Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Ketika Wanita Pengaruhi Keputusan Pria

30 Mei 2013 | 30.5.13 WIB Last Updated 2013-05-30T14:41:41Z
13698939671246988568
CLEOPATRA (foto : commons.wikimedia.org)

Kalau ada film Hollywood yang sering di putar di layar kaca, setidaknya sependek ingatan saya ada 2 judul yang paling kerap diputar ulang : Pretty Woman dan Titanic. Keduanya saya suka, terutama Pretty Woman yang ringan, sedikit lucu tapi sarat pesan moral. Di film itu dikisahkan seorang pelacur jalanan mampu mempengaruhi pola pikir seorang milyuner dan pebisnis ulung.

Richard Gere yang berperan sebagai Edward Lewis, jutawan muda ganteng, tak sengaja tersesat ke sebuah kawasan “lampu merah” saat mengemudikan mobil sport mewah milik temannya. Akhirnya ia pun menyewa Vivian, seorang pelacur jalanan yang hanya drop out sekolah menengah – diperankan Julia Robert – untuk dibawanya ke penthouse mewahnya. Berhari-hari tinggal bersama sang milyuner, Vivian dan Edward mulai saling suka dan Edward menjadikan Vivian sebagai lady escort-nya yang menemani sang jutawan menghadiri pertemuan dan jamuan makan bersama relasinya. 

Belakangan Vivian menanyakan apa bisnis Edward hingga ia sekaya itu. Edward menjawab bahwa ia membeli perusahaan-perusahaan yang nyaris bangkrut dengan harga murah, lalu memecah-mecah menjadi beberapa perusahaan kecil dan menjualnya dengan harga tinggi. Vivian lalu bertanya : lalu apa yang kau bangun? Sang milyuner tertegun, dia memang tak membangun apapun, ia justru memecah-mecahnya. Sejak itu, ia tak lagi memperhatikan saran dari penasehat bisnisnya. Sebuah tanya sederhana seorang pelacur jalanan telah mengusik kelembutan hatinya yang dulu tak kenal belas kasihan dalam berbisnis. Vivian sang pelacur mampu mengubah arah bisnis seorang multi jutawan. Itulah hebatnya wanita!

1369894032578419975
Si pelacur jalanan yang disulap menjadi lady escort Sang Milyuner dalam film Pretty Woman (foto : kissntellnyc.com)

Belakangan, di negeri ini ada yang kontra dengan pernyataan Mahfud MD soal adanya wanita-wanita yang kerap mempengaruhi pejabat dalam mengambil keputusan. Ada sekelompok orang yang meradang dengan sinyalemen Mahfud ini. Selasa pagi di acara AKI Pagi TV One, Pak Mahfud menjelaskan bahwa itu sebenarnya adalah pernyataan lawas, yang dulu pernah ditulisnya di media massa nasional beberapa waktu lalu ketika mencuat issu gratifikasi sex. Kalau pun kali ini pernyataan Mahfud itu kembali mengemuka dan dibincangkan “itu kan karena ada issu pustun-pustun” kelakar PakMahfud.

Anda masih ingat kasus Al Amin Nasution – anggota DPR dari PPP periode 2004-2009, mantan suami dari pedangdut Kristina – beberapa tahun lalu? Saat digrebek KPK, Al Amin sedang berada di cafe sebuah hotel bersama penyuapnya. Di persidangan, KPK kemudian memperdengarkan rekaman sadapan telepon pembicaraan Al Amin dengan penyuapnya, dimana terdengar Al Amin meminta disediakan wanita untuk “menemani”nya. Dari percakapan itu terkesan itu bukan baru sekali, karena ada pembicaraan tentang selera Al Amin yang dijawab seperti wanita yang sebelumnya.

136989412260047620
EY wanita yang bersama Al Amin Nasution saat ditangkap KPK (foto :store.tempo.co)

Sebenarnya, wanita dijadikan “seserahan” kepada penguasa untuk mengubah keputusannya bukan baru terjadi di jaman modern ini saja. Dalam kisah kerajaan-kerajaan tempo dulu, baginda raja sering dihadiahi wanita tercantik di suatu wilayah, demi terjalinnya “mutual agreement” antar kedua wilayah. Semisal raja X yang dikenal digdaya dan gemar menginvasi kerajaan-kerajaan kecil di sekitarnya untuk memperluas kekuasaannya, kemudian dihadiahi putri tercantik dari kerajaan Y untuk dijadikan selir, kendati sang raja X sudah punya banyak selir. Dengan pemberian itu, kerajaan Y tak jadi diinvasi, raja Y tetap tak kehilangan tahtanya, bahkan kemudian mendapat perlindungan dari kerajaan X sebagai kompensasi putri raja Y yang kini jadi selir raja X.

Itu bukan hanya terjadi di kerajaan Nusantara saja, film Anna and the King – yang diperankan oleh Jodie Foster dan Chow Yun Fat – menggambarkan Raja Mongkut dari Dinasti Chakri di Siam (kini Thailand) pada paruh kedua abad ke-19, yang memiliki 23 istri dan 42 selir serta 58 anak serta 10 calon bayi lainnya masih di dalam kandungan para istri dan selirnya. 

Wanita-wanita cantik itu dihadiahkan kepada sang raja yang sangat dipuja dan dianggap sebagai penjelmaan Tuhan/Dewa yang memiliki kekuasaan yang luar biasa. Dalam film yang dilarang shooting dan dilarang di putar di negeri asalanya itu dikisahkan tokoh Tuptim – seorang gadis cantik dari keluarga biasa yang sebenarnya telah memiliki kekasih hati bernama Lun Tha – dipersembahkan kepada raja Mongkut sebagai hadiah dari raja Burma. Tuptim kemudian menjadi selir kesayangan raja, namun sayangnya hati Tuptim tak pernah untuk sang raja, sehinga ia tak pernah bisa mempengaruhi raja.

13698946321430647248
Di akhir cerita sang Raja berdansa ala Western dengan Anna Leonowens, hal yang ditolak diakui di negara asalnya sehingga film ini ditolak diputar di sana (foto : thefancarpet.com)

Berkat persahabatannya dengan Anna Leonowens yang mengajarkan budaya barat pada putra-putri dan para selir raja Mongkut, akhirnya Tuptim berani memperjuangkan kebebasannya untuk kembali pada kekasihnya. Sebagaimana tradisi saat itu jika ketahuan selingkuh maka ia akan dihukum mati dengan cara dibakar hidup-hidup. Namun, Anna sang guru yang diam-diam saling jatuh hati dengan sang raja, berhasil melunakkan hati raja untuk tak menghukum Tuptim dan membiarkannya lari. Dalam kisah ini, kekuatan wanita mempengaruhi raja mengubah keputusannya melawan tradisi memang bukan dilakukan oleh wanita yang jadi selir atau penghibur raja, yang bermodalkan kecantikan semata. Namun justru seorang janda beranak satu, seorang guru yang punya prinsip, anggun, cerdas dan tegas lah yang mampu membuka pemikiran raja.

1369894737600544767
Tuptim, wanita dari rakyat biasa yang memilih menentang dijadikan selir raja (foto : soundcloud.com)

Dalam dunia spionase kelas tinggi pun, tak jarang wanita cantik dijadikan umpan untuk mengeruk informasi dari pihak lawan. Anda mungkin pernah mendengar nama “Mata Hari”, seorang penari erotis – ada yang menyebutnya penari telanjang – yang menjadi mata-mata ganda bagi Jerman sekaligus Perancis pada masa Perang Dunia I. Berkat keberaniannya menampilkan aksi erotis dalam setiap panggung pertunjukannya, Mata Hari – yang bernama asli Margaretha Geertruida Zelle – punya banyak kenalan petinggi militer, politisi dan orang-orang berpengaruh dari berbagai negara Eropa. Ia pun bisa bebas melintas batas. 

Mata Hari yang terobsesi menjadi kaya raya, menggunakan daya pikatnya untuk menaikkan bayarannya sebagai informan rahasia. Selain cantik, seksi dan berani, Mata Hari juga seorang yang sangat pandai berbohong. Namun pada akhirnya pesan-pesannya kepada atase militer Jerman yang telah lebih dahulu “menyewa” jasanya, berhasil disadap oleh para agen intelijen Perancis yang mana Mata Hari juga menawarkan jasanya untuk menjadi mata-mata bagi Perancis dengan bayaran 1 juta Franc. Hidup Mata Hari berakhir di hadapan regu tembak yang mengeksekusi mati dirinya di usia 41 tahun. Akhir tragis seorang wanita yang memperdagangkan kecantikan dan kemolekan tubuhnya untuk menukar pengaruh dan informasi.

1369894835541456382
Mata Hari (foto : iwandahnial.wordpress.com)

Jadi, jika melihat sejarah panjang bagaimana kaum hawa kerap dijadikan komoditas yang dipertukarkan dalam relasi negosiasi politik atau gratifikasi kepada penguasa, seharusnya pernyataan Pak Mahfud MD tak perlu diributkan apalagi sampai menuduh Pak Mahfud ngawur. Sebab, kata Mahfud MD, pernyataannya itu berasal dari pengalamannya pernah dilapori soal ini. Sinyalemen Mahfud bukanlah asbun, sejatinya inilah keniscayaan yang berusaha ditolak, dinafikan dan dipungkiri oleh masyarakat kita yang hipokrit ini. Bukankah Hawa pula yang dulu merayu Adam agar mau memakan buah khuldi, buah dari pohon larangan, sehingga keduanya terusir dari sorga?

Peradaban berubah, budaya manusia terus bergerak maju, tapi relasi nafsu laki-laki atas harta-tahta dan wanita tak pernah berubah, hanya berbeda pengejawantahannya saja. Wanita pun makin menyadari pesonanya untuk bisa meraih harta dari pria yang punya tahta, dengan bermodalkan kewanitaannya. 

Moammar Emka dalam bukunya Jakarta Under Cover yang booming lebih dari sepuluh tahun lalu pun dengan gamblang mengungkap adanya bisnis penyedia jasa wanita untuk memenuhi permintaan pejabat. Artinya, komersialisasi wanita sebagai peloby yang semula urusan privat antar 2 pihak, kini dilembagakan dalam organisasi bisnis. Tinggal pesan seperti apa yang dimau, akan disediakan yang tak mengecewakan. Maka negosiasi bisnis atau perdagangan pengaruh pun bakal lebih lancar.

13698949111843794088
Eksekusi mati atas Mata Hari (foto : iwandahnial.wordpress.com)

Seolah sudah suratan takdir, pria memburu harta dan tahta sebagai bukti prestasi dan prestise-nya. Setelah harta dan tahta dalam genggaman, mereka memikat wanita demi memuaskan ego dan nafsunya. Maka, jika selalu ada wanita dalam pusaran kasus pencucian uang, tentu bukan hal aneh. Diakui atau tidak, hal seperti ini akan terus ada, sepanjang peradaban manusia. Semakin materialistik suatu budaya, semakin pragmatis manusia-manusia dalam komunitas tersebut, makin subur pula transaksi wanita versus pengaruh dan pengambilan keputusan. Tak peduli apapun latar belakang si wanita.

Vivian pelacur jalanan dalam film Prety Woman asalnya seorang gadis miskin yang putus sekolah sampai SMA saja. Tuptim selir Raja Mongkut anak seorang warga biasa yang terpaksa rela dijadikan hadiah bagi raja, dimasa dimana perbudakan masih dianggap sesuatu yang wajar. Anna Leonowens seorang berpendidikan bahkan berprofesi sebagai pendidik yang punya idealisme tinggi namun harus menemui benturan budaya yang sangat hebat antara Timur dan Barat. 

Mata Hari seorang wanita pragmatis – berasal dari keluarga yang bangkrut di saat ia masih remaja, kemudian orang tuanya bercerai dan ia menikah di usia 19 tahun setelah sebelumnya di usia 18 tahun ia dikeluarkan dari sekolah karena skandal perselingkuhan dengan kepala sekolahnya. Dengan menjadikan uang sebagai cita-citanya, Mata Hari memang sukses memikat banyak pria berpengaruh.

13698964271175549824
Maharani Suciono ditangkap KPK bersama Ahmad Fathanah (foto : www.radar-bogor.com)  

Jadi…, semestinya kita tak perlu terlalu sensi menyikapi sinyalemen Pak Mahfud MD soal adanya wanita yang mempengaruhi pejabat dalam mengambil keputusan. Yang perlu kita risaukan adalah jika keputusan yang diambil itu kemudian berpengaruh pada hajat hidup rakyat dan celakanya jika itu pengaruh buruk. Yang perlu membuat kita marah jika akibat keputusan itu ada kerugian negara yang harus ditanggung rakyat. Kita terbiasa meributkan pernyataan seseorang yang sebenarnya pernyataan itu mengungkap sebuah kebenaran yang selama ini ditutupi. Inilah salah satu ciri masyarakat hipokrit.

Catatan Ira Oemar Freedom Writers Kompasianers
×
Berita Terbaru Update