Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Silatwapia 2015: Tepuk Panggulnya, Jika Membebek Pasti Itu Kambing

24 Oktober 2015 | 24.10.15 WIB Last Updated 2015-10-24T15:34:22Z



Acara silaturahmi wartawan piaman (silatwapia) tiga masa generasi berlangsung penuh keakraban di kantor PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) cabang Pariaman di Kampung Belacan, Pariaman, Sabtu (24/10). Silahturahmi yang sempat terputus beberapa tahun belakangan karena kesibukan masing-masing wartawan yang banyak beralih profesi, saling melepas rindu.

Wartawati Padang Ekspres Zikriniati sedari pagi sudah menyiapkan hidangan sarapan pagi pastel dua kardus besar yang dia bawa sendiri dari rumah. Kompor gas sumbangan Wakil Walikota Genius Umar yang dia serahkan sehari sebelum acara, untuk pertama kalinya digunakan merebus air guna membuat kopi, teh dan minuman lainnya. Nasi kotak dan nasi bungkus sudah tersedia sebelum acara dimulai pada pukul 11.00 WIB.

Para sesama wartawan senior saat bertemu setelah sekian lama sibuk dengan urusannya masing-masing terlihat bahagia selayaknya reunian. Mereka yang selama ini jarang menampakkan batang hidungnya di Pariaman bagai ditarik zona waktu ke masa-masa penuh kenangan di mana wartawan medio 2000-an ke bawah akrab dengan mesin ketik dan naskah berita dikirimkan melalui transfer kawat ke redaksi untuk kemudian dicetak menjadi surat kabar.

Susah senang yang sama dilaluinya dulu tervisualisasi dari binar matanya saat beradu pandang. Semua pemandangan itu kiranya disaksikan oleh wartawan junior.

Kisah dan cerita terlontar begitu saja saat mereka mengenang masa saat menjadi pemburu berita di Pariaman. Meski tidak semua wartawan sesukses Wiztian Yoetri dan Sukri Umar atau Indra Sakti, namun secara pribadi mereka tetap tidak berubah. Yang junior tetap menghormati senior karena sebagian mereka oleh binaan (senior) merekalah maka dia bisa meraih apa yang dia dapatkan sekarang ini. Para wartawan tanpa disadari memiliki jiwa corsa meski tidak melatihnya secara reguler.

Banyak sekali ilmu dan pengalaman serta pencerahan yang didapat wartawan junior dari para wartawan senior. Belum lagi tentang sejarah berdirinya kantor PWI Pariaman, dari pembebasan tanah hingga dibangunnya dan peralihan nama Balai Wartawan menjadi kantor perwakilan PWI Kabupaten Padangpariaman.

Sejarah itu menurut H. Wiztian Yutri karib disapa Ciwek tidak terlepas dari peran seorang wartawan paling senior piaman Nasrun Jon yang hingga kini masih aktif menulis. Dia adalah ketua peralihan Balai Wartawan menjadi PWI Perwakilan Padangpariaman. Dia juga seorang tokoh masyarakat dan saksi sejarah yang eksisitensinya masih berlanjut hingga kini.

"Bapak Nasrun Jon dulu diangkat almarhum Bupati Anas Malik sebagai sespri (sekretaris pribadi) dan bagian kehumasan karena keahliannya. Beliau juga punya peran sentral membebaskan tanah dan membangun kantor PWI ini," sebut Ciwek, wartawan senior yang mengawali karier jurnalistiknya di Pariaman. Dia bermitra dengan Walikota Pariaman Mukhlis Rahman yang saat itu menjabat Kepala Bagian Humas Kabupaten Padangpariaman.

Mantan Komisaris Koran Harian Padang Ekspres dan owner portal berita sumbarsatu.com yang juga pengusaha itu menyebut di Balai Wartawan (kantor PWI kini) dahulunya tempat semua wartawan berkumpul sebelum ke lapangan meliput berita.

Ciwek pada kesempatan itu kembali menegaskan bahwa darah daging seorang wartawan tidak lain adalah kode etik jurnalisme. Hal seperti itu menurutnya makin sensitif di tengah banyaknya wartawan yang mengabaikan sisi tersebut demi sebuah ekspektasi lain. Kode etik jurnalis ibarat nuraninya wartawan. Kompas moralnya para jurnalis.

"Wartawan juga seorang periset jika dihadapkan pada kebuah kasus atau peristiwa. Tidak hanya sekedar mengejar berita yang terlihat di permukaan," Wiztian Yutri menegaskan.

Pada Silatwapia perdana itu juga diusulkan agar PWI menerbitkan Buletin bulanan (Buletin adalah publikasi oleh organisasi yang mengangkat perkembangan suatu topik atau aspek tertentu dan diterbitkan secara teratur dalam waktu yang relatif).

Sementara itu aktivis media ternama yang ikut hadiri Silatwapia, Rahmat Wartira, SH memberikan pencerahan tentang tafsiran kode etik jurnalisme, UU pokok pers dan perusahaan pers. Lawyer asal piaman sekaligus mantan  direktur
(pendiri) LBH (Lembaga Bantuan Hukum) Padang pertama dan juga Ombudsman (pengawas) salah satu perusahaan surat kabar terbesar di Sumatera Barat ini menyebutkan, dikatakan seorang wartawan harus memiliki sense of journalism. Sense of Journalism itu adalah kode etik jurnalis, UU pokok pers dan UU perusahaan pers.

"Godaan seorang wartawan adalah dirinya dan pekerjaannya. Dia bisa mengkriminalisasi, bisa juga dikriminalisasi. Benteng pertama seorang wartawan adalah dirinya sendiri dan jangan pernah berniat mengkhianati profesi. Seorang wartawan harus berjiwa ksatria, harus murah menyebut kata maaf jika dia salah, jangan tunggu pula pengajuan hak jawab dari objek berita yang sudah dirugikan," kata Rahmat Wartira, Adek karib ia disapa.

Masih menurutnya, tidak ada pekerjaan yang tidak menanggung resiko, ibarat pepatah minang 'indak ado maambiak cikarau nan indak kanai luluak' karena cikarau itu sebutnya ada di dalam luluk itu sendiri. Dia juga mengatakan mengobati sengatan bisa adalah dengan bisa itu sendiri.

"Wartawan harus menjunjung tinggi nilai-nilai moral. Dari rumah sudah mengepalkan tinju waden indak sia lai. Dia tidak boleh mentang-mentang, apalagi dengan tujuan tertentu yang istilahnya mancari pacahan (mengancam lalu minta duit). Yang tipe ini bukanlah wartawan, tapi pemeras. Yang bertelinga panjang, bertanduk dan berjenggot, hewannya banyak. Tepuk saja panggulnya, jika itu kambing pasti membebek," kalimatnya hiperbolis.

Selain paparan Ciwek dan Adek, Silatwapia yang berlangsung santai selama 5 jam itu sesekali diselingi humor oleh Ketua PWI Ikhlas Bakri yang memang dikenal kocak mengacak kalimat saat berbicara. Sesekali ruangan riuh oleh tawa lepas.

Ikhlas Bakri juga dikenal memiliki memori diteil. Dia bisa mengingat suatu kejadian secara terperinci di saat oranglain mudah melupakan. Buku-buku dan undang-undang jika sudah dibacanya begitu mudahnya dia paparkan bait perbait maupun pasal-perpasal di kemudian hari. Begitu juga jalan-jalan yang pernah dia tempuh. Fenomena ingatan Ikhlas Bakri merupakan talenta yang sangat langka. Tak salah dia selalu juara I di sekolah yang pernah dia tempuh.

Di akhir Silatwapia, segala macam usulan, pandangan dan arahan dijadikan bahan kajian oleh PWI Pariaman. Silatwapia rencananya dilakukan tiga kali dalam setahun.

Pokok pikiran dan usulan itu antara lain ialah kembali menjadikan kantor PWI sebagai tempat berkumpulnya wartawan, diskusi, berbagi informasi lintas organisasi kewartawanan. Kemudian melengkapi buku biografi singkat wartawan piaman yang dicetakan pertamanya berjudul 'mengenal lebih dekat wartawan piaman' atau buku biru karena sampul bukunya dominan warna biru. Juga kata mufakat dukungan bersama menjadikan Sumatera Barat tepatnya di Padangpariaman sebagai tuan rumah HPN (Hari Pers Nasional) tahun 2017.

"Biografi wartawan senior dan wartawan piaman saat ini yang belum masuk, juga akan disatukan bersama buku Lebih Dekat dengan Wartawan Piaman untuk cetakan keduanya, sekaligus peggantian judul menjadi Sekelumit Kisah Disaksikan Pena, Biografi Sigkat Wartawan Piaman Tiga Generasi," kata dia.

Sebagaimana dia katakan sebelumnya, ada tiga generasi wartawan diklasifikasikan terhadap usia lahirnya (menyandang profesi) kelompok wartawan Piaman.

Klasifikasi itu menurut dia, wartawan sebelum tahun 1990, 1990-2000 dan di atas tahun 2000. Wartawan piaman paling senior atau generasi pertama dia katakan Nasrun Jon dan Munlika, kemudian generasi kedua Wiztian Yutri, Abe, Indra Sakti, Danil Aswad, Saharman Zanhar, Gusfen Khairul, Suardi Chaniago, Darmi Tanjung dan Ahsin Sulaiman.

Untuk generasi wartawan yang lahir tahun 2000 ke atas jumlahnya sangat banyak sekali pasca lahirnya UU Pokok Pers/No.40 Tahun 1999. Namanya akan memenuhi satu halaman berita jika disebutkan satu persatu.

OLP
×
Berita Terbaru Update