ini bukan sekadar rutinitas, melainkan momentum pembelajaran untuk menanamkan nilai kasih sayang dan kepedulian.

Moderasi Beragama dalam Praktik Sehari-hari

Moderasi beragama bukan sekadar teori, tetapi bisa ditanamkan melalui pembelajaran di kelas dengan memasukkan nilai-nilai toleransi, antikekerasan, dan cinta damai ke dalam materi pelajaran agama. Guru memegang peranan besar, tidak hanya sebagai pengajar, tetapi juga sebagai teladan dalam bersikap terbuka dan menghargai perbedaan.

Di luar kelas, madrasah dapat mengembangkan budaya akademik yang ramah anak, menjunjung kesetaraan latar belakang siswa, dan mendorong kepedulian terhadap lingkungan sekitar. Pelatihan guru serta kolaborasi dengan berbagai pihak menjadi faktor pendukung yang krusial dalam kesuksesan pendekatan ini.

Membangun Generasi Penuh Cinta dan Ketangguhan

Yang menarik, kurikulum cinta dan moderasi beragama tidak hanya berfungsi sebagai pencegah konflik, tetapi juga sebagai jalan transformasi. Ia membawa madrasah menjadi ruang pembibitan generasi yang lembut hati, tangguh jiwa, dan siap menghadapi tantangan zaman.

Nilai-nilai Islam seperti rahmah (kasih sayang), tasamuh (toleransi), dan ukhuwwah (persaudaraan) menjadi fondasi utama. Inilah esensi Wasathiyyah, jalan tengah dalam Islam—tidak ekstrem, tidak keras, tetapi penuh kasih dan bijak menyikapi perbedaan.

Dengan bekal kurikulum cinta dan moderasi beragama, siswa madrasah diharapkan tumbuh menjadi agen perubahan—bukan hanya di sekolah, tetapi juga di masyarakat. Mereka menjadi pribadi yang tidak mudah membenci, tetapi mudah mencintai. Tidak cepat menghakimi, tetapi cepat memahami. Tidak mengancam, tetapi menenangkan.

Dalam dunia yang terus berubah dengan cepat, pendidikan semacam ini bukan hanya penting—ia adalah harapan. (*)


×
Berita Terbaru Update