Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Kasus Bupati Buol

8 Juli 2012 | 8.7.12 WIB Last Updated 2012-07-09T12:54:32Z
                                       image tempo.co


Kasus korupsi yang menimpa Bupati Buol Amran Batalipu yang diduga disuap oleh sebuah perusahaan perkebunan kelapa sawit yang dimiliki oleh salah satu konglomerat Indonesia Hartati Murdaya ramai sekali diperbincangkan. Ramai dipercakapkan karena Hartati Murdaya dikenal sangat dekat dengan SBY dan keluarganya dan Partai Demokrat (PD). Orang mulai menduga bahwa ini adalah bagian skenario politik menghabisi dinasti politik PD dan SBY yang akan turun di 2014. 

Tetapi ada analisis yang paling “mendekati” kebenaran adalah KPK dijadikan alat politik untuk saling menjatuhkan satu sama lain dengan saling “memberi” bukti atau “melempar” kasus kepada KPK.
Agendanya jelas akan saling “menghabisi” sebelum 2014 untuk menurunkan elektabilitas satu sama lain. Siapa yang paling banyak bukti,itulah yang akan memenangkan pertarungan ini.

Sebenarnya kasus penyuapan kepada para Pejabat di Indonesia oleh para pengusaha Indonesia (atau pengusaha Asing) sudah bukan rahasia umum lagi. Dari mulai pengusaha di tingkat lokal yang terjerat kasus pajak,kasus perdagangan ilegal,kasus pertambangan dan perkebunan dan sebagainya sampai kepada pengusaha tingkat Nasional semuanya akan memberi “sumbangan” bila dipaksa atau terpaksa,dan itu sudah bukan lagi hal yang aneh di bumi Indonesia. Justru aneh kalau sampai KPK tidak bisa menangkap para pemberi sumbangan tersebut dan yang menerima sumbangan.

Rakyat Indonesia tidak heran disuguhi tontonan para pejabatnya ditangkap atau disangka menerima suap,namun kemudian bebas karena tidak ada bukti …..Sebab yang disangkakan suap yang ada adalah “susu tante” ,yaitu sumbangan sukarela tanpa tekanan.

Kasus Hartati Murdaya yang memerintahkan pemberian suap sebenarnya bisa saja disamarkan ke dalam bentuk sumbangan,dan memang begitulah yang dikatakan oleh pengacaranya untuk membela diri Hartati Murdaya. Sumbangan-2 yang diberikan oleh para pengusaha itu sebenarnya nanti akan dibukukan sebagai kegiatan CSR (Corporate Social Responsibility),jadi mana mungkin disebut suap? Kalau sampai di kemudian hari uang sumbangan CSR tersebut diterima oleh para pejabat pemerintahan dan diselewengkan,maka hal tersebut tidak bisa dikatakan pengusaha tersebut menyuap. Memang pejabatnya yang korup…!

Sumbangan sukarela dari Pengusaha Hartati Murdaya itu belum bisa dibuktikan sebagai suatu bentuk sumbangan karena tekanan,sebab KPK harus mencari atau menyampaikan bahwa “ada udang dibalik batu” atas sumbangan tersebut,atau memang ada permintaan dari Bupati Buol untuk minta sumbangan sehubungan adanya masalah/kasus yang melibatkan perusahaan Pengusaha Hartati Murdaya tersebut dan berniat “membebaskan” kasusnya bila ada sedikit “insentif” yang disebut sumbangan tersebut. Tetapi benarkah demikian…??

Masyarakat sudah capek mendengar istilah-2 yang disamarkan dalam kasus-2 suap-menyuap yang terjadi dengan berkedok atau berlindung dalam bahasa “legal” . Sebab kenyataannya kasus suap menyuap yang terjadi memang karena “susu tante” dan bisa dibukukan. Kalau kemudian disalah-gunakan untuk memperkaya diri sendiri oleh para pejabatnya maka itu sudah bukan domain sang pengusaha. Seharusnya KPK mengetahui hal tersebut. Jadi,tidak perlu lagi menyeret para pengusaha yang memberi “sumbangan” …sebab sumbangan itu legal dan bisa dibukukan,kecuali pengusahanya tidak bisa membuktikan adanya sumbangan tersebut.

Susu tante” memang sudah lama dikenal sejak era Orba,dan itu memang ramuan lezat sekali yang diciptakan oleh pengusaha untuk menghadapi pejabat negara yang nakal. Pejabat negara yang korup menyebut sebagai “Susu E.D” ,bukan susu “expired date” tetapi “sumbangan sukarela enak dhewe” (dhewe,bhs jawa maksudnya menyebut “dirinya”) . Maka pengusahanya selalu akan selamat dari tindakan menyuap……dan pejabatnya kalau tertangkap ya apes sendiri….!
Pengusaha mana mau rugi…

catatan mania telo freedom writers kompasianer
×
Berita Terbaru Update