Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

IJP: Pahlawan Era Global

20 November 2013 | 20.11.13 WIB Last Updated 2013-11-20T13:00:27Z




Tanggal 10 November diperingati oleh bangsa Indonesia sebagai Hari Pahlawan. Pertempuran heroik di Surabaya pada tanggal 10 November 1945 memberi inspirasi yang tidak pernah habis. Kisah itu menunjukkan keinginan luas untuk tidak lagi menjadi korban dari kolonialisme. Ketakutan atas kehadiran tentara pendudukan memicu perang besar atas nama jihad. Ribuan orang tewas di ujung peluru, baik di pihak Inggris dan sekutunya, terutama di pihak Republik Indonesia.

Kolonialisme memang membawa penderitaan panjang. Bukan saja dari sisi sumberdaya alam, terutama sumberdaya manusia. Hampir tidak ada waktu untuk melihat aspek penting dari ilmu pengetahuan. Yang ada adalah keterkungkungan dari banyak hal. Kebebasan hilang. Ketakutan muncul. Sikap kritis berarti pembangkangan dan pemberontakan. Protes berarti pintu penjara dalam sistem yang masih tradisional.

Namun, tidak semua yang dibawa kolonialisme berupa petaka semata. Belanda, terutama, mengajarkan tentang sistem administrasi yang dikenal sebagai birokrasi. Minat baca juga tumbuh, dengan pengenalan atas budaya tulisan dalam bentuk percetakan. Dari tulisan demi tulisan itu, muncul yang disebut sebagai printed nationalism. Media massa membawa unsur yang kuat atas kesamaan nasib. Upaya untuk memberangus tulisan – dan penulisnya – adalah salah satu cara agar pikiran itu tidak menyebar.

Kini, penjajahan dalam bentuk fisik sudah tidak ada. Yang nampak nyata dan sering diingatkan adalah ketergantungan kepada pihak asing. Asing di sini bisa berarti kekuatan korporasi dunia yang melemparkan produknya ke Indonesia, seperti pelbagai bentuk alat-alat telekomunikasi dan transportasi. Keduanya menjadi unsur penting dari globalisasi awal, selain turisme. Dunia tidak lagi memiliki batas-batas teritorial yang jelas, dihubungkan dengan sangat cepat oleh ketiganya: telekomunikasi, transportasi dan turisme.

Pertumbuhan ekonomi di Indonesia memang masih baik dibandingkan dengan banyak negara besar, seperti Amerika Serikat dan Eropa. Hanya saja, Indonesia telanjur dianggap sebagai konsumen dari barang-barang yang dikirim dari luar. Sekalipun dibuat di Indonesia dengan upah lebih murah, tetap saja pemilik saham dan tenaga ahlinya berasal dari luar. Indonesia membayar upah buruh dalam negeri berkali-kali lipat lebih rendah dari pekerja-pekerja asing. Ada tuntutan perbaikan upah. Hanya saja, kenaikan upah juga beresiko, yakni hengkangnya investor dari luar negeri.

Kita tak memaksakan diri sebagai bangsa untuk menggunakan bambu runcing, lebih nyaman mengelap-elap senjata canggih dari luar. Begitu kira-kira. Nasionalisme kita sama sekali belum berwujud upaya mengandalkan kemampuan di dalam negeri. Di bidang perfilman saja, misalnya, kita mengenal banyak sekali nama-nama super hero dari luar negeri. Asing, tapi jagoan. Tak berwajah Indonesia, namun diidolakan. Tentu kita bicara bukan atas sentimen nasionalisme buta, melainkan dari sisi produktifitas berbangsa di tengah persaingan global.

Visi kepahlawanan dalam konteks global tentulah mencarikan solusi atas penjajahan dalam artian moderen. Bukan hanya penjajahan, melainkan peperangan yang mengikuti. Perang moderen tentunya bukan lagi berupa pendudukan pasukan. Perang jenis ini kian hilang. Perang moderen lebih banyak berupa persaingan di bidang ilmu pengetahuan, ekonomi, teknologi, sampai kemampuan politisi dan sistem kepartaiannya.

Persenjataan terbanyak kini dimiliki oleh politisi. Itulah buah kepahlawanan yang mempertaruhkan nyawa sejak era penjajahan. Senjata itu berupa hak menyusun regulasi, anggaran, sampai mengawasi pemerintahan. Hal itu untuk politisi di parlemen. Sementara, politisi lain juga berkiprah di pemerintahan. Di sinilah diperlukan niatan dan tindakan untuk membangun Indonesia yang susah payah direbut dan dipertahankan ini. Politisi yang melakukan tindak pidana korupsi, misalnya, justru bagian dari pengkhianatan nilai-nilai kepahlawanan. Usia dan kisah hidup mereka tak akan panjang.

Pahlawan era global adalah yang berjuang bagi pemenuhan hak-hak warga negara, guna mencapai tujuan berbangsa dan bernegara. Tidak mudah, namun juga bukan hal yang mustahil. Mengisi kemerdekaan yang diraih, membangun generasi masa datang yang lebih sehar, berpengetahuan dan tidak potensial menjadi pekerja kasar di negara-negara lain. Kepahlawanan yang dinilai dari sisi karya. Kepahlawanan yang tak lagi berupa lubang peluru di jantung.


Indra Jaya Piliang
×
Berita Terbaru Update