Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Bencana Moralitas Dimulai dari Pendidikan Dasar ( Beredarnya Konten Porno Di Buku SD )

14 Juli 2013 | 14.7.13 WIB Last Updated 2013-07-14T11:07:13Z
1373542073256344865
Ilustrasi/Admin (Kompas.com/M. Latief)

Lagi dan lagi-lagi, kita dikejutkan beredarnya buku untuk siswa SD yang isinya sangat tidak pantas dibaca anak SD. Bukan karena terlalu rumit dicerna, tapi karena konten pornografi dan sensualitas yang digambarkan melalui deretan kalimat-kalimat yang vulgar. Katakanlah itu buku anak SMP sekali pun, tetap saja tak pantas ada di buku sekolah.

Adalah SDN Polisi dan SDN Gunung Gede, Bogor yang merekomendasikan sebuah buku Bahasa Indonesia untuk siswa kelas 6 yang bisa dibeli di toko buku tertentu. Buku seharga Rp. 31.500,00 itupun dibeli para wali murid. 

Jaman sekarang, kalau guru sudah menginstruksikan – walaupun berdalih tanpa paksaan – tetap saja wali murid akan mengupayakan membeli demi anak mereka bisa mengikuti pelajaran dengan baik. Kembali ke buku tersebut, salah satu orang tua siswa bernama Pak Azwar, menemukan bahwa di halaman 55-60 terdapat sebuah cerpen yang didalamnya berisi cerita tentang seorang wanita yang menjadi PSK di kota karena masa lalunya yang kelam, pernah diperkosa oleh seorang mandor hingga hamil dan melahirkan seorang anak. 

Bukan hanya cerita garis besarnya saja, tapi cerpen itu pun menggambarkan dengan detil bagaimana awalnya wanita itu menjajakan tubuhnya di sebuah warung remang-remang. Tak ketinggalan pula bagaimana “proses” dia menggugah gairah lelaki. Saya tak ingin mencopy-paste disini, tapi kalau anda ingin tahu bagian/kalimat seperti apa yang ada di buku itu, silakan click disini, berita dari Detik.com.

13735415721513663677
buku Bahasa Indonesia kelas 6 SD yang berisi cerpen bermuatan porno (foto: news.detik.com)

Bagaimana mungkin sebuah cerpen yang tidak diperuntukkan bagi anak usia SD bisa masuk dalam sebuah buku berlabel “buku pelajaran Bahasa Indonesia”. Tahukah anda, apa yang ditugaskan pada siswa seusai membaca cerpen tersebut? Buku itu meminta siswa membuat ringkasan cerita tersebut. Tak berhenti samapi di situ, siswa juga diminta untuk bisa mencari pesan moral dan mempresentasikannya di depan kelas. How come?! 

Bagaimana daya tangkap seorang anak SD yang – seharusnya – masih lugu, harus merangkum cerita itu, mencari pesan moralnya dan mempresentasikan di depan kelas. Bagaimana kalau mereka salah fokus dan justru detil penggambaran adegan wanita dan pria dewasa itu yang justru mendominasi sinopsis mereka? Bagaimana kalau mereka kemudian justru lebih tertarik menggambarkan jakun yang bergerak-gerak karena birahi, lalu menawarkan minuman keras pada wanita dan kemudian peluk cium yang ingin dipresentasikan di depan kelas? Edan! Hanya satu kata itu yang pantas diucapkan.

13735369731349535930
screen shoot koleksi pribadi

Pengarang cerpen itu, Deddy Tri Riyadi, menyatakan dirinya sama sekali tak tahu menahu cerpennya – bergenre sastra untuk dewasa – bisa dimasukkan ke buku pelajaran siswa SD. Menurutnya, ia sama sekali tak pernah dihubungi penerbit. Dengan kata lain penerbit mencomot begitu saja tulisannya dari blog pribadinya, tapi kemudian di dalam buku itu mencantumkan blog lain sebagai sumbernya. Padahal menurut Deddy, jika saja penerbitnya menghubunginya terus terang mengatakan butuh tulisan cerita sastra untuk anak-anak, ia akan memberikan tulisannya yang lain yang memang untuk anak usia SD.

Makin jelaslah kebobrokan moral penerbit. Mencuri karya orang lain, lalu menerbitkannya menjadi buku pelajaran sekolah. Jangan-jangan, bukan hanya satu cerpen itu saja yang hasil curian. Hasil durian lalu diklaim didapat dari sumber lain, ini jelas bukan sebuah keteledoran tak disengaja. Sebelum mengunduh dan mencetaknya menjadi buku pelajaran, penerbit pasti sudah melakukan editing. Jadi, sekali lagi muatan-muatan seperti ini jelas sebuah kesengajaan. Sebuah upaya serius untuk mengajarkan hal-hal yang belum sepantasnya dicerna siswa SD. Lalu apa motivasi di balik itu?

13735370972088399600
LKS bahasa daerah Jawa kelas 3 SD di Kudus (foto : www.lintas.me)

Pada pekan kedua bulan Nopember 2012 lalu, kita juga dikejutkan dengan berita tentang buku pelajaran bahasa daerah bagi siswa SD kelas 3 yang beredar di sebuah sekolah di Kudus, Jawa Tengah, yang berisi “ajaran sesat” tentang rahasia awet muda dari seorang kakek. Saat itu kebetulan saya berencana membuat tulisan tentang hal ini, tapi karena kesibukan rutin, tulisan itu tak sempat diselesaikan. Kini saya buka kembali penggalan tulisan saya yang tak selesai, untuk menyegarkan kembali ingatan saya tentang “kesesatan” buku berbahasa Jawa itu. Waktu itu saya menonton beritanya pertama kali di segemen berita sore Trans 7, lalu selang 2-3 hari, Metro TV menayangkan secara jelas – di-shooting zoom – pada bagian yang sudah diberi highlights.

Dalam LKS bahasa daerah siswa kelas 3 SD itu, pada bab “resep awet muda”, dikisahkan seorang kakek yang memberikan nasehat kepada seorang anak muda, tentang rahasia awet mudanya. Kurang lebih kisahnya : “Yen bengi sakdurunge turu aku nyimeng dhisik. Isuk sakwise sarapan aku mesti ora lali ngombe omben-omben ra ketang 2 gendhul”. (Kalau malam sebelum tidur aku nyimeng dulu. Pagi selesai sarapan aku tak pernah lupa minum minuman (keras) meskipun “hanya” 2 botol).

1373537162980861168
foto : m.loveindonesia.com

Dalam tayangan itu ditunjukkan audio visual ketika sI ibu guru membacakan bab itu pada siswa siswinya yang memandang dengan tatapan polos dan lugu. Menurut berita itu, dari “nasehat” sang kakek inilah anak-anak baru tahu arti kata “nyimeng” = mengisap ganja! Bahkan pada paragraf lain juga disebutkan salah satu resepnya adalah kebiasaan merokok. Ini jelas sudah mengajarkan kesesatan. Bukan hanya secara moralitas mengajarkan pada anak bahwa perilaku mengisap ganja, minum miras, merokok seolah halal dilakukan, tapi juga jelas bertentangan dengan kesehatan. Mana mungkin ganja, rokok dan miras bisa memperpanjang umur (membuat awet muda) padahal jelas pada kemasan rokok justru tertulis menyebabkan beragam penyakit.

Mau dibawa kemana anak-anak didik kita? Bukankah anak se-usia mereka semestinya masih polos dan lugu, memahami apa yang diajarkan begitu saja, belum bisa menyaring mana informasi yang baik dan buruk. Anak kelas 3 SD di Kudus dikenalkan pada kebiasaan buruk yang merusak fisik dan mental, anak kelas 4 SD di Jakarta dikenalkan istilah “istri gelap”, lalu anak kelas 6 SD diberi gambaran visualisasi melalui kalimat tentang persetubuhan yang dilakukan bukan oleh pasangan yang sah pula!

13735372091617799443
foto : www.youtube.com

Rasanya sulit dipercaya bahwa semua materi ajar yang sesat itu adalah sebuah ketidaksengajaan belaka. Penulis buku tak tahu, penerbit juga tak tahu, distributor buku dan agen penjualannya tak tahu, yang lebih parah lagi : guru pengajar juga tak tahu! Mereka baru tahu ketika ada orang tua/wali murid yang memprotes atau ketika pelajaran sudah sampai pada bab tersebut. Anehnya, buku yang tak diketahui isinya oleh guru ini justru dijadikan buku ajar dan direkomendasikan kepada siswa agar membelinya. Sulit untuk memungkiri bahwa ada motif ekonomi di balik itu. Semestinya Depdikbud tak hanya merasa kaget dan mengaku kecolongan. 

Tapi usut tuntas setiap kali terjadi kasus seperti ini. Mulai dari hulu sampai hilir : siapa guru pengajar yang merekomendasikan, adakah peran Kepsek ikut memerintahkan guru agar menggunakan buku itu, siapa agen/distributor bukunya, siapa penulis dan penerbit buku. Selama ini solusinya hanya sebatas memerintahkan penarikan buku, selesai! Tak pernah terdengar kabar ada sanksi hukum yang tegas bagi oknum-oknum yang terlibat peredaran buku “sesat” semacam itu.

Sekolah Dasar adalah tahap awal siswa belajar segala hal di luar keluarganya. Semestinya mereka tak hanya dijejali pengajaran akademis semata, tapi justru lebih ditekankan pada pendidikan moral dan pembentukan emotional quotient yang baik. Dulu, pelajaran PMP jaman saya SD lebih banyak menekankan bagaimana praktek-praktek hidup bermasyarakat yang seharusnya dijalankan. Esensi persatuan, toleransi, gotong royong, saling menghormati, etika dan kesantunan pada yang lebih tua atau pada yang patut dihormati. Saya tak tahu, masih adakah pelajaran seperti itu jaman sekarang. Kalau pun ada, tidakkah LKS-LKS bermuatan sesat itu justru mementahkan pelajaran moral yang diajarkan di mata pelajaran lain? Tidakkah anak SD jadi bingung dengan ajaran yang sangat bertolak belakang?

13735372491399917241
LKS berisi cerita istri gelap Bang Maman (foto : news.detik.com)

Sungguh kasihan anak-anak SD kita, mereka korban paling mengenaskan dari komersialisasi pendidikan oleh sekelompok oknum tak punya hati nurani. Kalau mau merusak moralitas dan mental seseorang, memang paling efektif jika dilakukan sedini mungkin. Dan itu sudah terjadi di sebagian Sekolah Dasar di berbagai daerah. Ironisnya lagi, hampir semua kejadian itu selalu menimpa sekolah negeri, yang nota bene semestinya betul-betul di bawah pengawasan Depdikbud.

Kenapa Depdikbud tak menghidupkan lagi buku paket seperti jaman Orde Baru dulu? Penerbitnya BUMN Balai Pustaka. Selain isi dijamin terkontrol sepenuhnya, materi ajar pun bisa distandarkan seluruh Indonesia. Ah, rasanya kita makin mundur kalau bicara soal pendidikan. Hanya bisa berdoa semoga anak-anak kita kelak tidak jadi anak yang pintar otaknya tapi bobrok moralnya.

Catatan Ira Oemar Freedom Writers Kompasianer
×
Berita Terbaru Update