Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Inikah Pemimpin Muda Untuk RI 1 ?

5 Februari 2013 | 5.2.13 WIB Last Updated 2013-02-07T14:29:21Z

Dalam beberapa kesempatan, baik bertemu lingkungan mahasiswa di berbagai kota, atau sekadar kongkow dengan beragam komunitas, termasuk di twitter, acap saya katakan presiden RI 2014, sosok muda direstui alam. Bila di media sosial twitter, beberapa follower merespon cepat, mereka bertanya: Alam mana, alam gaib gitu? Ada nada ngeyek.

Bagi mereka tak ngeyel, pertanyaan mereka lain lagi, siapa kira-kira orangnya?

Dalam konteks menjawab siapa orangnya itulah, saya menulis opini ini.
Pekan lalu jagad politik Indonesia tersentak menyimak penangkapan Presiden Partai Keadialan Sejahtera (PKS), Lutfi Hasan Ishaaq (LHI). Sosoknya dikenal sebagai ustad, ditengarai menjadi bagian suap, kolusi pengadaan impor daging. Sosialisasi awal, dia ditangkap tangan menerima uang. Faktanya, penangkapan terhadap oknum menjalin komunikasi dengan LHI. Ia diganti. Cigin pula penggantinya tahu-tahu Anis Matta, pria kelahiran 7 Desember 1968.

Bagi saya presiden kita 2014 nanti adalah sosok kelahiran tahun 60-70an. Bisa jadi usianya se-anis-matta. Akan tetapi apakah dia?

Kita butuh pemimpin muda baru demi menghindarkan diri gagal sebagai negara. Sosok muda itu mesti cerdas hati dan cerdas sosial. Lebih jauh ia harus siap kere materi. Kecerdasan hatinya mengantarnya selalu pada kebenaran. Kenyataan ini kini minim, karena banyak sosok-sosok hebat di pasaran pintar-pintar tidak pada benar.

Itu penjabaran sosok direstui alam itu.
Pertanyaan ulang apakah Anis direstui alam itu?
Sepak terjang bersangkutan saya amati sejak reformasi. Termasuk dulu bagaimana ia bulak-balik ke kantornya Fuad Bawazier. Saya bersahabat dengan akuntan Fuad.

Sebagaimana ditulis indonesiatoday.com, mengutip TL saya di twitter 5 jam sebelum Anis terpilih: jika Anis Matta naik jadi pimninan PKS, maka indikasi tangan Amerika Serikat berada di belakang mentasnya. Mengapa? Sulit untuk menjelaskan hal ini ke publik, karena dalam kapasitas saya sebagai private investigator dan jaringan kecil kami, Presstalk, mengindasikan kuat hal itu.

Dugaan saya ihwal USA di belakang Anis itu seakan mendapatkan jawaban dari hal remah. Lantang sekali Anis Matta berujar, “PKS akan naik sebeperti logo Nike.” Kalimat itu ia lanjutkan bahwa jangan seperti Shukoi, naik tinggi jatuh menabrak gunung. Sebuah perumpamaan masuk akal. Namun berbeda dari sudut pandang saya. Berdasar subjektif pengamatan, kalimat itu menegaskan latar bersangkutan dan ke mana arah acuannya. Sehingga bagi saya, walaupun Anis sosok muda, ia bukanlah nominasi saya untuk presiden 2014.

Bila ditelisik rentang usia, Anas Urbaningrum, masih menjabat sebagai Ketua Umum Partai Demokrat kini, setahun lebih muda dari Anis Matta. Anas lahir 15 Juli 1969. Lantas berdasarkan usia apakah Anas presiden kita 2014? Saya tahu pasti bahwa ia mengumpulkan energi untuk maju menjadi Capres 2014. Namun hakkul yakin saya, indikasi masalah hukumnya di kasus Hambalang, sekadar satu contoh dari beberapa indikasi yang bakal menghadangnya, telah membuat peluangnya hilang. Dan kita tak perlu bahas lagi.

Justeru sosok yang layak disimak sebenarnya seperti Ganang Soedirman, kelahiran 1966. Saya pernah memiliki situs internet bertajuk www.partaionline.org. Melalui situs itu pada 2009 kami menangguk calon-calon presiden dari lalu-lintas komunikasi online. Ganang, cucu pertama Panglima Besar Soedirman itu, terpilih menjadi Presiden RI, tentu hanya atas polling di partaionline.org. Bagi mereka kenal Ganang, akan tampak penampilan sosok muda bersahaja, tidak pernah meninggalkan shalat. Ia pernah mengalami peristiwa mati suri dan hidup kembali, itulah menjadi alsannya tak lagi meninggalkan shalat.

Pilihan kata Ganang, tak ubahnya diksi Panglima Soedirman. Ia pernah memerankan Panglima Soedirman di serial sinetron dan layar lebar Panglima Soedirman. Kini, Ganang kemungkinan besar akan memegang tampuk Ketua Partai Nasional Demokrat (NASDEM) Yogyakarta. Dalam kerangka subjektifitas saya, maka jika saja Partai Nasdem cerdas hati dan sosial, seyogyanya Ganang mereka jadikan Capres. Dan ikon Soedirman selama ini tak pernah mentas ke politik bisa mereka pakai resmi.
Sosok berikutnya Komarudin Watubun. Pria kelahiran tahun sama dengan Anis Matta, 1968 di Kepulauan Kei, Maluku Tenggara ini, adalah Wakil Ketua DPR Papua. 

Dengan ditahannya Ketua DPR Papua kini, yakni Jhon Ibo, Komar - - begitu ia disapa - - menjalankan fungsi ketua. Sosoknya bersahaja. Kendati di PDIP Pusat jabatannya Ketua Bidang Organisasi dan Pemerintahan, setiap beranjangsana ke daerah-daerah, ia tak pernah mau diberi pelayanan olah pengurus daerah.

Di Jayapura, Komar membiarkan saja mobil dinas Camrynya masih berplastik. Ia tidak tinggal di rumah dinas. Ia menetap di rumah papannya di dekat Danau Sentani. Dalam peretemanan saya dengan Komar, saya mengetahui bagaimana alotnya pencalonan Jokowi Widodo menjadi gubernur DKI lalu. Publik mafhum adanya bagaimana Taufik Kiemas dan Megawati Soekarno Putri tidak mendukung pencalonan Jokowi.

Adalah Komarudin menggebrak. “Sosok Jokowi mesti tampil menjadi Gubernur DKI,” ujarnya. Maka tandatangan Komarudinlah bersama Sekjen Cahyo Kumolo mengantar pendaftaran Jokowi ke KPUD DKI Jakarta. Di mata subjektifitas saya, Komar sosok tegas. Sangat memahami Trisakti Bung Karno: Berdaulat di bidang Politik, Berdikari di Bidang Ekonomi dan Berkepribadian di Bidang Kebudayaan.
Berikutnya. Tentulah sosok layak tampil Jokowi Widodo sendiri. Pria kelahiran 1961 ini, kini sudah mentas sebagai Gubernur DKI. Kita tentu tak perlu lagi membahasnya, karena hari-hari berita ihwal dirinya, blusukan kiri-kanan menghiasi halaman media massa, senantiasa.

Saya hanya memberikan catatan. Begini: Ketika tak senagaja ikut mengantarkan ke KPUD DKI mendaftar sebagai Cagub DKI lalu, usai acara kami berjalan kaki dari KPUD, Jl Budi Kemuliaan, Jakarta Pusat ke Bundaran HI. Publik membuncah menyambut. Di depan Sarinah Jl. Thamrin, Jokowi pernah bertanya ke saya, “Jika sambutan seperti ini tanda-tanda apa ya Mas Iwan?”

Saya jawab kala itu dengan 6 kata: Bapak Guberenur, Bapak Gubernur, Bapak Presiden!
Apakah Jokowi akan jadi presiden kita 2014?

Ketika Jokowi menyampaikan ke media soal endorsement-nya terhadap pembangunan 6 ruas jalan tol dalam kota, saya kecewa. Dalam bayangan saya yang belum tentu benar, seyogyanya Jokowi bisa berkata begini, “Sebagai Gubernur pilihan rakyat DKI Jakarta, saya membatalkan pembangunan 6 ruas jalan tol di Jakarta. Saya mempercepat pembangunan monorel, mempercepat pembangunan subway dengan hitungan masuk akal.”

Aapakah Jokowi akan jadi presiden?
Saya sudah tak berani mempertanggung-jawabkan 6 kata saya di depan Sarinah itu. Terutama dua kata terakhir, Bapak Presiden, tak lagi saya yakini.

Nah terakhir. Saya juga berusaha menemui Farhat Abbas sosok kelahiran 1976. Paling muda dari dari lima nama sudah saya sebutkan di atas. Sosoknya banyak dihujat di media sosial karena kata-katanya di twitter, “Apapun pelat mobilnya, Ahok tetap Cina.”

Saya simak hujatan kepadanya alang-kepalang. Saking miringnya dominan, warga di media sosial menghujat Farhat, saya yang mencoba verifikasi sosoknya, dihajar juga kiri kanan. Padahal sejatinya, ada satu sisi harus dihormati dari pengacara ini. Terlepas dari kekurangannya: Dia berani maju, tanpa embel-embel partai, berkata ke publik, “Saya Capres Muda Indonesia 2014.” Dan dia melakukan intensi ke situ.

Saya tak melihat ada anak muda lain seberani Farhat.
Kedekatan saya ke Farhat lebih mendukung semangatnya itu. Lantas apakah Farhat bisa menjadi presiden RI?

Pertanyaan yang sama untuk ke-enam nama mereka yang saya tuliskan tadi! Biarkanlah kecerdasan hati, kecerdasan sosial, dan alam yang akan menjawab 2014 nanti. Tentu tanpa menafikan juga nama-nama lain ada di seputar Anda sendiri, tentu!

Iwan Piliang, Citizen Reporter
×
Berita Terbaru Update