Berbekal
pengetahuan yang tidak seberapa, saya pun melangkahkan kaki keluar dari Gedung
Auditorium Gubernur dengan bingung. Sosok seperti apa yang akan saya jadikan
objek reportase saya? Sayapun melirik arloji hadiah dari mama tahun ini. Sudah
pukul 15.45. Saya harus kembali lagi ke sini, pukul 17.30. Tiba-tiba saya
teringat pukul 16.00 saya ada jadwal Sekolah Public Speaking dan Retorika
Indonesia di Gedung RRI, tanpa ragu saya segera menuju TKP.
Sesampainya
di lokal belajar pada salah satu ruangan di Gedung RRI, saya kembali melirik
arloji. Masih pukul 15.50, sementara belum banyak peserta yang hadir. Saya
terdiam sebentar dan kembali mengingat tugas reportase dari Bang Iwan. Saya
langsung membatin, bagaimana kalau sang instruktur yang saya jadikan objek?
Segera saya menorehkan pertanyaan-pertanyaan mendasar pada secarik kertas. Lalu
menemui beliau di kursi belakang ruangan.
“Tidak,
saya tidak sibuk. Ada apa?”
Jawaban
yang saya harapkan, membatin sendiri.
“Oh, tugas reportase? Boleh.. Boleh..”
Seketika
itu juga saya lega. Satu persatu jawaban mengalun indah menemani setiap
pertanyaan yang terlontar dari bibir saya. Perkenalkan, Nofrion Sikumbang,
lebih sering dipanggil Pak Dion. Ia merupakan kepala Sekolah Public Speaking
dan Retorika Indonesia (SPSRI) di RRI untuk dua tahun belakangan ini. Prestasi
yang didapatkan dalam perjalanan, membuat ia diberi kepercayaan untuk amanat
tersebut.
Dalam
perjalananannya, melalui SPSRI, Dion berharap peserta didik bukan hanya sekedar
bisa, tapi mampu berkomunikasi dengan etika yang benar. Walau SPSRI bersifat
pendidikan non formal, banyak sekali tamatan peserta didik yang sangat
terbantu, terutama ketika dalam dan mencari pekerjaan. Tamatan peserta didik
juga ada yang sudah menjadi penyiar dan reporter. Menurutnya, kemampuan
komunikasi merupakan faktor pendukung yang sangat penting dalam kehidupan
bermasyarakat, di mana pun juga.
Pertemuan
kali ini adalah pertemuan ketiga SPSRI dalam periode ini. Dion sosok komunikan
ramah dan murah senyum. Pembawaan yang menarik, membuat suasana belajar menjadi
tidak kaku dan menyenangkan. Setiap sepuluh menit ada saja gelak tawa dari
peserta didik, hasil dari lelucon yang dilontarkannya. Benar-benar komunikan
yang pantas sebagai instruktur SPSRI, batin saya. Ada rasa kebangaan tersendiri
memiliki kesempatan mengenalnya.
Di
balik kemampuan komunikasinya, sosok yang tetap bangga menempelkan suku
Sikumbang pada namanya ini, ternyata memiliki cita-cita sederhana. Menjadi guru.
Dion ingin menjadi orang yang bermanfaat dan merasa tertantang dalam hal
berbagi ilmu dengan sesama. Konon ceritanya, dulu saat bersekolah di kota
kelahiran, Solok, banyak guru yang sering bolos mengajar karena sakit. Dan hal
itu yang mendorong mengapa ia ingin menjadi guru. Seakan-akan matanya ingin
menyampaikan, berbagi ilmu adalah perbuatan mulia dan harus dilestarikan.
Tekad
dan kerja keras benar-benar membuat ia meraih cita-citanya dan sekarang bekerja
sebagai Dosen Jurusan Geografi Fakultas Ilmu Sosial (FIS) di Universitas Negeri
Padang (UNP). Bukan itu saja, ketulusan niat menjadi tenaga pendidik juga membuat
ia menyandang Dosen Luar Biasa Poli-Unand Jurusan Bahasa Inggris, Konsentrasi
Public Speaking dan TV/Radio Broadcasting. Selain menjadi kepala SPSRI, saat
ini ia juga aktif menjadi Penyiar Pro1 dengan program unggulan “Pelangi
Edukasi”. Benar-benar pendidik, batin saya lagi.
Bapak
kelahiran 11 November 1978 ini merupakan putera kedua Bapak Asmar dan Ibu
Nurjida. Maret 2003 lalu, ia lulus S-1 Pendidikan Geografi, Yudisium Dengan
Pujian. Pada masa kuliah, gelar Mahasiswa Teladan dan Juara LKTI Kelompok IPS
juga berhasil ia raih. Tidak sedikit prestasi yang tercatat. Beberapa
diantaranya, juara 1 Pria Lomba LP2P4 Tingkat Nasional tahun 1997, juara 1 MSQ
Tingkat Sumatera Barat tahun 1999, juara 1 Pidato HIPORI Nasional tahun 2000, Pembawa
Acara dan MC Terbaik Sumatera Barat tahun 2000, Pembaca Berita, Radio/TV
Terbaik Sumatera Barat tahun 2000, Penyaji Terbaik Tingkat Nasional dalam
PIMNAS tahun 2003, dan juara 1 Pemilihan Penyiar RRI yang membuat ia dikontrak
sebagai Penyiar Pro2. Prestasi yang cukup berkesan baginya adalah Peserta Terbaik
LPJ CPNS Golongan III tahun 2010 dan Juara 2 Kompetisi Suara Kencana Nasional
tahun 2010.
Niat
berbagi ilmu dan keterampilan telah Dion wujudkan dengan mendirikan Pusat
Pengembangan Potensi Anak (P3A) Sakinah, khusus bagi Anak Jalanan di Kota
Padang (2003-2004), Announcer And MC Course (2007), dan Sekolah Public Speaking
dan Retorika Indonesia (2011). Kemampuan komunikasi yang patut diacungi jempol,
membuat ia memperluas ranah permainannya. Sehingga pernah diundang menjadi
pembicara dan instruktur sebuah acara hingga ke Pulau Jawa
Banyaknya
prestasi dan kepercayaan-kepercayaan berkelas yang telah diraih, tidak membuat ia
berhenti bercita-cita. Tidak banyak Putra Minangkabau yang peduli dengan
generasinya, seperti Dion. Sekarang, ia berharap sekali dapat mendirikan
lembaga pembelajaran atau kursus terkait kemampuan komunikasi dengan
konsentrasi sosial dan media, namun bersifat tidak komersil di Sumatera Barat,
khususnya Padang. Hal ini mengingat mahalnya biaya untuk pelatihan komunikasi
di Indonesia. Sementara dalam hasil survei National Association of Colleges and
Employers, USA, 2002 (disurvei pada 457 pimpinan), kemampuan komunikasi adalah
softskill nomor satu yang dianggap penting. Dion pun sudah mulai
mengupayakannya, mendiskusikannya, juga melakukan seminar-seminar pendukung, tetapi
masih menunggu investor-investor yang mau membantu dan lebih peduli pada
peningkatan softskill generasi muda bangsa di Sumatera Barat.
“Sebelumnya,
mendirikan SPSRI juga memiliki kendala-kendala tersendiri, terutama dalam hal
birokrasi.” ungkap Dion.
Seharusnya
pihak terkait bisa menilik hal ini dengan lebih cerdas, mengingat tingkat urgensi
softskill yang satu ini, lagi-lagi saya membatin.
Awalnya,
minat Dion akan dunia komunikasi bukannya tidak memiliki hambatan. Minimnya ketersediaan
tempat kursus terkait di Padang, merupakan salah satunya. Beruntung sekali,
pria dengan dua orang anak ini, lahir dan dibesarkan oleh orangtua yang juga
sebagai tenaga pendidik. Sehingga dalam aktivitasnya, ia mendapat didikan,
latihan, dan dukungan yang sehat dari kedua orangtua. Ia pun tetap semangat belajar
otodidak (melalui buku dan menghadiri pelatihan-pelatihan terkait). Kini, Dion
pun lebih nyaman dikategorikan sebagai tenaga pendidik, daripada sebagai public
speaker.
Beberapa
catatan pelatihan yang pernah beliau ikuti :
Pelatihan
MC dan Announcer Telkom persiapan MTQ Telkom Tingkat Nasional tahun 2000.
Pembekalan
Pewara dan MC MTQ PTP Nusantara tahun 2000.
Pelatihan
Pekerja Sosial dan Pendamping Orang Tua Anak Jalanan Program ADB dan APBN tahun
2000.
Workshop
Internet Bersama Roy Suryo tahun 2000.
Workshop
Pewara, MC, Moderator, dan Presenter LPP RRO tahun 2002, 2004, dan 2008.
Pelatihan
Pewara/MC Departemen Agama Sumbar tahun 2004.
In
House Training Dunia Siaran Radio, Pelatihan Program Radio Berbasis Multimedia
tahun 2008.
Pelatihan
Dosen Muda Berkepribadian Unggul Dan Dosen Penasehat Akademik tahun 2010.
“Cerdas
dalam intelegensi dan cerdas kemampuan berkomunikasi.” harapan Dion di penutup
pembicaraan kami sore ini, sambungnya, “Kemampuan berkomunikasi merupakan
pencitraan tersendiri sebagai seorang pribadi.”
Ia
pun menyarankan, generasi muda, mahasiswa khususnya, agar aktif belajar tentang
apapun di lingkungannya, membuka cakrawala dengan berkecimpung dalam
organisasi, dan rajin mengikuti kursus-kursus untuk kemampuan softskill.
Singkat
dan tidak muluk-muluk, batin saya yang terakhir.
Oleh : Cornelia
Napitupulu
Jurusan Sastra
Jepang 2010, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Bung Hatta Padang
19 Oktober 2012