Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Tak Ada Alasan Irjen Djoko Tolak Diperiksa KPK

3 Oktober 2012 | 3.10.12 WIB Last Updated 2012-10-04T03:45:13Z

Mantan Kakorlantas Mabes Polri, Djoko Susilo (foto : antarayogya.com)

Makin seru saja perang tanding antara cicak melawan buaya episode ke-2 ini. Ranahnya sudah meluas kemana-mana. Bukan hanya perang opini di media massa dengan melibatkan pendukung masing-masing, kini bahkan sudah menyeret lembaga tinggi negara lainnya, seolah dipaksa untuk menunjukkan keberpihakannya.

Adalah para pengacara Irjen Polisi Djoko Susilo yang meminta fatwa hukum kepada Mahkamah Agung, untuk menentukan siapa yang memiliki kewenangan melakukan penyidikan atas kasus dugaan korupsi pengadaan alat uji simulator SIM. Mereka adalah para pengacara terkenal, tentunya paham betul tata cara dan aturan bagaimana meminta fatwa hukum pada MA. Senin kemarin Ketua Muda MA Bidang Pidana Khusus, Djoko Sarwoko menyatakn : ”MA tak akan mengeluarkan fatwa hukum, sebab yang berhak meminta fatwa MA hanyalah lembaga negara”. Dengan kata lain, MA tak akan melayani permintan perorangan!

Dengan sikap MA seperti itu, maka mestinya besok, tanggal 5 Oktober 2012, tak ada lagi alasan bagi Irjen. Pol. Djoko Susilo untuk menolak panggilan pemeriksaan oleh KPK. Aneh sebenarnya, ketika DS menolak diperiksa oleh KPK dengan alasan masih menunggu putusan MA – siapa yang berhak memeriksa kasus ini : KPK atau Polri – sementara ia sudah memenuhi panggilan Polri. Bukankah seharusnya DS tak mau dipanggil lembaga penegak hukum mana pun – termasuk Kepolisian – sebelum ada putusan MA?
Pasca penolakan DS untuk memenuhi panggilan KPK, Kapolri Jendral Timur Pradopo ditanya wartawan soal bersediakah beliau datang jika dipanggil KPK terkait kasus ini, mengingat Kapolri lah yang membubuhkan tanda tangan pada surat keputusan penunjukan vendor dalam pengadaan alat uji simulator SIM itu. Dengan tegas dan spontan Kapolri menjawab dirinya bersedia. Bahkan Kapolri meminta DS untuk memenuhi panggilan KPK.

Nah, jika apa yang dikatakan Kapolri ini memang benar tulus dan bukan retorika semata, maka seharusnya penolakan DS untuk memenuhi panggilan KPK dapat dikategorikan sebagai bentuk penolakan / pembangkangan perintah atasan. Logikanya, jika Polri memegang teguh doktrin patuh pada komando atasan, mestinya DS diberi sanksi. Bukankah DS masih Jendral Polisi aktif yang terikat pada kode etik Kepolisian yang mengharuskannya patuh pada perintah atasan dan bukan pada saran pengacara?

Kini, yang menghimbau DS untuk memnuhi panggilan KPK bukan hanya Kapolri, tapi juga Menkopolhukam. Akankah himbauan para petingi Polri dan militer ini hanya jadi macan ompong belaka? Akankah dikalahkan oleh perang urat syaraf yang dilancarkan para pengacara DS? Kita akan bisa lihat 5 Oktober besok. Demi harga diri dan kehormatan Irjen. Pol. Djoko Susilo dan institusi Polri, seharusnya DS dengan gentle memenuhi panggilan KPK. Inilah kesempatan bagi DS menunjukkan dirinya bersih. Dengan mengulur-ulur proses pemeriksaannya, sama saja DS mengijinkan dirinya dan Polri jadi bulan-bulanan media massa. Semakin besar resistensi DS menolak panggilan KPK, makin besar pula kecurigaan publik. Kalau bersih, kenapa harus risih Jendral?

13492397082030800150
Wakapolri Nanan Sukarna (foto : pontianak.tribunnews.com)

TUDUHAN WAKAPOLRI : KPK HABISKAN DANA BESAR MEMBAYAR KONSULTAN PENCITRAAN

Kasus dugaan korupsi pengadaan simulator SIM ini seolah membuat Polri tersengat. Mereka kompak menghadapi KPK. Irjen DS tak dibiarkan menghadapi masalahnya sendiri. Setidaknya perang urat syaraf dan opini untuk mendelegitimasi KPK dilancarkan. Salah satunya lewat pernyataan Wakil Kepala Polri Komjen Pol. Nanan Sukarna pada 26 September 2012 lalu. Nanan menuduh KPK mengeluarkan dana sangat besar untuk membayar konsultan pencitraan. Entah fakta apa yang mendasarI Nanan melontarkan sinyalemen itu. Apakah Nanan bisa membuktikan tuduhannya atau tidak, masih perlu diuji.

Metro TV pernah membahas tuduhan ini dalam sebuah dialog. Sayangnya Kabag. Penum. Div. Humas Mabes Polri, Agus Rianto, yang menjadi nara sumber mewakili Polri, tak bisa secara spesifik menjelaskan tuduhan yang dilontarkan Wakapolri indikasinya apa. Sebaliknya, Alex Laay, pengacara KPK, menjelaskan bahwa para pengacara, praktisi hukum, penggiat anti korupsi, tokoh masyarakat, akademisi dan pemuka agama yang sejak kasus cicak vs buaya tahun 2009 lalu berada di belakang KPK, semuanya melakukan semata untuk memberikan dorongan moril kepada KPK, karena semangat melawan korupsi. Mereka melakukannya dengan sukarela, tanpa dibayar.

13492397911594778554
Yang ini dituduh konsultan pecitraan KPK yang menghabiskan banyak dana? (foto : solopos.com)

Seolah hendak menjawab tuduhan Wakapolri, kemarin, Senin petang, 1 Oktober 2012, sejumlah tokoh masyarakat dan tokoh agama mendatangi gedung KPK untuk sekali lagi menegaskan dukungannya pada KPK yang sedang dikeroyok DPR dan Kepolisian. Sulit membayangkan para tokoh senior itu dibayar atau setidaknya disuruh datang oleh konsultan pencitraan. Apakah para tokoh yang sudah punya nama itu mau disetir hanya demi uang?

Saya masih ingat ketika kasus dugaan korupsi simulator SIM ini sedang panas-panasnya setelah KPK menggeledah gedung Korlantas Polri. Di tengah panasnya perang urat syaraf, Polri menggelar buka puasa bersama yang mengundang Ketua KPK dan Presiden SBY. Dari tayangan TV, setting acara buka puasa bersama itu termasuk meriah dan mewah. Ibarat sebuah resepsi makan malam. Di tempat berbeda, yaitu di gedung KPK, pimpinan KPK lainnya – selain Abraham Samad, yang sedang menghadiri undangan Kapolri – berbuka puasa bersama beberapa tokoh dan pemuka agama. Tampak sekali suasana buka puasa itu sangat sederhana. Takjil yang disiapkan hanyalah sekotak kue dan minuman dalam gelas plastik. Hidangan buka puasa pun hanyalah nasi kotak. Sama sekali jauh dari kesan istimewa apalagi mewah. Jika KPK sengaja membuat perhelatan buka puasa bersama dengan mengundang sejumlah tokoh yang dirancang oleh konsultan pencitraan, tentunya setting acara tak sesederhana itu.

13492399631720411107
Tokoh seperti ini juga dianggap konsultan pencitraan KPK yg dibayar mahal? (foto : nasional.news.viva.co.id)

Wakapolri bukanlah orang sembarangan. Sebagai orang nomor dua di jajaran Polri, tentu dan sudah selayaknya Komjen Nana Sukarna tidak sembarangan mengeluarkan pernyataan. Kalau beliau mengeluarkan tuduhan KPK mengeluarkan dana besar untuk membayar konsultan pencitraan, semestinya ada bukti permulaan yang dia yakini mengarah kesana. Bisakah Nanan mempertanggungjawabkan tuduhannya? Jangan lupa, Nanan adalah petinggi Polri yang setiap kata-katanya seyogyanya didukung bukti kuat dan bukan dugaan tanpa alasan.

Demi harga diri dan kehormatan para tokoh yang selama ini berdiri di belakang KPK dan terus memberikan dukungan moril kepada KPK, tak ada salahnya jika mereka menuntut Wakapolri untuk membuktikan tuduhannya. BPK sudah melakukan audit atas KPK. Tentu bisa ditelusuri jika ada dana besar yang mengalir ke konsultan pencitraan. Nah, beranikah Wakapolri membuktikan tuduhannya? Kalau benar, kenapa harus ragu Jendral?

catatan Ira Oemar Freedom Writers Kompasianer
×
Berita Terbaru Update