Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Benarkah Susno Whistleblower ?

23 Mei 2013 | 23.5.13 WIB Last Updated 2013-05-23T13:02:40Z




Tulisan singkat ini dipicu oleh pernyataan Firman Wijaya, penasehat hukum Susno Duaji sore kemarin yang berkata: “Terserah penegak hukum Indonesia memperlakukan seorang whitleblower. Dunia akan mencatat”. Pernyataan itu mengisyaratkan bahwa yang dibelanya adalah seorang whisleblower. Benarkah terdakwa seorang whistle blower?

Salah seorang whistleblower yang paling ternama adalah W. Mark Felt yang nama samarannya adalah “Deep Throat”. Mark Felt membongkar kegiatan melawan hukum oleh Presiden Richard Nixon dalam kasus pemilihan presiden bertempat di Watergate Hotel tahun 1972. Hasil penyelidikan Mark Felt dilaporkannya ke koran The Washington Post yang berujung pada pengunduran diri Nixon, dan hukuman kurungan bagi Kepala Staf Gedung Putih H.R. Haldeman dan penasehat presiden bernama John Ehrlichman.

Mark Felt tidak terlibat dalam kasus Watergate atau kasus lain yang terkait. Mark Felt bukan maling teriak maling.

Banyak whistleblower didunia usaha. Sebut saja Sherron Watkins, mantan Vice President Enron. Wanita ini mengungkapkan kegiatan pembukuan Enron yang tidak wajar. Pengungkapan ini menyebabkan investigasi SEC (Securities and Exchange Commission) yang berujung pada bangkrutnya perusahaan minyak raksasa Enron sehingga nilai sahamnya melorot tajam.

Sherron Watkins tidak terlibat dalam skandal Enron. Sherron Watkins bukan maling teriak maling.
Jeffrey Wiggand membuka fakta penyimpangan industri rokok ketika ia mengungkapkan bahwa industri rokok paham sepenuhnya bahwa nikotin bersifat adiktif dan rokok bisa memicu penyakit kanker atau bersifat carcinogenic. Langkah Jeffrey Wiggand berujung pada perombakan besar peraturan menyangkut industri rokok.

Jeffrey Wiggand tidak ikut terlibat dalam skandal industri rokok. Jeffrey Wiggand bukan maling teriak maling.
Seorang manager quality control bernama Cheryl Eckard pada industri farmasi raksasa GlaxoSmithKline mengingatkan atasannya bahwa standard mutu di salah satu pusat produksi di Puerto Rico amat jauh dibawah tingkat yang diinginkan sehingga terbuka peluang produk tercemar dan sering mengandung bahan aktif diatas tingkat ambang batas yang membahayakan kesehatan konsumen. Peringatan wanita ini tidak diindahkan. 

Sepenuhnya sadar karirnya dalam bahaya, tak hentinya dia menyampaikan laporan agar perusahaannya menjunjung tinggi etika demi keselamatan kesehatan konsumen. Bukan bersyukur, malahan GlaxoSmithKline memecat Cheryl Eckard. Nyali Cheryl Eckard bukannya menciut, dia menghubungi pihak berwenang dan meniup peluit tentang penyelewengan industri tempatnya bekerja. Setelah pergulatan masalah hukum yang berlarut-larut, akhirnya pihak GlaxoSmithKline kena denda $750 juta dan harus membereskan masalah dipabriknya. Dan GlaxoSmithKline harus membayar Cheryl Eckard $96 juta sebagai ganti rugi.
Cheryl Eckard tidak terlibat dalam penyelewengan GlaxoSmithKline. Cheryl Eckard bukan maling teriak maling.

Whistleblower juga ada dibidang olahraga. Terpilihnya suatu kota sebagai tuan rumah Olimpiade ternyata tak lepas dari suap kepada para anggota IOC (International Olympic Committee) berupa uang, terbang di kelas satu, jabatan bahkan sampai bedah plastik. Semuanya sulit dibuktikan, sampai suatu ketika Panitia Olimpiade Musim Dingin tahun 2002 Salt Lake City tidak dapat menjelaskan menguapnya kemana uang $400 juta diatas biaya perkiraan semula. Tak tahan lagi, Marc Hodler, seorang anggota IOC membeberkan semuanya di media massa. Berkat pengungkapan Marc Hodler, sejumlah anggota IOC yang nyata-nyata bersalah dipecat dan pihak IOC membuat peraturan baru yang lebih ketat.

Marc Hodler tidak ikut belepotan dalam skandal IOC. Marc Hodler bukan maling teriak maling.
Ada juga whistleblower didunia kedokteran. Proyek bernama Tuskegee Syphilis Experiments merupakan lembaran hitam sejarah Amerika. Proyek itu menangani penyakit yang waktu itu tak tersembuhkan. Sayangnya untuk melaksanakan tujuan mulia ini, proyek harus mengorbankan kelompok yang tak diberi pengobatan. Dan kelompok yang tidak diberi pengobatan itu adalah orang berkulit hitam. Tentu saja ini pelanggaran etika dan pelanggaran Sumpah Hipocrates. 

Tanpa memikirkan etika, para peneliti mengamati dan mencatat perjalanan penyakit sifilis menggerogoti 399 buruh tani berkulit hitam yang menderita, padahal sudah ada obat yang tinggal menunggu pembuktian empiris saja. Sadar akan implikasi etisnya, Dr. Peter Buxtun yang mulai menjadi anggota tim riset tahun 1966 mempersoalkan masalah ini. Ketika atasannya memutuskan untuk melanjutkan penelitian ini, tak ada jalan lain bagi Peter Buxtun selain membocorkannya ke pers. Dalam penyelidikan menyusul terkuaknya skandal itu, kedapatan bahwa penyakit sifilis itu ditularkan kepada keluarga orang yang malang itu. Berkat jasa Peter Buxtun, proyek tidak dilanjutkan dan pemerintah harus membayar ganti rugi ditambah menangani kesehatan seluruh peserta seumur hidup.

Peter Buxtun tidak ikut menyeleweng. Peter Buxtun bukan maling teriak maling.
Anggota POLRI pernah ramai-ramai dikerahkan menonton film Serpico, suatu drama kisah nyata
seorang polisi New York bernama Frank Serpico. Setelah bertempur dalam Perang Korea, pemuda Frank Serpico masuk dinas kepolisian New York. Berjiwa patriot yang gagah berani tetapi berwatak jujur, Frank Serpico merasa sendirian ditengah korps yang bobrok. Bukti seadanya dia kumpulkan, lantas Serpico lapor ke atasannya. Laporannya diteruskan keatas kesana kemari berbelit-belit. Rekannya banyak yang sebal, ini ada orang baru sok disiplin sok suci. Sampai-sampai, Serpico menerima ancaman langsung maupun tersembunyi. 


Merasa jiwanya menjadi taruhan, Serpico pergi ke kantor The New York Times dan membeberkan semuanya. Berdasarkan fakta-fakta yang dimuat dikoran, Congress membentuk The Knapp Commission dan testimoni yang dibuat Serpico menjadi dasar bagi New York Police Department untuk berbenah diri. Keberanian Serpico bukan tanpa resiko. Suatu hari ketika dia bertugas tanpa back-up, mukanya ditembak. Setelah sembuh, Serpico mengundurkan diri. Beruntung Serpico hidup dari bukunya yang jadi best-seller ditambah hasil royalty dari film Serpico yang dibintangi Al Pacino. Serpico menjadi tokoh polisi teladan.
Frank Serpico tidak ikut arus jadi polisi bobrok. Serpico bukan maling teriak maling.

Dari contoh-contoh diatas, saya simpulkan sendiri bahwa whistleblower bertekad membantu membongkar penyimpangan dalam organisasinya sendiri demi kepentingan umum. Sedang dia sendiri tidak ikut menyimpang.


Rahardjo Mustadjab

×
Berita Terbaru Update