Bicara pasa pabukoan (Pasar kuliner untuk berbuka puasa) di Pariaman, kita bicara sala-manyala, gulai-manggulai, samba-manyamba dan mancaragam peminuman pabukoan. Sayangnya, di pasa pabukoan saat ini, menu pabukoan tradisional mulai langka di per-jajakan di lapak-lapak pasa pabukoan semacam perutan jus timun, talua gaguak, dan manalagi yang acap saya kenang memori medio 90an yang saya sendiri pun lupa nama menunya. Hal ini bersebab hukum selera kita yang telah bermigrasi, seperti dari kukus timun ke es teller. Hanya sala bulek yang tetap berjaya, selalu habis tak bersisa meskipun banyak pedagang berjualan serupa.
Sala bulek atau sala lauak juga terbagi dua versi, yaitu sala bulek kareh dan sala picak yang bentuknya mirip pergedel mungil. Rasanya juga beda. Sala picak tidak berderuk, namun tak kalah enak. Sala lauak sekarang lebih presisi disebut sala bulek, karena memang di dalamnya tidak ditemukan lauak kecil (ikan yang dibusukan dan dicincang ukuran mikro) lagi di dalamnya, sebagaimana tradisi aslinya.
Pasa pabukoan Pariaman 2014 terletak di area parkir lapangan Merdeka, Kota Pariaman. Para pedagang mulai menggelar dagangannya terlalu dini jika diukur dari rentang masuknya waktu berbuka puasa pada kisaran pukul 18.30 WIB. Mereka ada yang bahkan sudah stembay berdagang pembatal puasa tersebut tepat pada pukul 15.00 WIB.
"Ini bagus bagi keluarga yang tidak memasak selama bulan Ramdhan, namun menguntungkan bagi mereka yang tidak berpuasa. Pedagang tidak bisa disalahkan, kembali pada individu kita masing-masing para pembeli apakah kita beli untuk menu berbuka atau kita santap di rumah sebelum berbuka bagi mereka yang tidak berpuasa," ucap Irma (39), salah seorang warga yang mengaku mencurigai beberapa pembeli membeli minuman dan masakan terlalu dini untuk ukuran orang berpuasa.
Saat musim penghujan disertai badai pada Ramadhan tahun ini, memang mempengaruhi omset pedagang kuliner di pasa pabukoan. Belum lagi oleh pesaing pedagang dadakan non mainstream yang menggelar lapak di depan rumah mereka masing-masing.
"Jika cuaca bagus, Alhamdulillah dagangan kita selalu ramai disapa pembeli, khususnya kita-kita yang jualan gulai dan samba. Namun teman saya yang jualan minuman pabukoan sering bersisa dagangannya, karena bulan puasa kali ini di musim penghujan, juga badai kencang," kata seorang Uni-uni pedagang gulai dan samba untuk pabukoan di pasar pabukoan Pariaman.
"Dibanding saat jualan di lokasi pasa pabukoan lama (jalur dua arah stasiun kereta api), memang disini sedikit sepi. Tapi, yah kita mau apalagi," imbuhnya.
Sementara itu, Kabag Humas Pemko Pariaman, Hendri, S.sos, menanggapi hal itu mengatakan, lokasi pasa pabukoan sekarang lokasinya sangat bagus jika dibanding bertempat di lokasi jalur dua pasar Pariaman. Karena menurutnya, jika di jalur dua pasar Pariaman hal itu membuat pasar secara ke seluruhan akan semakin kumuh, tidak beraturan dan menghalang akses menuju lokasi wisata pantai Gandoriah.
"Lokasi sekarang sangat bagus penataannya, tinggal bagaimana pedagang menyajikan masakan yang enak dan higienis, serta harga yang kompetitif. Masakan yang memanjakan selera konsumen akan selalu dicari pembeli," ucap Hendri (13/7) via seluler pada kami.
Hendri tak menampik faktor cuaca pengaruhi omset para pedagang, terutama para pedagang minuman dingin.
"Jika cuaca dingin dan hujan tentu pedagang yang berjualan minuman dingin dan es-es-an sepi pembeli, namun masakan gulai dan samba tetap diburu konsumen mengingat orang lebih senang membeli masakan daripada memasaknya sendiri di rumah," pikirnya.
Kemudian Hendri juga mengatakan bahwa sekarang pedagang di pasar pabukoan saling berbagi rejeki dengan pedagang lainnya yang menyebar di hampir setiap desa dan kelurahan di bulan Ramdhan ini.
"Bagi-bagi rejeki di bulan Ramadhan itu baik. Pedagang kuliner yang menyebar juga sebagian punya langganan tersendiri karena dinilai selain dekat lokasinya dari rumah, yang mereka jual juga dinilai enak oleh konsumen," pungkas Hendri.
Oyong Liza Piliang