“Pendidikan mementingkan kepintaran
semata!. Mentalitas diabaikan”. Kagetlah saya, mendengar tuturan tegas
bapak ini. Ia sangat meyakini, kemendikbud bersalah. Terorbitlah tanya
dalam diriku: “Apa iya mendikbud biangnya?”. Pulanglah aku ke rumah.
Menyusuri berita-berita tawuran mematikan itu. Duh, kian tak kutemukan apa-apa kecuali maraknya menimpa-nimpakan kesalahan kepada ‘orang lain’.
Berikutnya, plural sudah tudingan sebab-musabab pecahnya tawuran: Tayangan televisi, game online,
guru, jenis bacaan, gadget, orangtua, derasnya informasi violensi, film
kekerasan, dan seterusnya. Lantas…!. Berpuas-puaskah dengan
menuding-nuding?. Kimakskah dengan menggadang-gadang, menuduh-nuduh,
mengklaim dan menyalah-nyalahkan?.
Refleksi Orangtua
Lunglai sudah tungkai ini, setelah
resapi dan renung-renungi tabiatku selaku seorang ayah. Kusadari
seluruhnya, anak-anak itu termodifikasi perilakunya di bawah asuhanku
ketika mereka di rumah. Psikologi ‘rumahtangga’ sedang kumacetkan.
Anak-anak dalam tumbuh-kembang, butuh penghargaan sebagai manusia
sepertiku. Alangkah kuremehkan mereka, saat mereka berpendapat,
kukatakan pada mereka: “Sok tau kamu”. Anak siapa yang tak berkeping-keping batinnya ditampar dengan umpatan serendah ini?.
Saat mereka bermohon sesuatu, kukatakan pada mereka: “Sembarangan kamu minta”.
Anak siapa yang tak terluka dengan lompatan kalimat sesinis ini?. Andai
kita bertukar posisi, mereka jadi kita. Kuyakin, Andapun akan tersayat
psikis dengan teknik komunikasi sesadis ini. Lalu, anak-anak itu tiada
menemukan reward di rumah kita.
Teringatlah daku akan untaian kalimat Dorothy Law Nolte:
Jika anak dibesarkan dengan celaan, ia belajar memaki.Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, ia belajar berkelahi.
Jika anak dibesarkan dengan cemoohan, ia belajar rendah diri.
Jika anak dibesarkan dengn penghinaan, ia belajar menyesali diri.
Jika anak dibesarkan dengan toleran, ia belajar menahan diri.
Jika anak dibesarkan dengan dorongan, ia belajar percaya diri.
Jika anak dibesarkan dengan pujian, ia belajar menghargai.
Jika anak dibesarkan dengan sebaik-baik perlakuan, ia belajar keadilan.
Jika anak dibesarkan dengan rasa aman, ia belajar menaruh kepercayaan
Jika anak dibesarkan dengan dukungan, ia belajar menyenangi dirinya.
Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan, ia belajar menemukan cinta dan kehidupan.
* * *
Bila saja, baris-baris dalam kalimat
ini, batin sebagai orangtua belum tersentuh jua. Maka nyaris kuberkata
bahwa orangtua zaman ini, pun pernah didera perlakuan yang tak humanis
dari ayah ibunya juga. Anak-anak yang tawuran itu tiada pernah berniat
untuk melakukannya, sesungguhnya itu apresiasi kekerdilan jiwa dan
bentuk keputusasaan yang dipertontonkan di depan publik.catatan Muhammad Armand Freedom Writers Kompasianer