Pariamantoday - #Humaniora - Dalam sejarah panjang modernitas Islam di Nusantara, Rahmah El Yunusiyyah berdiri sebagai figur yang melampaui zamannya. Lahir 26 Oktober 1900 di Padang Panjang, ia menyaksikan bagaimana tradisi dan kolonialisme bersekongkol menutup ruang bagi perempuan. Namun dari ruang yang sempit itulah, ia menciptakan sebuah lompatan ideologis. Pendidikan sebagai medan emansipasi.
Ketika Rahmah mendirikan Diniyah Putri pada 1 November 1923, ia sesungguhnya sedang merumuskan ulang relasi antara agama, pengetahuan, dan gender. Sekolah itu tidak hanya tempat belajar membaca Al-Qur’an, melainkan arena di mana perempuan Islam belajar berpikir, berdebat, dan memaknai diri sebagai subjek sejarah. Dalam perspektif modernitas Islam, langkah Rahmah ini adalah revolusioner, ia menjadikan Islam bukan sebagai benteng tradisi yang kaku, tetapi sebagai basis rasional.
Yang menarik, perjuangan Rahmah tidak berhenti pada pendidikan. Ketika republik ini belum genap lahir, ia sudah memimpin dapur logistik dan membentuk unit perbekalan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) di Padang Panjang. Perempuan yang di masa mudanya berjuang melawan struktur patriarki, kini juga melawan kolonialisme bersenjata. Dalam dua medan itu, pendidikan dan kemerdekaan, Rahmah menunjukkan bahwa pembebasan bangsa dan pembebasan perempuan memiliki akar yang sama. Pengetahuan dan kesadaran.
Setelah Indonesia merdeka, Rahmah terjun ke dunia politik melalui Partai Masyumi, membuktikan bahwa gagasan spiritual bisa bertemu dengan praksis politik. Pengakuan dunia datang kemudian. Universitas Al-Azhar memberi gelar “Syaikhah”, sebuah kehormatan langka bagi ulama perempuan. Dan pada 10 November 2025, negara akhirnya menyematkan gelar Pahlawan Nasional, sebuah bentuk restitusi simbolik bagi jasanya yang telah lama mendahului pengakuan itu sendiri.
Warisan Rahmah bukan hanya lembaga pendidikan yang kini tersebar hingga Malaysia dan Singapura, tetapi juga cara berpikir, bahwa Islam bisa menjadi basis pembebasan, bukan belenggu.
Dalam dialektika antara iman dan rasionalitas, antara tradisi dan modernitas, Rahmah El Yunusiyyah adalah bukti bahwa sejarah Indonesia dibangun bukan hanya oleh mereka yang mengangkat senjata, tetapi juga oleh mereka yang mengangkat pena dan membuka pintu sekolah bagi perempuan yang sebelumnya terbelenggu tradisi kaku. (OLP)