Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Penangkapan Rudi Rubiandini: Integritas Pribadi atau Kelemahan Sistem

14 Agustus 2013 | 14.8.13 WIB Last Updated 2013-08-15T05:25:05Z
137647197968716598
Rudi Rubiandini ketika tiba di Gedung KPK Rabu dini hari tadi (sumber : Metro TV; foto : Kompas.com)


Pagi tadi, saya baru mengikuti tayangan berita jam 6.30 dan langsung terkaget-kaget karena sepagi itu Metro TV menayangkan Exclusive Breaking News dari Gedung KPK. Yang lebih mengagetkan lagi, karena fokus berita adalah tokoh yang ditangkap tangan KPK, yaitu Kepala SKK Migas yang juga mantan Wamen ESDM, Rudi Rubiandini. Seseorang dengan latar belakang non parpol, seorang akademisi – profesor di Institut Teknologi Bandung – yang selama ini integritasnya dinilai baik. Namun mengira KPK asal main tangkap tanpa didukung bukti awal yang kuat, rasanya juga tak mungkin KPK segegabah itu. Apalagi dengan adanya barang bukti berupa uang senilai 400.000,- USD yang langsung disita dari rumah Prof. Rudi sesaat setelah penggeledahan, menunjukkan bahwa indikasi yang bersangkutan menerima sejumlah besar uang dari pihak lain, sudah cukup kuat.

Diduga, uang 400 ribu dolar Amerika itu bukan baru pertama kali diterima Prof. Rudi. Disinyalir beliau sudah pernah menerima 300.000,- USD sebelumnya, yang diduga suap dari Kernel Oil. Kalau benar begitu, jumlah yang setara 7 milyar rupiah lebih itu tentu tak sedikit. Sementara pihak SKK Migas sendiri, melalui Kepala Humas-nya yang dihubungi melalui sambungan telepon oleh Metro TV, mengaku belum bisa memastikan kebenaran kabar suap tersebut, mengingat Kernel Oil bukanlah operator yang menguasai tambang migas. Lalu, seberapa besar peluang Rudi Rubiandini menerima suap? Bukankah selama ini integritas beliau dikenal cukup baik?

BENARKAH RR MUSANG BERBULU AYAM?

Menurut sebuah berita di Kompas.com, Rudi Rubiandini (RR) beberapa waktu lalu memang dilaporkan ke KPK terkait dugaan menerima suap dari perusahaan migas. Entah pihak mana yang melaporkan, dalam berita itu tak disebutkan dengan jelas.

SKK Migas (Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi) adalah unit kerja yang dibentuk pasca pembubaran BP Migas melalui keputusan Mahkamah Konstitusi sebagai bagian dari uji materi Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Migas. MK berpendapat bahwa keberadaan BP Migas tidak konstitusional, bertentangan dengan tujuan negara tentang pengelolaan sumber daya alam dalam pengorganisasian pemerintah. Bahkan MK sudah mengendus adanya praktik-praktik mafia dalam tubuh BP migas, berpotensi terjadinya inefisiensi dan membuka peluang adanya penyalahgunaan kekuasaan negara. Menyikapi pembubaran BP Migas ini, menurut Mahfud MD – Ketua MK saat keputusan itu diketok palu – Rudi Rubiandini orang yang paling kebakaran jenggot dan menentang putusan MK.
Bahkan, Mahfud MD secara telak menyebut RR adalah “musang berbulu ayam” dan berharap RR dihukum berat, karena orang seperti ini dianggapnya merugikan negara dengan menggerogoti dari dalam lembaga yang dipimpinnya. Bahkan Mahfud MD menyatakan dengan tertangkap tangan RR menerima suap, berarti dugaan MK terbukti.

Lain lagi dengan Drajad Wibowo, mantan anggota DPR RI yang juga Wakil Ketua Umum PAN. Politisi yang berangkat dari latar belajang akademisi ini menilai RR kini tak lagi idealis sejak beliau bersedia masuk ke BP Migas dan menjadi Wakil Menteri ESDM. Hal ini karena sebenarnya sebagian besar pandangan RR sangat berbeda dengan Pemerintahan yang sekarang. Dengan kata lain, ketika beliau bersedia masuk ke dalam lingkaran kekuasaan, maka idealisme itu sudah berubah.

13764723171318188264
foto : Kompas.com

KESALAHAN SISTEM YANG MEMBUKA PELUANG KORUP?

Berbeda dengan Mahfud MD dan Drajad Wibowo, Wakil Ketua DPR Pramono Anung yang juga alumni ITB, menyatakan bahwa besarnya kewenangan pemangku jabatan Kepala SKK Migas, cenderung membuat siapa saja terjerumus ke dalam tindak pidana korupsi. Tak adanya lembaga pengawasan di internal SKK Migas yang saat ini hanya diawasi oleh DPR, membuat siapa saja yang berada di situ bisa ikut korupsi, karena sistemnya membuka peluang untuk korupsi. Pramono menyebut RR sebagai akademisi yang jujur dan sederhana.

====================================================

Apapun penyebab terjadinya tindak pidana suap, baik dari sisi penyuap maupun penerima suap, penangkapan Prof. Rudi Rubiandini sangat memprihatinkan. Ini akan makin menggerus kepercayaan masyarakat kepada semua tokoh, yang makin hari sudah makin menipis. Jika kepercayaan kepada tokoh politik/politisi, terutama yang duduk di parlemen bisa dibilang sudah mencapai titik nadir, publik masih menaruh harapan pada sedikit tokoh yang memiliki integritas moral baik yang berasal dari non parpol. Terutama mereka yang berlatar belakangan akademisi, yang dianggap lebih mengedepankan intelektualitas ketimbang ambisi kekuasaan dan keinginan untuk memperkaya diri dan kelompoknya.

Patut disayangkan, jika benar beliau seseorang yang idealis, begitu mudahnya idealisme luntur hanya karena sistemnya memungkinkan beliau untuk menggunakan kewenangan yang besar sebagai alat barter dengan perusahaan migas, demi segepok dollar yang masuk ke kantong pribadi. Semestinya beliau justru bisa melihat lubang-lubang yang perlu ditambal dan mengusulkan perbaikan untuk menutup celah dan peluang korupsi itu, bukan justru memanfaatkannya. Apalagi, dalam penggeledahan di rumah beliau, KPK turut pula menyita sebuah moge (motor gede) merk BMW yang diduga merupakan bagian dari suap atau gratifikasi yang diterima Rudi, yang kini sedang didalami oleh KPK.

Akhirnya, saya hanya bisa berharap agar KPK masih punya cukup banyak stamina untuk terus bekerja dan bekerja. Karena kasus-kasus korupsi, suap dan gratifikasi di negeri ini seolah tak pernah ada hentinya, saling susul menyusul. Melibatkan hampir semua pejabat baik yang berasal dari parpol maupun non parpol. Kini, akademisi pun (diduga) turut jadi pelaku. Mungkin benar kata tokoh Bang Napi : “Kejahatan terjadi bukan saja karena ada niat pelaku, tapi karena adanya kesempatan. Waspadalah!! Waspadalah!!!” Selamat bekerja KPK.

Catatan Ira Oemar Freedom Writers Kompasianer
×
Berita Terbaru Update