Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

IJP: Es Tebu, Kopas dan Patologi Socmed

6 November 2013 | 6.11.13 WIB Last Updated 2013-11-06T13:17:59Z




Dua hari belakangan, saya dikejutkan dengan berita yang saya hadir di lokasi peristiwa. Berita itu menyangkut nama Ketua Umum DPP Partai Golkar Aburizal Bakrie dan kader-kader Partai Golkar di Jambi. Ada banyak sebutan yang tak sesuai dengan fakta, fiktif, tanpa ada upaya melakukan klarifikasi. Herannya, nama-nama pengirim informasi itu adalah tokoh-tokoh yang menjadi penggiat social media. Informasi palsu itu menjalar ke pelbagai arah via pesan pendek, blackberry messenger, twitter, facebook, kaskus, media online, sampai portal-portal bebas lainnya.

Berita pertama muncul dari www.berita3jambi.com yang ditulis oleh Muhammad Usman. Beritanya biasa saja. Rombongan ARB makan siang di Rumah Makan Munir, bersama rombongan yang lain. ARB datang menemui tukang ojek dan tukang sapu jalanan di rumah makan itu. Usai acara, ARB dan rombongan kecilnya berangkat menuju Hotel Abadi Suites, beristirahat, lalu berangkat ke Universitas Jambi. Masalahnya, ada penjual es tebu bernama Yunizer yang merasa tebunya belum dibayar. Yunizer berjualan di depan RM Munir yang juga berdekatan dengan kantor DPD II Partai Golkar Jambi. Ketika menagih ke sejumlan kader Partai Golkar, Yunizer diminta melaporkan ke kasir RM, lalu dijanjikan pembayaran.  Yunizer menolak pembayaran Rp. 50.000 dari Pinto, salah seorang calon anggota DPR RI dari Partai Golkar. Ia merasa jumlah yang dibayar kurang dari jumlah yang diminum.

Saya sendiri mengikuti ARB dari Gedung DPRD Kota Jambi, usai menghadiri pelantikan sahabat saya Syarif Fasya sebagai Walikota periode 2013-2018. Saya bahkan tidak sempat menyalami Syarif Fasya, karena melihat ARB dan Akbar Tandjung sudah keluar dari lokasi acara. Karena tugas saya adalah mendampingi dan menguntit apapun yang dikatakan ARB ke media massa, saya selalu berusaha berada di sampingnya, ikut menaruk mikropon dari blackberry saya. Saya biasanya memverifikasi lagi apa yang benar-benar dikatakan ARB ke media, dengan apa yang kemudian ditulis atau diberitakan.

Masalahnya, ketika apa yang tertulis di www.berita3jambi.com itu ditulis media lain. Copypaste alias kopas semua. Diluar itu, bumbu-bumbu lain diberikan. Yang paling parah adalah kejadian itu ditulis ulang berdasarkan imajinasi masing-masing redaktur. Ada yang menulis ARB menikmati es tebu. Ada juga yang mengatakan kejadiannya sore hari, ketika rombongan jalan-jalan mencari makan. Inti dari alur yang dibuat adalah ARB minum es tebu bersama rombongan dan pergi tanpa membayarnya. Garis kaya-miskin langsung dibuat, dikirimkan oleh pelbagai kalangan ke seluruh kontak yang ada di blackberry atau akun socmednya. Sentimen publik langsung naik, atas nama pembelaan kepada Yunizer.

***

Sayapun kalau membaca berita seperti itu pasti marah. Saya paling anti kepada sikap-sikap arogansi terhadap para pekerja keras seperti Yunizer alias Acit. Apalagi saya ada di lokasi. Segera saya membuka seluruh foto yang sempat diambil saat di lokasi. Saya juga membaca seluruh berita yang muncul. Deviasi sungguh massif, masuk ke pelbagai portal berita. Tonenya: negatif.

Nah, apa yang sesungguhnya terjadi?

Pertama: ARB sama sekali tidak mampir ke penjual es tebu di depan RM Munir. Betul, ARB bersalaman dengan para tukang ojek dan tukang sapu (istilah “tukang” ini perlu diganti, sebenarnya) yang hadir di lokasi. Ibu-ibu dan bapak-bapak yang hadir ingin dekat ARB, berebut tempat duduk sampai di meja makan. Mereka juga sering minta foto selama acara makan.

Kedua, ARB juga sama sekali tidak memesan es tebu. Lokasi pedagang es tebu dengan lokasi ARB makan berjauhan. Penjual es tebu di luar, dekat dengan jalanan, di tempat parkiran. Sementara di dalam RM Munir hanya tersedia minuman mineral SUPER 02 dan teh tawar. ARB didampingi oleh Ketua DPD Partai Golkar Jambi dan Indra Bambang Utoyo. Saya duduk di meja sebelahnya, berseberangan, bersama Azhar Romli (anggota DPR RI), Rizal Mallarangeng dan Fuad Hasan Mansur.

Ketiga, saya sempat memesan air jeruk panas. Sudah dua kali meminta, tidak datang juga. Yang datang adalah teh botol, baru teh hangat tanpa gula. Di sela itu, saya lihat ada yang datang. “Pak Wagub datang,” kata orang yang menyalami. Saya tidak tahu, apakah sebutan Pak Wagub itu beneran atau becandaan khas politisi. Ada yang memesan es tebu, tetapi mejanya di sebelah paling luar, berpakaian rapi. Saya juga ingin memesan, tetapi tidak tahu ke siapa. Seorang ibu sibuk membagikan ikan penuh bumbu yang terbungkus daun pisang. Sedap.

Keempat, belakangan saya tahu, pemesan es tebu empat gelas itu adalah pemilik akun @rizky_ry, staf ARB. Dia sudah membayarnya Rp. 100.000,- untuk 4 gelas itu. Ini tidak ada dalam berita. Saya memang tidak terlalu berakrab-akrab dengan staf ARB, paling hanya sering kasih jempol kalau ketemu. Biasanya kami bicara kalau ada urusan pesawat, baik naik jet pribadi atau naik helikopter. Setiap kepergian saya dengan rombongan ARB dua bulan belakangan, saya urus sendiri, baik tiket, hotel atau kendaraan. Saya hadir dalam kapasitas sebagai Ketua Divisi Opini dan Counter Opini Badan Koordinasi Pemenangan Pemilu (BKPP) DPP Partai Golkar, jadi bukan bagian dari Tim ARB yang melekat. Saya bebas hadir kapan saja dan dimana saja, dengan agenda yang saya atur sendiri.

Kelima, sampai selesai acara, tidak ada es tebu di meja ARB ataupun di meja saya. Ada dalam video dan foto-foto yang diambil oleh staf saya ataupun yang saya ambil sendiri. ARB lalu pamitan, berangkat ke Hotel Abadi Suites untuk istirahat dan berganti pakaian. Sejak datang Senin (4 November) paginya, ARB langsung ke Gedung DPRD Kota Jambi, duduk di barisan depan dengan menggunakan jas Partai Golkar. Karena acara berikutnya di Universitas Jambi, jas Partai Golkar diganti dengan baju putih atau baju lainnya, sesuai dengan aturan protokoler yang kami jaga dengan disiplin.

Saya tidak ikut ke Universitas Jambi, melainkan menemui jaringan aktivis, politisi dan mahasiswa di Jambi. Mereka sudah lama saya kenal. Saya sering ke Jambi, memberikan pelbagai pelatihan, seminar atau diskusi. Untuk memudahkan koordinasi, saya berhubungan dengan pemilik akun @duniadian dari Viva News. Biasanya, kalau Tim ARB tidak banyak, akibat keterbatasan dalam transportasi atau sulitnya medan di pelbagai daerah, saya selalu hadir. Tapi karena di Jambi banyak Tim ARB datang, saya memutuskan mencari kesibukan sendiri, duduk minum kopi di kedai Simpang Lima Jambi. Sore saya balik ke hotel, sampai Maghrib. Berdiskusi dengan sejumlah mahasiswa Badko HMI Jambi dan teman-temannya. Saya didampingi oleh Dipo Ilham Djalil, calon anggota DPR RI dari Partai Demokrat yang merupakan adik angkat saya. Ayahnya, Rizal Djalil, adalah anggota Badan Pemeriksa Keuangan RI.

***

Sampai malam hari, tidak banyak kesibukan. Saya masuk ke kamar, istirahat, sambil memantau pemberitaan di media, termasuk menyaksikan debat di TV One antara PPI vs Partai Demokrat. Kondisi kesehatan saya memang kurang vit. Batuk menyerang. Hampir tiap hari saya naik pesawat dalam sebulan terakhir. Badan kelelahan. Sehingga, saya selalu mencuri waktu untuk istirahat agar tidak kolaps. Dalam kondisi itulah saya menerima informasi soal berita di www.berita3jambi.com.

Saya bukan orang yang mudah untuk reaktif. Saya pernah menjadi peneliti di Centre for Strategic and International Studies (CSIS) selama delapan tahun, sebuah lembaga penelitian terkemuka di Asia dan Dunia. Saya diajarkan untuk melakukan cek dan ricek. Langsung saya turun ke bawah, menemukan ARB sedang diskusi dengan sejumlah aktivis mahasiswa di Jambi. Mahasiswa itu ingin mengadakan acara dan mengundang ARB. Proposal mereka saya terima. Waktu penyelenggaraannya tiga bulan lagi. Saya harus koordinasi dengan Tim ARB yang dikomandani Rizal Mallarangeng untuk menentukan acaranya.

Tidak banyak informasi soal es tebu ini. Yang saya dengar adalah nada tawa dan canda, baik dari kalangan kader-kader Partai Golkar Jambi ataupun wartawan. Kader-kader Partai Golkar Jambi rata-rata dari kalangan aktivis. Kalaupun ada dari keluarga-keluarga berpengaruh di Jambi, mereka memiliki tim-tim khusus yang terdiri dari kalangan aktivis atau mantan aktivis. Pemikiran mereka sudah sangat moderen. Pergaulan mereka juga lentur. Jadi, berita soal es tebu bagi mereka adalah hiburan yang datang tanpa disangka-sangka.

Keesokan paginya, saya menemukan broadcast via blackberry messenger. Dengan tiupan nada: “Orang Kaya bla-bla” dan sejenisnya. Tentu dengan beragam stigma negatif yang sudah ada selama ini, antara lain masalah lumpur Lapindo. Masalahnya, isi berita tak dibaca. Vonis langsung jatuh: ARB memesan dan minum es tebu, tetapi tidak membayarnya. Wajah humanistis langsung hadir, yakni pembelaan terhadap orang-orang teraniaya. Di akun twitter, lebih banyak lagi mention yang saya terima. Hampir setiap seleb socmed mengomentari dengan nada serupa.

Saya bereaksi dengan nada dingin lewat hashtag #embunpagi. Mudah-mudahan ada yang membacanya. Jam 10.00 pagi, saya berinteraksi lagi dengan kader-kader Partai Golkar di lobby hotel. Kami sedang menunggu persiapan pelantikan Badan Koordinasi Pemenangan Pemilu Partai Golkar Provinsi Jambi. Rencananya, selain ARB dan Indra Bambang Utoyo, saya juga memberikan materi menyangkut pelbagai hal. Kesimpulan dari diskusi soal es tebu: semua sudah dibayar, yakni Rp. 110.000,-. Lebih tiga kali saya mengkonfirmasi ulang, apa benar sudah dibayar. Jawaban yang saya terima tetap sama, yakni sudah dibayar malam tadi.

“Bayarnya lebih, Bang. Ada uang karaokenya juga,” begitu nada yang saya terima dari kader Partai Golkar. Ya sudah, berarti berkali lipat dari Rp. 110.000,-.

Sembari mengikuti acara pelantikan BKPP, saya memantau terus akun twitter. Diluar itu, Fuad Hassan Mansur juga melakukan hal serupa. Fuad memanggil sejumlah nama yang ada dalam www.berita3jambi.com. Fuad sampai nanya, “Apa gelasnya sebanyak itu?” Sampai acara selesai, kami berangkat ke bandara. Semula, saya masuk dalam rombongan menuju Nagan Raya, Aceh. ARB sempat bertanya di meja makan siang. Saya sudah bilang ke Rizal Mallarangeng bahwa saya harus ke Jakarta untuk mengantisipasi diskusi media soal Daftar Pemilih Tetap (DPT). Soalnya, malam sebelumnya, Nurul Arifin dan Agun Gunanjar meminta saya sebagai salah satu yang harus menjelaskan ke media menyangkut keputusan Partai Golkar mendukung penetapan DPT. DPT memang sudah ditetapkan atas dorongan dan penjelasan dari Partai Golkar. Saya pun sudah menjelaskan dalam akun twitter saya.

Rombongan ARB berangkat ke Nagan Raya, Aceh, pakai pesawat sewaan. Saya naik Lion Air yang tumben tepat waktu. Sepanjang menunggu panggilan, saya memberikan penjelasan di akun twitter saya dengan 10 kicauan. Terlebih dahulu saya menanggapi dua akun yang saya kenal dengan menyebut angka Rp. 110.000,-. Tentu angka itu adalah angka fixed harga es tebunya, bukan angka yang kemudian dibayarkan melebihi itu yang kemudian saya ketahui berjumlah Rp. 400.000,-. Di pesawat, saya tertidur. Tidur yang selalu pulas.

Sampai di Jakarta, saya kembali membalas sejumlah mention, lalu mengetahui betapa luasnya deviasi yang dimuat portal-portal diluar www.berita3jambi.com. Mereka tanpa rasa etis menambahkan fakta-fakta imajiner yang ditulis di belakang meja. Ada juga portal berita yang seolah-olah menulis dari Jambi, mengakui memiliki koresponden, tetapi kopas belaka, dengan cara menambah-nambah melebihi fakta. Sambil memeluk Fadha – yang selalu duduk di pangkuan saya tiap kali ke atau dari bandara – saya membaca. Ah, andai saya lebih muda dari usia sekarang dan tak memiliki buah hati. Saya memutuskan menonton film Thor di TIM. Afzaal selalu menagih tempat khusus usai dari menjemput ayahnya di bandara, sejak dulu.

***

Begitulah. Kisah es tebu telah menjalar menjadi apa yang dikenal sebagai patologi sosial di ranah social media. Patologi sosial adalah istilah yang mengacu kepada penyakit-penyakit sosial yang bertentangan dengan norma kehidupan di masyarakat. Di ranah social media, patologi sosial berarti sikap yang mengacu kepada perilaku pengguna sosmed untuk melakukan penilaian yang negatif terhadap orang lain, tanpa memverifikasi kebenarannya. Yang dinilai hanyalah apa yang menjadi kesenangan semata, tanpa memikirkan akibatnya kepada orang lain, apalagi “nama besar” dalam kehidupan nyata.

Perilaku kopas, misalnya, adalah penerapan prinsip-prinsip jurnalisme secara menyimpang. Sekalipun ada klarifikasi yang dilengkapi dengan bukti-bukti akurat dan kuat, sama sekali diabaikan. Kalaupun dikutip, hanya dimasukkan sebagai kategori penyeimbang, tanpa memberikan koreksi terhadap apa yang sebelumnya dinyatakan sebagai informasi. “Kebenaran imajiner” tetap dipelihara, dengan sama sekali mengabaikan fakta-fakta. Bahwa fakta adalah suci, sama sekali tidak berlaku lagi. Fakta dibedah, diperkosa, dipreteli, dimutilasi, sesuai dengan pesan dan persepsi yang hendak dimunculkan.

Saya tentu tidak menggeneralisasi semua media melakukan hal yang sama atau semua portal berita yang mengangkat kasus es batu ini juga melakukan untuk keseluruhan berita. Saya hanya memberikan kesaksian atas apa yang sesungguhnya terjadi, sebagai penyeimbang persepsi yang telanjur berkembang. Itupun tidak atas keseluruhan materi berita, melainkan pada apa-apa yang saya uraikan di atas. Bahwa ARB sama sekali tidak menyentuh dan meminum es tebu, berikut rombongan intinya, adalah fakta yang keras. Bahwa pemesanan makanan hanya lewat manajemen RM Munir juga jadi fakta yang keras. Bahwa ARB menemui kelompok masyarakat marginal, dalam hal ini tukang ojek dan tukang sapu jalanan, juga jadi pokok dari agenda makan siang ARB juga fakta.

Tentu saya juga perlu mengingatkan seluruh organisasi pemenangan Partai Golkar agar terus berhati-hati dalam menyikapi perkembangan ini. Tidak boleh lagi ada pengabaian atas apapun informasi yang beredar di lapangan. Kalau ada masalah, misalnya soal bayar-membayar, seyogianya kader-kader Partai Golkar dengan sigap mengantisipasi, mencari orang yang tepat, bukan meninggalkan sama sekali dan melepaskan diri agar tidak mengalami kerugian. Sebagai tamu di Jambi, tentu saya tidak dalam posisi untuk menyalahkan panitia dan tuan rumah. Dalam setiap kunjungan ke daerah-daerah, selalu saja ada permintaan maaf dari pihak penyelenggara, sebagus apapun acara yang digelar. Namun, koreksi dan evaluasi tetap penting dilakukan.

Ke depan, tentu saya berharap ada komunikasi timbal balik yang saling menghargai antara pihak-pihak yang ditulis. Bagaimanapun, tulisan yang muncul di portal-portal beritalah yang membawa eksistensi terhadap portal yang bersangkutan. Tanpa ada berita, tidak akan ada portal. Artinya, elemen yang dijadikan sebagai bahan pemberitaan menjadi penentu hidup-matinya atau eksis-tidaknya portal yang bersangkutan. Begitu juga ranah sosmed. Tanpa menghargai apapun yang ditulis, apalagi menyangkut nama orang atau organisasi sebesar Partai Golkar, bagi saya sama saja dengan menaruh tuba dalam belanga dan dihidangkan ke semua orang. Wallahu’alam..

Catatan Indra Jaya Piliang
×
Berita Terbaru Update