Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

TKW Diperkosa Ente Biasa?

14 November 2012 | 14.11.12 WIB Last Updated 2012-11-18T05:40:29Z

Di sela-sela  ikut mendampingi Badan Pengawas Pemilu (BAWASLU) mengadakan pelatihan pengawasan Pemilu bagi media massa, di Balikpapan, Kaltim, saat ini, pikiran saya sangat terganggu ihwal berita diperkosanya TKW oleh tiga polisi Malaysia.

Kejadian itu mengingatkan saya akan kesempatan di Abu Dhabi pada 2010. Di suatu siang seorang wanita berkulit putih, asal Jawa Barat, mengadu ke Kedutaan kita. Saya perhatikan wajahnya yang polos, usianya saya duga di bawah umur. Ia mengaku diperkosa anak majikannya. Yakin akan kepolosan anak itu, saya bertanya dengan nada tinggi: burung anak majikanmu itu ditarokkan di mana?

“Di belakang Pak.”

Wanita muda itu menjawab polos.

Apakah terjadi penetrasi?

Wallahuawam.

Hendak dilaporkan ke polisi, posisi Kedutaan kita terpojok. Wanita itu masuk melalui Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) ilegal. Dia di bawah umur.

Di mulut wanita itu hanya ada satu kata: pulang, pulang dan pulang.
Disela waktu saya verifikasi citra wanita kita di Emirat Arab itu. Mohon maaf dengan kejam saya tuliskan begini kongklusi saya: Negara kita adalah negara babu yang gampang digauli.
Untuk kesekian kali saya tuliskan ihwal saya bertanya ke langit Abu Dhabi: Ya Tuhan, apakah negara saya begitu hina dan kerenya? Perjalanan waktu mengantarkan langkah saya secara nyata dan tak terduga. Sepulang dari Abu Dhabi kaki saya melangkah ke Pengadilan Pajak, Depkeu. Saya menemukan di sana pada 2005 saja, indikasi penggelapan pajak melalui transfer pricing, mencapai Rp 1.300 triliun. Jika saja 10% angka itu bisa dibuktikan hakim pajak yang jika benar bekerja, devisa yang hanya setahun Rp 67 triliun diperoleh negara dari TKI/TKW, sudah bisa ditutup. Itu artinya, bagaimana dengan devisa negara hilang jika TKW dihentikan?

Juga jika mereka dilarang ke luar negeri lapangan kerja lokal di mana? Masih dari angka penggelapan pajak yang bisa diselamatkan, dana itu pasti bisa digunakan membuka lapangan kerja.
Sayangnya pengadilan pajak diisi oleh mereka yang terindikasi berkolusi dengan penyamun negeri ini. Pemimpin negara yang langgamnya bak orang-orangan sawah memimpin, berakibat pengiriman manusia, terutama wanita-wanita mulia anak bangsa itu, seakan kita anggap biasa saja. Bahkan karena terbiasanya TKW diperkosa, dilecehkan, disiksa, ibarat  di sebuah ruang tertutup ada salah seorang kentut, awalnya bau lama-lama orang di ruangan itu menganggap biasa, tak lagi mencium bau. Sama dengan biasanya penghinaan peradaban manusia dengan adanya joki 3 in one di pagi dan petang hari di Jakarta.

Dalam kerangka pikir demikian, tidak berlebihan saya menuliskan bahwa trias politika kita saat ini dikelola oleh manusia-manusia yang telah kehilangan sisi keinsanannya.
Saya sedikit terhibur ada manusia di ranah kekuasaan seperti Jokowi yang pernah saya doakan agar memuliakan keinsanan, dan dalam kebijakannya mulai menunjukkan aksi nyata. Saya juga masih punya satu dua teman “manusia”, salah satunya Komarudin Watubun, yang tetap membiarkan Toyota Camry-nya masih berplastik sebagai pejabat DPR Papua, yang bersih, jernih, tegas dan berusaha berbuat nyata bagi peradaban.

Agaknya harapan memang tinggal bisa kita gantungkan ke satu dua kawan “manusia” saja. Mengingat kini ranah trias politika kita dominan terindikasi sudah diisi drakula.

Catatan Iwan Piliang
×
Berita Terbaru Update