Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

bank siti dari uniang sam administrasi kelurahan..

4 Juli 2012 | 4.7.12 WIB Last Updated 2012-07-04T14:32:15Z

Sudah sejak Pebruari 2004, saya punya kartu kredit Citibank. Setelah bertahun-tahun para sales kartu kredit tak pernah berhasil membobol pertahanan saya untuk tidak punya kartu kredit, akhirnya saya menyerah juga, setelah mempertimbangkan sisi positif punya kartu kredit. Tentu saja demi kepraktisan transaksi, bukan dengan perspektif seolah kita punya dana simpanan yang bisa dibelanjakan sesuka hati. Saya tetap ingat bahwa kartu kredit itu prinsipnya adalah hutang. Itu sebabnya penggunaannya harus smart dan betul-betul dijaga agar tak sampai melebih kemampuan kita membayar tagihannya.

Dulu saya tinggal di Surabaya, sedangkan Ibu saya tinggal di Bekasi bersama adik saya. Tiap 2-3 bulan sekali saya sempatkan ke Jakarta untuk menengok Ibu. Nah, disinilah manfaatnya kartu kredit, saya bisa membeli tiket pesawat via online, memilih sendiri tanggal dan jam keberangkatan, serta memilih tiket yang paling murah diantara maskapai LCC yang menawarkan tiket online. 

Selebihnya, kartu kredit itu saya gunakan untuk mengalihkan pembayaran tagihan HP saya, baik yang GSM maupun CDMA (waktu itu saya masih pakai CDMA untuk telpon lokal). Dengan dialihkan menjadi autodebt, saya terhindar dari resiko pemblokiran karena lupa/telat membayar tagihan. Termasuk ketika saya bepergian lama atau saat saya tinggal ke luar negeri sekalipun.
Bermula dari hanya punya satu kartu saja – Citibank Master Clearcard – akhirnya dengan mempertimbangakan track record saya sebagai nasabah. Citibank memberikan 1 kartu lagi Citibank Visa Cashback. Meski punya 2 kartu, tapi saya tetap disiplin mengelola pemakaian kartu kredit saya. 

Jika berbelanja menggunakan kartu kredit, saya selalu ikuti kasirnya dan saya perhatikan baik-baik bagaimana ia menggesek kartu kredit saya. Sebab ada teman saya yang kartu kreditnya dibobol setelah transaksi terakhir ia membayar makan siang bersama seluruh keluarganya di sebuah resto pizza. Rupanya kasirnya atau oknum lain mencatat 3 angka yang tertera di balik kartu, lalu nomor kartu kredit dan no CVV itu dipakai untuk bertransaksi di internet sampai over limit.

Selama 8 tahun memegang kartu kredit, saya tak pernah bermasalah. Tagihan selalu saya upayakan dibayar penuh dan tidak telat dari tanggal jatuh tempo. Kalaupun saya telat membayar, itupun hanya 2-3 hari saja, karena saya lupa atau sedang ada kesibukan sehingga belum sempat membayar. Ini juga terkait dengan tanggal jatuh tempo pembayaran. Dulu, tanggal jatuh tempo pembayaran sekitar tanggal 10, bukan seperti sekarang tanggal 24 setiap bulan.

Perubahan tanggal jatuh tempo pembayaran ini juga dilakukan sepihak oleh Citibank, tanpa persetujuan saya sebelumnya. Setidaknya ini berpengaruh pada cashflow saya. Sebagai karyawan yang menerima gaji setiap tanggal 27, tentu saya lebih suka jika tanggal jatuh tempo pembayaran dibuat seperti dulu : tanggal 10, jadi sudah lewat gajian. Tapi dengan diganti menjadi tanggal 24, artinya sebelum terima gaji saya sudah harus membayar tagihan. Ini memang sangat tidak menyenangkan. Tapi meski saya sempat complaint, Citibank tak menggubrisnya. Oke-lah, saya anggap itu kewenangan Citibank mengubah tanggal jatuh tempo tagihan.

1333352749438624082
Varian kartu kredit yang dikelurakan Citibank (www.infobanknews.com)

Rincian tagihan saya setiap bulan dikirimkan melalui email. Sudah bertahun-tahun saya mengaktifkan layanan e-billing ini, alasannya juga demi kepraktisan. Untuk apa tiap bulan saya menerima sebuah amplop, selembar kertas tagihan dan berlembar-lembar pamflet dan booklet promo lainnya. Hanya memenuhi keranjang sampah saya saja. Tapi saya juga tahu, alamat domisili riil masih tetap perlu dilaporkan pada bank penerbit kartu kredit, sebagai data. Meski saya bukan termasuk nasabah macet yang perlu diuber-uber debt collector, tapi saya tetap punya itikad baik melaporkan setiap perubahan alamat domisili.

28 Pebruari 2010, saya resmi pindah ke kota Cilegon. Saya melaporkan ke pihak Citibank alamat domisili saya yang baru serta nama dan alamat perusahaan tempat kerja saya saat itu. Semula tak ada masalah. Ketika kemudian pada Penruari 2011 saya pindah rumah lagi masih dalam 1 kompleks, hanya bergeser sekitar 300 – 400 meter dari rumah kontrakan yang lama, saya kembali melapor pada Citibank. Hanya nama jalan dan nomor rumah yang berganti, bahkan RT pun tidak berubah. Sayangnya, itikad baik saya kali ini tak dianggap oleh Citibank. Meski saya berinisiatif menelpon Citiphone banking dan berbicara dengan Customer Service-nya, mereka punya banyak alasan untuk tak memproses laporan perubahan alamat domisili.

Saya tidak berhenti mencoba, saya pikir mungkin lagi apes saja saya ketemu dengan CS yang tidak kooperatif. Tapi ternyata, meski sudah beberapa kali melapor, perubahan alamat itu sama sekali tidak diindahkan dan tidak diproses oleh Citibank. Ini baru saya ketahui ketika pada September 2011 kartu saya yang Visa Cashback Card kadaluarsa. Pihak Citibank mengirimkan kartu baru itu ke alamat perusahaan saya, diserahkan kepada resepsionis di depan, dan OB yang mengantarkan pada saya. Perusahaan tempat kerja saya adalah sebuah grup perusahaan yang memiliki beberapa perusahaan dengan bisnis yang berbeda-beda. Dan dinamika karyawan di situ, bisa kapan saja – jika dirasa diperlukan – mendapat penugasan ke perusahaan lain dalam 1 grup. Kebetulan saat itu saya sudah dipindahtugaskan ke perusahaan yang lain.

Jadi, tindakan Citibank secara sepihak mengubah alamat pengiriman kartu, tidak bisa saya terima. Sebab sejak dulu saya tidak pernah mau tagihan apalagi kartu kredit asli, dikirim ke kantor. Apalagi hanya cukup dititipkan ke resepsionis atau OB. Setahu saya, bank penerbit kartu kredit umumnya menjaga standar kehati-hatian dalam memberikan kartu asli. Yaitu tidak boleh diterimakan kepada sembarang orang, yang namanya tidak tercantum di kartu tersebut atau diberi kuasa untuk menerima. Kalau dikirim ke rumah masih mending, penerimanya pasti anggota keluarga. Nah, kalau dikirim ke kantor, siapa saja bisa menerimanya bukan?

13333528321935827364
Gedung megah seperti ini tak menjamin pekerjanya profesional, sistemnya bagus dan administrasinya tertib (foto : m.berita8.com)

Saya langsung memprotes keras cara Citibank yang sama sekali tak menghargai customer dan tidak mengindahkan prinsip kehati-hatian. Protes ini saya sampaikan melalui telepon ke call centre Citiphone banking, sekaligus menegaskan kembali perubahan alamat domisili saya. Sayangnya, sepertinya protes ini hanya dianggap angin lalu. Alamat saya tetap tak berubah. Setiap kali ada pihak Citibank menelpon, entah menawarkan kredit, personal loan, asuransi, dll, saya selalu sempatkan complaint soal alamat itu. Sudah tak terhitung lagi berapa kali.

Memang pernah salah satu personil Citibank yang menerima keluhan saya, mengatakan jika perubahan alamat rumah saya sudah dilakukan. Tapi, saat Pebruari 2012 kartu kredit Master Clearcard saya expired, seharusnya saya menerima kiriman kartu baru. 

Anehnya, sampai saat ini kartu baru belum saya terima, tapi saya sudah dibebani biaya iuran tahunan pada tagihan bulan Pebruari. Memang kartu Master Clearcard itu beberapa bulan terakhir hanya digunakan untuk autodebt pembayaran tagihan langganan HP dan BB serta donasi rutin untuk UNICEF. Jadi kartunya tidak lagi dipakai berbelanja di merchant. Tapi tetap saja saya berhak menerima kartu baru.

Tadi siang jam 11.36, seorang personil Citibank bernama FANI dari Citibank Pondok Indah Jakarta, menelpon saya untuk mengingatkan jatuh tempo pembayaran kartu kredit saya. Memang saya akui saya telat beberapa hari dan baru melakukan pembayaran tanggal 31. Hal ini karena kartu ATM Bank Mandiri saya – yang biasa saya pakai untuk melakukan pembayaran kartu kredit – hilang dan saat ini sedang dalam proses penggantian. Sementara kartu ATM baru belum jadi, saya memang minta rekening saya diblokir. Karena cabang bank penerbit ATM saya di Surabaya, maka perlu proses konfirmasi dulu dan itu membuat agak lama proses penggantian kartu ATM baru. Karena itu saya pun telat membayar tagihan kartu kredit, tapi toh sudah saya bayar lunas akhirnya.

13333529721987640744
Kekejaman Citibank melalui debt collectornya sudah terkenal dari dulu (www.kartukreditku.info)

Telepon dari Fani itu tidak saya sia-siakan, sekalian saya juga melapor soal saya belum menerima kartu Master Clearcard pengganti yang expired. Saya pun menumpahkan kekesalan pada Fani, bahwa selama ini saya sebagai nasabah yang baik, tak pernah nunggak apalahi ngemplang, beritikad baik melaporkan kepindahan alamat rumah, kok bukannya disambut baik malah dicuekin oleh pihak Citibank. Padahal melapornya bukan sekali dua kali.

Jika dipikir baik-baik, saya tidak dirugikan dengan tidak dicatatnya kepindahan saya. Kalau saja saya bermental maling, sudah dari bulan-bulan kemarin kedua kartu kredit itu saya belanjakan atau saya gesek sampai limit, lalu saya tak membayar tagihannya. 

Apa susahnya ganti alamat email dan menon-aktifkan email lama? Citibank toh hanya punya alamat email saya dan alamat kantor lama. Alamat rumah pun lama. Jadi, kalau mereka akan kirim debt collector untuk mengintimidasi saya, dijamin saya aman, sebab saya tak lagi berada di kedua alamat itu. Argumen ini sudah beberapa kali saya sampaikan kepada personil Citibank, agar mereka sadar sepenuhnya bahwa kepentingan meng-up date alamat nasabah itu adalah kepentingan Citibank. Pelanggan tak akan dirugikan jika alamatnya tidak di-up date. Bahkan bagi nasabah nakal, terbuka celah peluang untuk melakukan pembangkangan pembayaran.

Tapi lagi-lagi prosedur yang harus saya lalui berbelit. Karena ini bukan laporan pertama kali dan sudah masuk bulan ke-15 sejak saya melapor pertama kali, akhirnya saya minta kepastian pada Fani, kapan alamat saya di-update, apakah saya akan menerima konfirmasi tertulis via email agar saya punya bukti bahwa Citibank sudah merespon laporan saya dan kapan saya bisa menerima kartu baru yang menjadi hak saya. Sayangnya, Fani berkelit dan sama sekali tak bisa menjamin saya menerima semua itu. Katanya, alamat saya baru berubah sebulan kemudian. 

WHAT??!!! Bank sebesar Citibank yang sudah online begini perlu waktu sebulan hanya untuk meng-update nama jalan dan nomor rumah?! Dan soal konfirmasi via email, Fani bilang tak dikenal email dalam sistem mereka. Hallooouuww…, bukankah tagihan saya sudah memakai sistem e-billing selama bertahun-tahun?! Mudah sekali bukan mengirim email konfirmasi ke alamat email saya? Lalu, kalau untuk update alamat saja perlu waktu sebulan, kira-kira berapa bulan lagi kartu baru bisa saya terima?!

133335308332311440
Nasabah telat bayar diuber-uber debt collector, nasabah kakap dikemplang oknum pegawai, nasabah disiplin dipermainkan. Inilah "hebat"nya Citibank (www.republika.co.id)

Saya minta Fani menghubungkan dengan pihak yang punya otoritas untuk meng-update data. Semula Fani berusaha menyambungkan saya dengan Customer Service, tapi saya tolak keras, sebab CS itulah justru biang kerok pangkal berlarut-larutnya persoalan ganti alamat saja. Fani terus saja buying time dengan berbagai dalih, sampai akhirnya setelah 40 menit bertelepon, ia mengatakan akan menghubungkan saya dengan atasannya. Saat itu jam sudah menunjukkan pukul 12.15 WIB, jadi seandainya jam istirahat kantor Citibank jam 12.00, tentu Fani sudah paham bahwa itu lewat jam istirahat. Tapi kenapa dia yang sejak tadi buying time dan menolak untuk menyambungkan dengan pihak berwenang, kini tiba-tiba menawarkannya.

Saya sepakat dan bersedia menunggu. Cukup lama saya menunggu sampai telepon saya hold, Fani kembali hanya untuk mengatakan ini sudah jam istirahat sehingga saya tak bisa disambungkan dengan atasannya. How come?! Bukankah dia tahu itu memang jam istirahat?! Lalu kalau hanya untuk mengatakan itu jam istirahat, kenapa Fani harus membuat saya menunggu lamaaa sekali?! Apakah mereka sedang mengarang alasan baru di belakang saya? Entahlah! Tapi bagi saya yang selalu berpikir logis untuk setiap kejadian, ini sangat janggal.

13333531823812101
Jangan salah kalau banyak nasabah yang kecewa dengan pelayanan kartu kredit Citibank (www.dipatara.com)

Pertama : saya menolak disambungkan dengan CS dan minta dihubungkan dengan pihak yang punya kewenangan untuk melakukan updating data. Fani menolak dan terus buying time. Kedua : ketika jam sudah lewat jam 12.00, dia tiba-tiba menawarkan menyambungkan dengan atasannya. Kenapa tidak dari tadi? Bukankah dari tadi itu yang saya inginkan? Ketiga : Fani membuat saya menunggu lama hanya untuk mengatakan itu jam istirahat. Aneh bukan? Cukup dengan melihat jam dia sudah tahu. Dan saya tidak percaya kalau di tempat Fani berada sama sekali tak ada jam!

Setelah saya paparkan seluruh kecurigaan saya, tampaknya Fani menyerah dan tak bisa lagi berkelit. Akhirnya sekali lagi ia janji menghubungkan saya dengan atasananya. Saya sudah mengancam akan menulis ini di media dan saya tidak main-main. Lagi-lagi Fani meminta saya menunggu. Penghitung waktu di HP saya sudah menunjukkan pembicaraan kami 1 jam! Dan tiba-tiba hubungan terputus. Saya tak tahu kenapa, apakah karena terlalu lama menunggu atau di sana di tutup. Yang jelas, jika Fani benar-benar menyambungkan saya dengan atasannya dan ketika kembali ternyata hubungan terputus, maka tentunya ia akan menelpon saya lagi. Tapi sampai saat saya posting tulisan ini, sudah 2,5 jam berlalu, tak ada satupun telepon masuk dari Citibank.

Inilah Citibank, sebuah bank besar dari Amerika, yang terkenal kejam memperlakukan nasabahnya yang dianggap “nakal” tapi oknumnya bisa bebas mengemplang dana nasabah prioritas. Pasca kasus kematian Irzen Octa dan kasus Malinda Dee, Citibank mengirim email kepada semua nasabahnya, meminta maaf atas kejadian itu dan berjanji akan melakukan pembenahan. Sayangnya, nasabah yang baik dan tak bermasalah seperti saya, yang punya itikad baik untuk melaporkan perubahan data, justru dipermainkan dan tidak dianggap. Lucunya lagi, uopdate data alamat saja butuh waktu sebulan. Memangnya masih pakai mesin ketik manual? Di kelurahan saja, ganti KTP tak selama itu prosesnya. Jadi, Citibank yang manajemennya dari Amerika itu ternyata kalah dengan administrasi Kelurahan dong? Semoga ada orang Citibank yang membaca tulisan ini.

catatan ira oemar freedom writers kompasianer
×
Berita Terbaru Update