Kalau anda rutin mengikuti segmen berita di
televisi khususnya hari Minggu pagi, hampir setiap pekan akan mendengar
berita mengenaskan tentang kecelakaan – entah tunggal atau melibatkan
lebih dari satu kendaraan – yang terjadi di wilayah hukum Polda Metro
Jaya. Hal ini kerap jadi perhatian saya, semisal mobil Mercy mewah yang
meluncur hingga “nyemplung” ke kolam di Bunderan HI, atau
sebuah kecelakaan tunggal beberapa bulan lalu di toll dalam kota Jakarta
dimana penumpangnya – seorang wanita muda dan pria – ditemukan dalam
kondisi nyaris tanpa busana. Juga kecelakaan sebuah mobil mewah dimana
didalamnya ditemukan narkoba dalam jumlah cukup besar.
Ada beberapa
kemiripan dari sekian banyak kasus kecelakaan yang terjadi pada malam
Minggu/ dini hari, antara lain : biasanya kendaraan pemicu kecelakaan
termasuk jenis mobil mewah, pengemudi dalam keadaan mengantuk berat
sehabis “dugem” atau bahkan lebih parah lagi dalam pengaruh alkohol atau drugs,
mobil dipacu dalam kecepatan tinggi dan umumnya waktu kejadian adalah
selepas tengah malam hingga dini hari. Kecelakaan di Tugu Tani, Xenia
maut yang merenggut 9 nyawa dan 5 terluka pada Januari 2012 juga terjadi
hari Minggu saat libur long weekend dalam rangka libur Imlek.
Begitupun kecelakaan yang diakibatkan kelalaian Rasyid Amrullah Radjasa,
terjadi jelang Subuh setelah pengemudinya merayakan malam pergantian
tahun.
Tadi pagi, sekitar jam 5.20-an, TV One dalam
segmen Kabar Pagi memberitakan kecelakaan yang melibatkan anak musisi
Ahmad Dhani, Abdul Qodir Jaelani alias Dul. Reportase langsung dari
pelataran RS Meilia Cibubur itu dilengkapi wawancara dengan polisi yang
menangani kasus tersebut dan dengan Ahmad Dhani. Menurut keterangan
polisi, kecelakaan bermula ketika sebuah sedan Mitsubishi Lancer yang
kehilangan kendali hingga menabrak pembatas jalan toll dan merangsek
masuk ke jalur yang berlawan arah, lalu menabrak mobil Avanza hitam dari
samping dan tetap melaju hingga menabrak sebuah Daihatsu Grand Max dari
depan. Lima orang penumpang Grand Max tewas seketika, sementara 11
orang lainnya dari ketiga kendaraan itu mengalami luka berat.
Polisi hanya menyebut bahwa sampai saat itu
belum diketahui apa penyebab hilangnya kendali sedan Lancer. Ketika
wartawan bertanya benarkah pengemudinya masih di bawah umur, barulah
polisi membenarkan bahwa penumpang Lancer hanya 2 orang dan keduanya
masih berumur 13 dan 14 tahun. Hal ini cocok dengan keterangan Dhani
yang mengakui anaknya sedang bersama temannya di mobil tersebut, seusai
mengantar pulang pacarnya. Artinya : apapun penyebab sedan Lancer hilang
kendali, fakta bahwa pengemudinya adalah ABG usia SMP sudah cukup
membuktikan bahwa Lancer penyebab kecelakaan beruntun ini dikemudikan
oleh orang yang belum dewasa dan belum memiliki ijin mengemudi. Terlepas
apakah mereka sedang di bawah pengaruh miras atau tidak, sebab saat ini
masih dilakukan pemeriksaan atas urine dan darah Dul.
Herannya, sekitar 10-11 jam pasca kecelakaan, ketika saya mencoba googling berita dengan kata kunci “dul kecelakaan”, hampir semua portal berita dan media online memberikan judul “Dul salah satu korban
kecelakaan”. Dua media televisi, melalui tayangan infotainment pun
telah menyebut kronologis kejadian yang sama, yaitu bermula ketika mobil
yang dikendarai Dul hilang kendali dan seterusnya.
Dalam segmen Berita
Siang di Metro TV, bahkan disertai grafis yang menunjukkan kronologi
serta posisi masing-masing mobil pada saat kejadian. Bahkan dari
hasil olah TKP diketahui bahwa pembatas jalan toll sampai jebol dan
menempel pada bodi mobil sedan Lancer milik Dul yang saat itu melayang
ke jalur seberangnya. Kendati demikian, tetap saja polisi
menyebutkan belum bisa menentukan apa penyebab kecelakaan itu. Jika si
Dul disebut “korban”, maka sesungguhnya siapakah pelaku “penyebab” kecelakaan?
Berbeda dengan kecelakaan Xenia maut Afriani
atau BMW maut Rasyid Radjasa, dimana media dan polisi bisa langsung
menyebut siapa yang menjadi penyebab kecelakaan, dalam kasus ini tetap
dinyatakan belum diketahui penyebab kecelakaan, meski sudah dipastikan
Dul-lah yang berada di belakang kemudi sedan Lancer saat kecelakaan itu
terjadi. Dalam keterangannya ketika ditanya wartawan, seorang polisi –
maaf saya lupa nama dan jabatannya – menyebutkan bahwa Dul anak yang
masih di bawah umur, sehingga berlaku Undang-Undang Perlindungan Anak.
Dalam hal ini Dul adalah anak yang mendapat perlakuan yang salah dari orang tuanya, sehingga orang tuanya terancam akan dicabut hak asuh atas anaknya. Disebutkan pula, jika orang tua si anak yang mengijinkan anaknya mengemudi, maka orang tuanya diancam pidana 5 tahun penjara.
Situs kapanlagi.com menyebutkan
mobil itu adalah pemberian Ahmad Dhani sebagai hadiah ultah ke-13 untuk
Dul yang jatuh pada 23 Agustus lalu. Tak dinyana, 2 pekan kemudian
hadiah mewah itulah yang mencelakakan Dul. Memberikan suatu barang sebagai hadiah ultah bagi anak, berarti mengijinkan si anak menggunakan barang tersebut.
Apa bedanya memberi hadiah baju, sepatu, mainan, alat olah raga,
perangkat komputer, gadget dengan mobil? Esensinya sama bukan? Ini untukmu, Nak. Silakan saja kau pakai sesukamu, ini kami hadiahkan untukmu, maka barang ini sepenuhnya milikmu.
Masalahnya : bijakkah memberikan ABG yang masih labil emosinya dan
masih belum matang pemikirannya sebuah mobil? Kelalaian menggunakan
bukan hanya berakibat nyawa si anak yang terancam bahaya, tapi nyawa
orang tak bersalah disekitarnya pun bisa kena getahnya.
Setiap tahapan usia anak selalu memiliki batasan
apa yang pantas dan tidak pantas, bahkan apa yang boleh dan tidak boleh.
Semisal, anak usia 4 bulan hanya boleh minum ASI, kalaupun diberi
asupan tambahan hanyalah susu formula yang tepat bagi bayi seusianya.
Adakah orang tua – sekaya apapun – yang mencoba mencekokkan kopi
kualitas terbaik di dunia bagi bayinya, meski harga secangkir kopi itu
ratusan ribu rupiah? Bayi umur 7 bulan yang baru boleh diberi makanan
tambahan berupa bubur bayi/saring, adakah ortu tajir yang menyuapi
bayinya dengan tenderloin steak bikinan chef terkenal
dari restoran termahal? Bayi umur 1,5 tahun yang baru belajar berjalan
umumnya dibelikan sepatu empuk yang kalau diinjak menimbulkan bunyi
menarik sehingga si anak termotivasi untuk melangkah. Adakah ortu
terkaya yang membelikan anak umur 1,5 tahun sepatu fantovel berhak
tinggi merk Bally sekalipun? Tentu semua jawaban dari pertanyaan itu adalah TIDAK. Sebab dapat membahayakan keselamatan dan kesehatan si anak.
Lalu kenapa ketika anak mulai beranjak remaja, orang tua kerap terburu-buru memberikan barang yang tak sesuai dengan usia si anak?
Padahal, kesalahan memberikan barang itu bukan hanya membahayakan
keselamatan si anak, melainkan banyak orang lain bisa jadi korban.
Beberapa bulan lalu saya pernah membaca sebuah berita di internet,
seorang milyuner asal India – kalau tak salah ingat – menghadiahi
anaknya sebuah mobil mewah saat ultah si anak yang masih di bawah 17
tahun. Negara kemudian menghukum ayah si anak tersebut dengan denda yang cukup besar dan menyita mobil mewah tersebut. Lho kenapa? Bukankah dia beli dengan uang sendiri? Toh itu juga anaknya sendiri? Benar, tapi pertimbangan hukumnya : tindakan si ayah yang tak bijak itu berpotensi mencelakakan si anak dan orang lain, para pengguna jalan.
Di Indonesia sendiri bagaimana? Sekitar setahun
lalu ada kerabat seorang artis/pesinetron yang tewas dalam kecelakaan
maut saat mengendarai mobil mewah. Gadis cantik itu mendapat mobil
sebagai hadiah ultahnya. Tampaknya bagi sebagian kaum tajir metropolitan,
memberi mobil mewah untuk hadiah ultah anak sudah jadi sesuatu yang
biasa. Tak terpikirkan oleh mereka kemungkinan hadiah itu justru
berbalik jadi pencabut nyawa anak mereka. Belum lagi kalau si anak
mengemudikannya di jalan raya/jalan toll, pemakai jalan lainnya bisa
kena getahnya.
Jika benar Undang-Undang Perlindungan Anak
sudah mengakomodir pasal tentang perlakuan salah terhadap anak dari
ortunya bisa berakibat hak asuh atas anak dicabut, maka kasus yang
menimpa Dul ini bisa jadi momentum yang tepat untuk menerapkannya. Di
negera yang lebih maju peradabannya, orang tua yang kerap berlaku tak
senonoh di depan anak, menderita ketergantungan pada alkohol dan drugs,
serta hal-hal lain yang dianggap tidak baik bagi perkembangan jiwa
anak, maka negara akan mencabut hak asuh anak dan selanjutnya pengasuhan
anak di bawah perwalian negara, jika tak ada sanak keluarga lain
mengasuhnya.
Sebagai pesohor yang kisruh rumah tangganya kerap disorot infotainment,
publik sudah faham bahwa putusan hukum dari perceraian Dhani–Maya
adalah memberikan hak asuh anak kepada Maya. Namun, meski Maya sudah
memenangkannya sampai ke tingkat kasasi, tetap saja Dhani menguasai
pengasuhan atas 3 anak mereka. Dhani selalu berdalih dirinya sanggup
mendidik ketiga anaknya dengan baik. Bahkan ketika 2 tahun lalu beredar
foto Al (anak sulungnya) sedang memegang rokok dan sebotol miras, Dhani
berkilah itu terjadi karena si Al sedang menginap di rumah Bundanya.
Padahal, kejadian seperti itu bukanlah hasil dari perbuatan sesaat saja.
Bahkan belakangan terungkap bahwa “lari”nya Al ke rumah Bundanya karena
dia sedang marah dan merasa tak nyaman dengan kondisi rumah ayahnya,
dimana Dhani memboyong Mulan dan bayi mereka ke rumahnya. Semestinya,
Dhani introspeksi, tidakkah ia juga punya andil membuat anaknya lari ke
rokok dan minuman keras?
Perilaku Dul berkendara meski tak punya SIM, terjadi karena difasilitasi oleh ayahnya.
Dengan membelikan mobil untuk Dul, berarti Dhani sengaja mengijinkan
anaknya berkendara. Kini, Dul sudah jadi korban ketidakbijakan sang
ayah. Anak itu tentu menderita 2 kali : menderita tekanan psikis dan
trauma akibat kecelakaan, apalagi bila ia tahu ada 6 nyawa – satu orang
lagi meninggal sekitar jam 9 pagi di RS –melayang akibat kelalaiannya,
serta menderita fisik akibat patah kaki. Dul memang belum layak
dipidanakan karena masih di bawah umur, maka selayaknya ayah yang telah
memfasilitasinya untuk mengendari mobil itulah yang menanggung akibat
hukumnya. Apalagi, jika ternyata anak itu tidak pernah dikontrol kapan,
dimana dan sampai jam berapa ia boleh berkendara. Seorang anak umur 13
tahun, lewat tengah malam masih kebut-kebutan di jalan toll, bukankah
ini hasil didikan yang tidak baik? Anak memang selalu jadi korban,
terutama jika orang tua berpikir melimpahi anak dengan hadiah mewah
identik dengan menyayangi anak.
Semoga saja dalam kasus ini, pihak
yang paling bertanggungjawab atas kelalaian si anak, dapat dijatuhi
hukuman pidana karena telah memperlakukan anak dengan cara salah. Agar
jadi pelajaran bagi orang tua lainnya.
Catatan Ira Oemar Freedom Writers Kompasianer