Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Benarkah Cuma tsunami yang akan bisa menhancurkan tenda tenda ceper di pantai Padang?

22 Oktober 2012 | 22.10.12 WIB Last Updated 2012-10-23T13:57:47Z


                                                     foto Ilustrasi by Admin

Kala sore menyapa, langit langit mulai menggelap, ombak ombak dan angin bersatu mengikuti pasang dan mataharipun seakan mau lelap dan tampak letih untuk menampakkan cahayanya diantara ufuk barat. Itu pertanda bahwa pantai padang mulai dikunjungi para pengeluyur yang mencoba mencari hiburan ataupun mencicipi wisata kuliner yang terdapat di sepanjang tepi jalan pantai. Tak terkecuali pedangan pedangan tenda ceper yang mulai bersiap- siap membersihkan perapian kursi kursi maksiat berlangitkan terpal-terpal lusuh yang jaraknya hanya satu jengkal dari kepala apabila kita masuk kedalamnya.

Ibu net, salah satu pedagang jagung bakar tenda ceper di taplau Kota Padang yang saya temui sore ini sekitar pukul 4 :50 tanggal 20 oktober 2012 . Sambil menikmati jagung bakar buatannya, terbesit diingatan saya menanyakan hal yang selama ini menjadi tanda tanya besar ketika melewati pantai padang.kenapa sih harus ada tenda ceper?. 

Mulanya saya ragu menanyakan langsung ke the point of view, dengan perlahan saya mencoba untuk melontarkan pertanyaan pertanyaan ringan seputar kisah dan dagangannya.tapi akhirnya pertanyaan saya mulai sering bermunculan ketika ibu net menceritakan tentang kehidupannya. Dengan pengakuan ibuk net, dia telah hampir 20 tahun bekerja sebagai pedagang di tepi pantai. Setara dengan umur anaknya yang ke 3. Sampai detik ini kehidupannya masih sama seperti pertama kali dia menginjakkan kaki di padang untuk menyambung hidup sebagai pedagang tepi pantai. Dengan hanya memiliki rumah kontrakan kayu sederhana yang berada tidak jauh dari tempat dia mengadu nasib,buk inet dan ke 6 orang anaknya mencoba untuk berlapang dada atas apa yang mereka punya. Dua orang anaknya yang tertua yang saat ini bekerja menjadi buruh, juga belum bisa melepaskan ibu inet dari jeritan kemiskinan. Jelas saja, anaknya hanya tamatan SMP dan satu lagi tamatan SMA, dan tidak mempunyai ketermapilan apa-apa selain buruh dan pedagang kaki lima.

Perbincangan Kami Terasa Semakin Dalam Dan Panjang Ketika Saya Menanyakan “kenapa ibu harus memilih menjadi pedagang tenda ceper? Kan masih banyak pekerjaan pekerjaan lainnya yang lebih menjajikan?”dengan perasaan sedih ditambah intonasi nada bicara yang serak, ibu net kembali bercerita tentang kehidupan pahit yang dia jalani sebagai the poor people. Kalimat- kalimat harupun terdengar samar samar diantara bunyi suara ombak yang mendominasi, ibu netpun langsung meejawantahkan:”Tentunya semua orang pasti menginginkan pekerjan yang layak, tapi apa boleh buat,nasi sudah jadi bubur, ibu tidak lagi mampu mendapatkan pekerjaan lain selain ini,ibu sudah hampir kepala 5, tak banyak lagi yang bisa dilakukan dengan urang gaek ini (sebutan orang yang sudah lanjut usia di miangkabau).Matanya Mulai Berlinang, Jagung Saya Pun Habis, Dan Keadaan Mulai Hening Sejenak Ketika Saya Minta Minuman Botol Yang Tersaji Di Sudut – Sudut Gerobak Dorong Kebanggaan Beliau.

Kembali ibu net yang saat itu memakai baju putih kusam dan celana Hawaii itu menjelaskan bahwa , tenda ceper adalah assetnya, apalagi ketika malam minggu,merupakan hari keberkahan karna dimalam itu banyak pengunjung yang datang rata- rata pasangan mahasiswa yang datang dari berbagai penjuru mengendarai sepeda motornya. Ada juga dari kalangan kalangan menengah keatas yang memarkir mobilnya disekitar semak semak tepi pantai itu tambahnya. Mulanya membeli jagung bakar,tapi kita tidak tau apa yang pengunjung lakukan di bangku bangku tenda ceper tersebut. bukan rahasia umum lagi, saya sebagai mahasiswa merasa khawatir dan menyayangkan hal seperti itu. Tidak perlu menjadi bagaikan intel untuk membuktikan kalimat “tempat maksiat “tersebut, datang aja kesini pagi pagi,kamu akan mendapati kondom bekas semalam berserakan diantara semaka semak dan pasir pasir pantai,tegas buk inet. 

Kawasan tersebut bagaikan tempat maksiat yang dilegalkan, karna pemerintah tidak berani, setidaknya menghilangkan image tenda ceper yang telah menjadi istilah buruk bagi icon padang. Kemana wakil pemerintahan daerah yang nota bene sebagai orang yang beragama? Ataukah itu hanya kedok kampanye menarik perhatian masyrakat?. Kenapa tidak itu menjadi hal penting yang harus diberantas?.begitu banyaknya pemuda apalagi teman – teman mahasiswa yang seharusnya menjadi agent of change di masyakat, yang tergoda untuk ketempat tersebut. Terjerumus!!Atau memang betul pemuda pemuda ranah minang sudah keilangan moralnya.

Hampir setengah jam lebih, saya menghabiskan waktu mendengar curahan hati dari seorang ibu yang menyediakan tempat maksiat bagi anak-anaknya. Setidaknya itulah istilah kasar yang dapat saya kemukakan. Hari mulai semakin gelap, mataharipun nyaris terbenam,para tamu-tamu setan pun semakin banyak berdatangan, waktunya saya pulang,karna semakin lama saya disana akan semakin banyak pertanyaan yang muncul dari kepala saya. Munkin, cerita buk inet, telah mewakili bagaimana kehidupan malam di tepi pantai padang dan tenda cepernya.

 Moral, pemerintah dan kesmiskinan, merupakan kata kata yang saya rangkum senja itu. Agaknya, gempa yang sering terjadi akhir-akhir ini di padang, tidak menyurutkan niat para pedagang maupun pengunjung tenda ceper menjalankan aksi mereka di ranah malin kundang ini. Saya rasa, tidak berharap banyak pada pemerintah yang seolah-olah hanya diam dalam memberantas hal ini, razia- razia berkala pun tidak akan sanggup mencabut akar nya. Timbul prasangaka buruk saya, bahwa munkinkah hanya tsunami lah yang dapat memberantas semuanya? 
Reportase Avan.
×
Berita Terbaru Update