Padang - Pemerintah Indonesia melalui Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menggelar apel kesiapsiagaan di Kota Padang, wilayah yang dikenal sebagai salah satu kawasan paling rawan bencana di Asia Tenggara.
Apel yang berlangsung Rabu (7/5) di Monumen Tugu Gempa ini dipimpin oleh Sekretaris Utama BNPB, Rustian, yang mewakili kepala lembaga tersebut. Acara ini menjadi bagian dari upaya nasional untuk meningkatkan kesiapan menghadapi potensi bencana alam, termasuk gempa bumi dan banjir.
Dalam sambutannya, Rustian mengingatkan bahwa Provinsi Sumatera Barat menghadapi risiko multi-bencana, termasuk potensi gempa megathrust – jenis gempa dahsyat yang terjadi di zona subduksi.
"Megathrust ini belum pernah lepas. Kita berharap dengan adanya gempa-gempa kecil, energi dapat dilepaskan sedikit demi sedikit. Jika tidak, dampaknya bisa sangat besar," kata Rustian.
Ia juga menyoroti posisi geografis Kota Padang yang dikelilingi perbukitan dan berada dalam cekungan, membuatnya rentan terhadap banjir bahkan saat curah hujan sedang.
Bencana hidrometeorologi seperti banjir, tanah longsor, dan kekeringan disebut sebagai ancaman paling sering terjadi, dengan dampak sosial-ekonomi yang signifikan meskipun jarang menimbulkan korban jiwa.
"Kita tidak bisa memprediksi kapan bencana akan terjadi. Tapi kita bisa mempersiapkan diri. Apel ini adalah salah satu bentuk kesiapsiagaan yang perlu terus dilakukan," tambahnya.
Walikota Padang, Fadly Amran, dalam pernyataannya menyebut bahwa pemerintah daerah telah meluncurkan Program Unggulan Padang Sigap sebagai respons terhadap ancaman bencana di wilayah tersebut.
"Kami mengapresiasi pemasangan sistem peringatan dini (early warning system) di sejumlah titik di Sumatera Barat, terutama di Padang. Namun keberhasilan sistem ini bergantung pada pemahaman dan partisipasi masyarakat," jelasnya.
Ia juga menegaskan komitmen pemerintah kota untuk menyelenggarakan simulasi evakuasi secara berkala—tidak hanya di sekolah dan kelurahan, tetapi juga di skala kota.
"Masyarakat harus memahami jalur evakuasi dan prosedur penyelamatan. Tujuan utamanya adalah membangun kebiasaan tanggap darurat, bukan menunggu panik saat bencana datang," kata Fadly.
Acara ini dihadiri berbagai unsur, termasuk TNI, Polri, BPBD, relawan, dan komunitas siaga bencana, dalam upaya memperkuat kolaborasi lintas sektor untuk merespons risiko yang kian kompleks akibat perubahan iklim dan urbanisasi cepat. (Dion)