Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Belajar Kehidupan Dari Tukang Ojek

21 Oktober 2012 | 21.10.12 WIB Last Updated 2012-10-21T00:11:01Z
 
Keluar dari Gedung Auditorium Gubernur saya dan teman saya keluar berjalan kaki sambil menikmati  suasana di sekitar. Begitu banyak kendaraan beroda dua dan empat Lalu Lantah (mondar mandir) dari arah yang berlawanan disekitar jalan raya. Melepas penat yang saya rasakan membuat saya duduk sejenak disebuah halte depan Bank Mega. Berdekatan dengan Gedung Auditorium Gubernur.
 
Dengan menghirup nafas yang dalam dan menikmati suasana keramaian kota padang.  Tak hentinya kendaraan hilir mudik di depan saya, menambah suasana bahwa saya tidak hanya berdua dengan teman saja. Di sebelah saya duduklah seorang lelaki memakai jacket berwarna hitam. Tanpa keraguan sayapun bertanya kepada lelaki itu. Untung mujur yang tidak bisa saya tolak. Ketika bang Iwan memberi tugas untuk membuat reportase, tanpa saya cari mangsa pun datang.

Sambil tersenyum manis saya bertanya pada lelaki itu “Maaf pak, boleh saya mengajukan pertanyaan kepada bapak”. Dengan suara letih lelaki itu menjawab dan bercerita panjang lebar pada saya. Lelaki itu bernama Mardi, berumur 41 tahun.  Tingginya kurang lebih 160 cm, kulitnya sawo matang, dan berambut pirang. Ia berprofesi sebagai tukang ojek untuk menafkahi satu orang istri dan 5 orang anaknya. 
 
Dari segi usia lelaki itu lebih muda dari bang Iwan. tapi kalau dilihat dari sudut pandang wajahnya bang Iwan lebih muda dibanding lelaki itu. Spontan kata itu terucap difikiran saya. Pekerjaan sebagai tukang ojek menuntunnya untuk menghidupi anak dan istrinya. Saking banyaknya tukang ojek bahkan lelaki itu bekerja siang dan malam. 
 
“Kadang jam 7 pagi saya keluar dari rumah dan pulangnya siang ,atau kalau udah dapat penghasilan yang cukup untuk belanja anak dan istri saya dirumah.” Ujar Mardi (41) tukang ojek warga kota padang.
 
Mardi mengatakan , bekerja sebagai tukang ojek sudah dilakoninya sejak belum berumah tangga. Awalnya hanya mengantar tetangga yang belanja kepasar, lama kelamaan dapat langganan sehingga profesi ini ia jalani sampai sekarang. Dengan modal motor ia pun mencari rupiah di keramaian kota padang. Jika ojeknya ramai dinaiki penumpang ia bisa membawa pulang Rp70 ribu – Rp100 ribu. Namun jika kondisinya sepi Rp 50 ribu pun tidak sulit di bawanya pulang.

Beberapa kali saya sempat terdiam, merenung dan bangga kepada Mardi. Dengan semangat juang yang tinggi, ia bisa menyekolahkan anak – anaknya. Bahkan anak sulungnya bisa kuliah di Universitas Negeri padang. 
 
            Hidup itu memang dilema, ada saatnya di atas dan ada saatnya dibawah. Ada yang harus jadi kuli bangunan, bahkan ada yang harus jadi tukang ojek seperti Mardi, untuk berjuang hidup dengan bermodal sepeda motor.
 
Mari berjuang dalam kehidupan dengan kalimat bismillah, ALLAH tidak akan menilai suatu pekerjaan dari hasilnya, namun ALLAH akan menilainya dari seberapa besar USAHA kita!.
 
BY : DELFI ANGGARAINI
×
Berita Terbaru Update