(image: ilustrasi)
Seorang bocah laki-laki kelas 1 itu Sekolah di SMP terpavorit di Kotanya. Dia adalah anak yang pandai jika rajin belajar dan bisa berubah jadi yang terbodoh jika tidaknya. Dia pernah ranking 32 dari 33 siswa ketika kelas 4 SD. Siswa ranking 33 yang mengalahkannya sebagai murid terbodoh tersebut ternyata seorang anak yang memang cacat secara mental. Dia menjadi murid terbodoh bukan karena malasnya belajar, namun karena disuruh menggalas ber-jo-jo oleh kakaknya yang juga susah hidupnya yang membuatnya tidak fokus sekolah. Dia adalah anak yang hidup dari satu kakak ke kakak lainnya yang sengaja dititipkan oleh Ibu-Bapaknya agar memperoleh pendidikan yang baik.
Ketika masuk ke SMP pavorit tersebut, dia lulus tanpa test. Dalam kelulusan SD, dia lulus dengan NEM tertinggi. Bocah laki-laki tersebut adalah anak yang pemalu. Dia tidak percaya diri dilingkungan sekolah barunya itu karena kebanyakan dari murid-murid yang bersekolah disana rata-rata anak orang berada, berangkat-pulang sekolah diantar jemput dengan mobil pribadi, juga motor roda dua yang masa itu tak dimiliki banyak orang.
Bocah itu tidak memiliki banyak teman di sekolah tersebut. Ia berangkat ke sekolah mengayuh sepeda sejauh 5 KM bersama seorang kawan yang kebetulan tetangga satu gang dengan rumahnya. Seragam yang dipakainya itu-keitu saja, dua stel seragam putih biru, 1 stelan olahraga dan 1 stelan Pramuka buatan rekanan sekolah ketika ia masuk.
Di sekolah, bocah itu tak banyak berinteraksi, dia selalu berpikir dia adalah anak yang tidak beruntung dibanding teman-teman selokalnya. Uang belanja dari rumahnya hanya 300 rupiah. Tak jarang sebelum sampai kesekolah tinggal separonya karena membeli es kelapa muda di separuh jalan menuju sekolah saking hausnya mengayuh sepeda. Dia adalah bocah yang mencerangut ketika melihat murid-murid lainnya lahap belanja di kantin sekolah ketika lonceng berdentang nyaring saat keluar-main.
Malaikat dilangit kasihan melihatnya tatkala menahan haus-lapar sehabis berolahraga karena tak punya uang saku buat dibelanjakan. Para Malaikat seakan hendak berzikir agar dimudahkan Tuhan nasib anak itu dikelak hari.
Bocah itu tak mengenal siapa dirinya dan bagaimana rupanya. Malaikat dan Dewi khayangan sepakat mengatakan bahwa bocah tersebut murid tertampan di lokalnya. Gadis-gadis banyak mendekatinya lewat berbagai cara. Satu-satunya cara untuk mendekati bocah tersebut "traktirlah dia" bisik malaikat pada seorang bocah perempuan anak orang kaya yang diam-diam menaruh hati mendalam kepadanya. Bocah perempuan itu sering kirim salam lewat radio yang tidak pernah didengarnya, Mentraktirnya, mengajak belajar bersama dirumahnya yang wow mewahnya.
Bocah lelaki miskin tersebut tak menamatkan sekolahnya disana. Hari berganti, tahun menghingga. Bocah itu kini dewasa sudah. Ia teringat akan teman perempuan semasa itu yang baru dia sadari sangat menyanginya. Namanya dia hapal luar kepala.
Lima tahun belakangan dia berusaha mencarinya, baik melalui teman lama yang ia jumpai di jejaring sosial maupun melacaknya dengan berbagai cara. Dia entah kemana... Namanya tiada terindeks dimesin pencarian google dan tidak terdaftar di facebook. Sebulan yang lalu dia ditelpon oleh seorang kawan yang ingin membantunya melacak keberadaan "sahabat kecil" perempuannya itu.
"Dia telah lama berpulang. Dia mengidap kanker dan sudah berobat kemana-mana, masih lajang ketika wafat tahun 2003," kalimat lirih diseberang sana.
Catatan Oyong Liza Piliang