Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

LKAAM Pariaman: Gelar Datuak Tidak Harus Diwariskan ke "Darah Biru"

24 Desember 2016 | 24.12.16 WIB Last Updated 2016-12-24T05:44:37Z



Sekretaris Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Kota Pariaman, Priyaldi menyatakan, pewaris penghulu adat/datuak tidak harus diwariskan kepada pewaris "berdarah biru" karena kewenangan mengangkat penghulu kaum dikembalikan kepada kaum suku salingka nagari yang mempunyai tata cara tersendiri.

"Gelar datuak tidak harus kepada pewaris 'darah biru', karena di Kerapatan Adat Minangkabau ada beberapa kiriteria pengangkatan penghulu atau datuak oleh kaum suku. Datuak adalah penghulu, sedangkan penghulu belum tentu datuak. Penghulu adalah orang yang hulu (?). Tata cara oleh kaum suku tentu mengacu pada alua jo patuik (kepantasan)," ujar Priyaldi yang juga Ketua Panitia Pariaman Batagak Gala 2016, di rumah Tabuik Subarang, Sabtu (24/12).

Sedangkan beda "datuak" dengan "rangkayo" terang Priyaldi, hanyalah penyebutan. Rangkayo secara etimologi merupakan sebutan gelar bagi penghulu yang dahulunya dikenal sebagai orang yang memiliki banyak harta-- bisa berupa materi dan tanah ulayat.

"Datuak dan Rangkayo adalah sama. Hal ini sering menjadi bahan perdebatan padahal hanya sebatas penyebutan saja," kata dia.

Tata cara penyematan gelar datuak kepada penghulu kaum, Priyaldi menuturkan, ada beberapa kriterianya. Pertama "balewa di tanah tasirah" yang artinya jika seorang datuak tutup usia sudah mewariskan kepada orang yang ditunjuk sebelum dia mangkat.

"Nama yang ditunjuk itu secara adat sudah sah menjadi datuak atau penghulu bagi kaumnya tanpa harus dilewakan," terangnya.

Kemudian "basibak langan baju", di mana sudah ada penghulu/datuak dalam kaum, namun saat itu kaumnya berkembang. Yang biasa satu datuak memimpin beberapa keluarga, karena sudah berkembang diperbolehkan mengangkat penghulu baru.

"Hampir sama dengan tata cara pemilihan datuak dalam kriteria 'basibak langan baju', kriteria 'penghulu gadang manyimpang' juga diperbolehkan memilih penghulu kaum saat kaum suku sudah berkembang," sambungnya.

Ada pula kriteria "Bungo Dikarang". Istilah ini merujuk pada suatu kaum yang belum memiliki penghulu yang bisa disebabkan oleh diskriminasi atau hal lainnya yang menyebabkan tidak adanya penghulu di kaum tersebut.

"Kemudian kriteria 'Hiduik Bakarilaan' di mana saat itu datuak atau penghulu suatu kaum sudah tua/sakit/berhalangan atau tidak lagi mampu menjalankan tugas sebagai penghulu. Diundang tidak datang, dibutuhkan tidak ada, maka gelar datuak yang disandangnya bisa dilimpahkan kepada orang lain," pungkas Priyaldi.

Sementara itu Dr. H. Genius Umar, SSos, MSi bergelar Datuak Rangkayo Rajo Gandam, penghulu kaum suku Mandahiliang Koto Pauah Nagari Koto Aia Pampan menyatakan, peran penghulu vital bagi kehidupan masyarakat adat Minangkabau.

Selain memimpin sanak kemenakan dalam kaumnya ke arah yang lebih baik, kata Genius, datuak juga memiliki peran dalam pembangunan di daerahnya dengan menjadi mitra pemerintah dalam pembangunan. Baik pembangunan fisik yang bermanfaat maupun pembangunan kualitas sumber daya manusia.

"Bagaimana meningkatkan pendidikan sanak kemenakan, bekerja keras memperbaiki kehidupan dan mempertahankan nilai adat istiadat bernafaskan Islam," ujar Genius yang juga Wakil Walikota Pariaman ini.

Selaku wakil walikota, Genius menambahkan, seluruh prosesi iven Pariaman Batagak Gala 2016, mulai dari prosesi di kaum suku hingga tingkat kerapatan adat nagari, dikemas dalam iven pariwisata dalam rangka melestarikan budaya kepada generasi penerus.

"Semacam kegiatan 'manggatok pinang', mandabiah kabau, kita jadikan iven daya tarik wisata serta menerangkan makna sakral yang terkandung dari tiap prosesi tersebut," imbuhnya.

Seperti kegiatan mandabiah kabau, Genius menyampaikan, mulai kerbau dimandikan, dikalungkan pita kuning hingga dibawa ke tempat pesembelihan, banyak filosofi yang terkandung di dalamnya-- dalam adat Minangkabau yang dijabarkan dalam petitih Minang usai penyembelihan dilakukan.

"Namun pada intinya bisa diartikan bagaimana membagi daging kerbau secara adil dan merata kepada sanak kemenakan untuk dibawa pulang, dan yang dimasak dimakan bersama. Semuanya melambangkan hidup dalam kebersamaan, berlaku adil serta memberikan yang terbaik kepada sanak kemenakan sebagaimana kerbau sehat yang memenuhi kriteria yang sebelum disembelih dibersihkan terlebih dahulu," tuturnya.

OLP
×
Berita Terbaru Update