image source padangekspres.co.id
John Maxwell yang seorang pakar psikologi
kepemimpinan mengatakan bahwa Leadership is Influence, Nothing more, nothing less.
Bagi Maxwell, katanya kepemimpinan yang efektif itu pasti akan memberi pengaruh
terhadap siapa yang dipimpin. Pemimpin dalam sebuah sistem adalah sebagai
pemicu (trigger) atau pemain aktiv agar sistem tersebut berjalan dengan
baik. Ketika kepemimpinan yang efektif itu digunakan sebagai pemicu dari sebuah
sistem politik dan pemerintahan, maka saat itu otomatis sistem yang ada telah menjadi
suatu kesatuan yang hidup disetiap institusi dan organisasi (yang
awalnya terpisah) tersebut karena kepemipinan yang efektif itu menghubungkan secara
bersama masing-masing institusi dan organisasi (sub-sistem) sehingga memudahkan
aliran informasi,
materi
atau energi
menjalankan fungsi dan perannya. Konsistennya sistem itu menjalankan tugas
hanya bisa di dapat dari seorang pemimpin dengan kepemimpinan yang efektif
bukan dari pemimpin yang pasif terhadap lembaga, institusi, dan organisasi
politik lain yang ia pimpin.
Nah, bagaimana dengan kepemimpinan seorang Irwan
Prayitno ketika dibedah dengan teori ini ? Terkait gaya kepemimpinan Irwan
Prayitno (IP), pernah suatu kali dalam diskusi dengan beberapa perantau yang
mana kemudian saya melontarkan pendapat lebih kurang begini. Kalau kita
ibaratkan IP dan kabinetnya adalah sebuah kereta api dengan analogi IP adalah
lokomotif dan kabinetnya adalah gerbong kereta. Maka, tipe atau jenis kereta
yang digunakan IP adalah kereta api diesel yang melintasi jalur
Padang-Pariaman-Padang hari ini. Kereta itu hanya berlokomotif satu dan itupun
kalah maju dari teknologi kereta mutakhir hari ini. Kesimpulannya, “kereta api”
di Sumbar hari ini menggunakan lokomotif yang bukan teknologi mutakhir sehingga wajar ketika berjalan sangat lambat
karena lokomotif mencoba menarik gerbong yang berat dan ditambah lagi gerbong
yang digunakan bukan dari rancangan teknologi yang aero dinamis.
Nah, begitu juga dengan gaya kepemimpinan IP hari
ini lebih kurangnya. Ia bagaikan sebuah kereta diesel yang memang ada di Padang
hari ini dan sedang menarik gerbong yang banyak karena struktur kabinetnya
masih gemuk. Untuk diketahui, struktur kabinet ini saya ibaratkan dengan jumlah
gerbong si kereta api diesel itu.
Struktur kabinet hari ini idealnya harus
dirampingkan lagi agar lebih lincah dan mudah dikontrol. Masing-masing gerbong
atau aktor dari kabinet IP juga harus terus berinisiatif melengkapi kemampuan
yang lebih baik agar bisa mendukung lokomotif dapat melaju dengan cepat sampai
ke tujuan. Istilah gerbong aerodinamis di atas saya ibaratkan dengan aktor
kabinet ( Kepala dan SKPD) kepemimpinan IP yang mau belajar dan terus
meningkatkan skill dengan kata lain gerbong yang tidak mau meningkatkan skill
itu saya ibaratkan dengan gerbong usang yang menjadi beban berat lokomotif
karena tidak desainnya tidak aerodinamis. Jadi, dengan kata lain gerbong tidak
hanya berharap pada daya tarik dari lokomotif agar mereka dapat berjalan lebih
cepat.
Analogi di atas memang masih mengunakan sistem
kereta api kuno. Lebih tepatnya memang seperti itu. Padahal, teknologi kereta
mutakhir hari ini adalah teknologi kereta yang sudah mampu berjalan dengan
kecepatan yang lebih cepat atau dikenal dengan istilah kereta peluru (bullet
train) dimana lokomotifnya tidak hanya satu tapi dua. Kedua lokomotif ada di
setiap ujungnya. Ujung depan sebagai penarik, maka ujung belakang sebagai
lokomotif pendorong. Selain itu, cara kerja kereta api yang super cepat itu
dengan memanfaatkan teknologi elektromagnetik dan di setiap komponennya seperti
gerbong, rel, dan lokomotif sama-sama dilengkapi dengan teknologi yang
mendukung kereta dapat berjalan lebih cepat.
Saya melihat bahwa realita hari ini yang dihadapi
IP adalah tidak ditemukannya bawahan yang seimbang dengan gaya kepemimpin
beliau. Selain itu, aksi single show
IP pun juga terlihat dari gaya kepemimpinannya. IP yang tampaknya tidak sejalan
lagi dengan lokomotif kedua (wakil gubernur) hari ini juga menjadi pemicu
terjadinya pelambatan laju kereta. Lokomotif kedua ternyata ditinggalkan di
stasiun. Ia tidak mengikuti lokomotif pertama dalam membawa gerbong ke stasiun selanjutnya.
Lokomotif kedua yang harusnya saling mendukung Lokomotif pertama tampaknya
sekarang telah menjadi rivalitas bukan sebagai tim partner lagi. Dan isu ini
memang sudah lama tersiar.
Irwan Prayitno yang kita kenal sebagai salah satu
pengusaha handal hari ini belum mampu di ikuti gaya kepemimpinannya oleh jajaran
SKPD yang beliau pimpin karena sepertinya masih penuh dalam gaya kepemimpinan yang
birokratis. Inilah asumsi saya menjelaskan mengapa sebabnya Irwan Prayitno
belum mampu melaju lebih cepat ke stasiun selanjutnya daripada apa yang
seharusnya kita harapkan.
Dalam konsep kepemimpinan yang efektif
berdasarkan analisis Maxwell di atas, sebagai pemimpin, IP bisa saja mengganti
dengan segera ketika melihat bahwa bawahannya tidak seirama dengan gaya
kepemimpinannya. Dan dalam pandangan saya, IP tidak harus menunggu lama dalam
bertindak seperti itu bila memang dibutuhkan karena rakyat Sumbar juga tidak
banyak waktu untuk menunggu lama. APBD 2012 yang jumlahnya mencapai Rp2,917
triliun harus lebih tepat digunakan sebagai katalisator percepatan pembangunan
ekonomi di Sumbar.
Hari ini, masing-masing daerah di Indonesia dalam
semangat yang saling berkejar-kejaran untuk memicu kinerja. Impian
masing-masing kepala daerah bukan cuma untuk mendapatkan promosi jabatan atau
terpilih lagi dalam pemilu berikutnya, namun saya pikir lebih kepada ingin
meninggalkan nama yang baik dalam masa kepemimpinannya. Sistem pemerintahan dan
kepemimpinan yang baik tidak butuh “supermen”, tapi “super team”. Oleh karena
itu, indahnya bila kepemimpnan seorang pemimpin dalam sistem pemerintahan
merupakan “super team” yang tangguh untuk menjalankan sistem pemerintahan di
Sumatera Barat.
Oleh : Azizul Mendra
Ketua Peneliti pada Bino Media Research, Jakarta dan Pengusaha Mudah
Ranah Minang