Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

KPK dan paradigma koruptor tentang Tuhan

14 Juli 2012 | 14.7.12 WIB Last Updated 2012-07-13T19:46:35Z

Apakah KPK dan Timtastipikor mampu memberantas korupsi di Indonesia? Jawabannya ialah tidak mungkin. Kedua lembaga hukum itu hanya mampu mengidentifikasi dan menghukum sebagian kecil tindak korupsi para koruptor di Indonesia. Mengapa sebagian kecil? Karena banyak pelaku korupsi yang memiliki kemewahan hak impunitas. Kedua, karena korupsi telah begitu merasuk dan meruyak ke dalam segala lapisan masyarakat di negara kita dari lapisan
teratas sampai lapisan terendah, sehingga tidak mungkin semuanya dapat diidentifikasi apalagi dihukum. Arah Pemberantasan Korupsi

Arah pemberantasan korupsi dapat 'top-down' dan 'bottom-up'. Pemberantasan korupsi yang 'top-down' ialah pemberantasan terhadap akibat perbuatan koruptif yang telah terjadi di dalam masyarakat. Pemberantasan korupsi yang 'bottom-up' ialah gerakan pemberantasan korupsi yang mulai dari akar rumput, berupa proses kegiatan penyadaran kepada para pelaku dan calon pelaku korupsi. Gerakan ke arah akar rumput ini bersifat gerakan pendidikan dan penyadaran akan nilai-nilai. Gerakan ini bersifat jangka panjang dan tertuju kepada generasi muda yang diharapkan kelak di kemudian hari tidak lagi bermental koruptif. 



Korupsi di Indonesia tidak mungkin diberantas dalam jangka pendek, paling sedikit diperlukan waktu satu atau dua generasi lagi. Setengah abad yang lalu korupsi di negara Korea Selatan, menurut narasumber pelaku bisnis setempat, hampir sama parahnya dengan keadaan di Indonesia saat ini, namun kini situasinya jauh lebih baik dan kurang koruptif dibandingkan situasi waktu itu.

Apa paradigma koruptor tentang Tuhan?
Apakah para koruptor itu beragama? Tentu saja ! Mereka mungkin malah sangat disiplin waktu beribadat, rajin beramal sedekah, dan rajin berziarah, namun tetap saja melakukan tindak korupsi.

Ada tiga paradigma koruptor tentang Tuhan

Pertama, mereka sama sekali tidak ingat Tuhan saat melakukan korupsi. Tuhan dianggap tidak campur tangan dalam soal bisnis atau keuangan. Bisnis adalah dunia kotor dan Tuhan tidak hadir atau campur tangan dalam kegiatan bisnis kotor. Mereka akan mengambil setiap peluang untuk memperoleh uang sebanyak-banyaknya.

Kedua, mereka menganggap Tuhan itu tidak adil. Yang kaya malahan diberi peluang untuk menjadi semakin kaya, sedangkan yang miskin tetap miskin malah menjadi semakin terpuruk. Maka jangan mau termasuk kelompok yang miskin karena hidup akan semakin sengsara. Mereka memilih untuk menjadi kaya bagaimanapun caranya karena Tuhan akan membuka peluang yang lebih besar bagi orang yang kaya.

Ketiga, mereka menganggap dirinya korban keadaan. Mereka merasa selalu tertimpa nasib sial, tidak hokkie, sedangkan kata orang nasib itu ditentukan oleh Allah. Maka untuk memperbaiki nasib mereka merasa tidak perlu lagi bergantung kepada belas kasihan Tuhan. Mereka merasa harus mengusahakan nasibnya sendiri dengan berbagai cara – termasuk korupsi – karena nasib baik terbukti tidak pernah diberikan kepada mereka.



catatan juswan the indonesian freedom writers
×
Berita Terbaru Update