Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Imunisasi Rubela di Pariaman Baru Cakup 23 Persen

30 April 2019 | 30.4.19 WIB Last Updated 2019-04-30T09:29:39Z
Foto: Nanda
Pariaman - Penggiat imunisasi nasional, dr Piprim Basarah Yuniarso menyebut penyebaran informasi tidak benar tentang Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) ikut menjadi penyebab masyarakat takut untuk melakukan imunisasi. 

Hal itu banyak ditemukan pada orang tua di Indonesia yang pada akhirnya tidak mengimunisasi anaknya.

Kadangkala kejadian yang dialami pasca imunisasi tidak relevan dengan dampak yang dialami tubuh dalam merespon vaksin yang dimasukkan dalam tubuh. 

Kejadian yang dialami pasca imunusasi yang tidak terjadi dalam tubuh seperti lebam akibat benturan atau kecelakaan, kadangkali juga dikaitakan dengan pemberian imunisasi. 

"Misalnya ada warga kita yang setelah imunisasi mengalami kecelakaan sepeda motor. Tangannya patah, kakinya patah. Ini juga mereka katakan sebagai dampak setelah imunisasi. Padahal kaki dan tangannya patah karena kecelakaan tidak ada hubungannya dengan imunisasi. Kemudian informasi seperti ini menyebar dan menimbulkan kekuatiran masyarakat," jelasnya di Pariaman, Minggu (28/4) silam.

Apalagi, lanjut Piprim, penyebaran informasi di media sosial yang cepat bisa diakses dari smartphone menyebar luas dan bikin masyarakat "galau" untuk melakukan imunisasi.

"Informasi yang tidak benar tentang KIPI ini, tidak diimbangi dengan klarifikasi atau kampanye positif tentang imunisasi," lanjut Piprim.

Menurut Piprim, salah satu faktor kegalauan masyarakat adalah kehalalan vaksin atau imunisasi yang disediakan oleh pemerintah. Imunisasi vaksin yang belum terjamin kehalalannya, membuat masyarakat enggan berimunisasi.

"Pemerintah menyediakan vaksin yang sudah ada sertifikat halalnya itu salah satu solusi yang kedua terkait dengan KIPI efek samping ini yang sering nggak bener karena semua kejadian setelah imunisasi atau pasar selalu dikaitkan dengan gara-gara vaksin. Padahal tidak seperti itu," imbuhnya.

Ia mendorong agar pemerintah dan penggiat imunisasi melakukan kampanye positif tentang manfaat imunisasi agar masyarakat memahami penyakit yang rawan muncul, lebih berbahaya dibanding KIPI yang terjadi setelah imunisasi.

"Penyakit-penyakit berbahaya itu sudah dilupakan masyarakat karena jarang ditemui di rumah sakit. Jadi orang tidak takut lagi dengan penyakit seperti difteri, polio dengan tetanus, karena udah jarang. kenapa jarang karena imunisasi yang bagus," sebutnya.

Di Kota Pariaman sendiri, menurut Piprim, cakupan imunisasi Rubela masih rendah, yakni baru 23%. Cakupan itu masih sangat rendah dibandingkan di daerah Jawa yang telah mencapai 90%.

"Kita prihatin pemerintah telah mengeluarkan uang banyak, sasarannya adalah cakupannya harus tinggi agar rubela itu di kelompok umur 9 bulan sampai 12 tahun hilang," tandasnya. (Nanda)
×
Berita Terbaru Update