![]() |
Oleh Boedi Satria |
Kelemahan itu terkadang sangat merugikan para calon peserta Pilkades itu sendiri. Dari beberapa kelemahan, satu hal yang paling penting dibahas di sini adalah menyangkut fenomena coblos tembus surat suara. Kejadian itu terjadi hampir di seluruh desa yang menyelenggarakan pemilihan seperti di Desa Koto Marapak sekitar 125 suara, di Tungkal Utara sekira 90 suara, Pauh Barat sekitar 80 suara dan di beberapa desa lainnya hal serupa juga terjadi.
Banyaknya coblos tembus itu tentu sangat disayangkan di mana hilangnya hak pilih warga yang sudah bersusah payah datang ke TPS. Sayangnya fenomena coblos tembus yang acap terulang itu tidak diakomodir dalam Peraturan Daerah Kota Pariaman No. 6 Tahun 2016.
Dalam Perda tersebut dalam pasal 53 poin c hanya berbunyi tanda coblos lebih dari satu, tetapi masih dalam salah satu kotak segi empat yang memuat nomor, foto dan nama calon. Karena salah satu coblosan pada kasus coblos tembus yang fenomena itu tidak berada dalam salah satu kotak segi empat yang memuat hal di atas, maka surat suara dianggap batal oleh P2KD.
Walaupun ranahnya tidak sama, namun hal ini sangat kontradiktif/bertolak-belakang dengan tata cara pemungutan dan pengitungan pada Pemilihan Legislatif, Presiden, Pilkada Gubernur maupun Pilkada kota/kabupaten.
Dalam hal di atas, coblos tembus dianggap sah, jika;
1. Coblos tembus tersebut simetris atau sejajar dengan tata letak surat suara jika lipatan kertas dibuka.
2. Coblos Tembus tidak mengenai kotak segi empat yang memuat nomor foto dan nama calon lainnya
Sebagaimana diatur dalam surat edaran KPU No. 151/KPU/II/2017 tentang penyelenggaraan pemungutan dan penghitungan suara, disahkannya fenomena coblos tembus tersebut bertujuan untuk melindungi hak politik pemilih yang sudah datang ke TPS dan untuk mengantisipasi jika petugas di Tempat Pemungutan Suara (TPS) tidak menginformasikan dengan benar kepada pemilih bagaimana cara memilih yang baik dan benar. Untuk antisipasi petugas di TPS tidak mengingatkan pemilih untuk membuka terlebih dahulu lipatan surat suara.
Dalam rangka mengantisipasi fenomena coblos tembus dan untuk melindungi hak politik pemilih, maka sebaiknya P2KD dan Panwas Pemilihan Kepala Desa berkoordinasi terlebih dahulu dengan pihak-pihak yang yang berwenang seperti Pemerintah Kota Pariaman dan DPRD Kota Pariaman.
Jika memungkinkan, minta pendapat ahli tentang fonomena coblos tembus, seperti kepada pihak KPU --sehingga Pemerintah Kota Pariaman dapat melantik kepala desa terpilih yang bisa diterima oleh semua pihak dan hak politik masyarakat bisa diakomodir.
Jika memang coblos tembus itu nantinya dianggap sah, Pemerintah Kota Pariaman melalui BPM-Des dapat segera meminta surat suara tidak sah dalam Pilkades dibuka untuk dihitung ulang, terkait adanya surat suara yang coblosannya tembus secara simetris karena pemilih tidak membuka surat suara secara sempurna saat mencoblos. Surat suara seperti itu di sejumlah TPS dinyatakan tidak sah. Hal tersebut baik dilakukan oleh Pemko Pariaman agar pesta demokrasi di tingkat desa berjalan demokratis, aman tanpa gesekan.
Boedi Satria