Beberapa tahun belakangan Suriah menjadi
tujuan wisata turis asing, terutama dari Eropa, karena memiliki kekayaan
warisan sejarah dan budaya kuno. Negara ini juga merupakan tujuan
wisata rohani beberapa negara di Timur Tengah maupun Asia, karena
banyaknya mesjid-mesjid indah yang memiliki nilai historis dan
situs-situs religius bagi agama Islam maupun Kristen seperti makam Nabi
Ayub, makam kepala Nabi Yahya, termasuk kota tua di Damaskus yang terdapat rumah peninggalan Ananias dan tempat dimana Rasul Paulus bertobat.
Sejalan dengan gejolak politik Timur Tengah
yang naik turun, hal ini juga mempengaruhi jumlah turis yang bertandang
ke kawasan ini, termasuk ke Suriah. Saat pemerintahan Presiden Hafez Al Assad
(ayah presiden yang sekarang, Bashar Al Assad), situasi politik di
Suriah sempat memanas, karena adanya perang melawan Israel saat
memperebutkan Dataran Golan maupun melawan pemberontakan di dalam
negerinya sendiri. Saat itu tak banyak wisatawan berkunjung ke Suriah.
Negara ini pun termasuk salah satu negara
sosialis sehingga tertutup terhadap dunia luar. Bisa dilihat dari bentuk
perumahan rakyatnya yang rata-rata berupa flat atau apartemen, yang
dimaksudkan supaya mudah melakukan kontrol atau pengawasan terhadap
rakyatnya sendiri.
Namun saat ini dibawah pemerintahan Presiden
Bashar Al Assad, Suriah sudah banyak mengalami kemajuan dan mulai
terbuka dengan dunia luar. Sudah bisa mengakses Yahoo dan Google, walaupun Blackberry dan Facebook masih diblokir, tapi dengan sedikit akal, memakai proxy, anak-anak muda di Suriah masih bisa ber-facebook-an. Dulunya tak gampang melakukan akses internet, bahkan katanya kertas tisu masih jarang dijual.
Sudah ada beberapa mal yang kondisinya
lumayanlah, namun jauh lebih bagus mal-mal di Indonesia. Gerai makanan
asing sudah memasuki negara ini, antara lain KFC dan Texas Fried
Chicken. Namun untuk mencari Pizza HUT, Mc Donald, Burger King atau
Starbuck, masih harus ke perbatasan Lebanon, yang berjarak kurang lebih
1,5 jam berkendara mobil.
Walaupun sudah tersentuh angin modernisasi,
namun beberapa tempat kuno di Damaskus masih mempertahankan kekunoannya
yang memikat. Justru hal-hal yang kuno dan bernilai sejarah tinggi ini
yang banyak dicari wisatawan.
Apabila kita menyusuri di beberapa tempat di Damaskus seperti di Bab Touma, Bab Sharqi atau di souk (pasar) Hamidiyeh, maka masih terdapat beberapa kafe atau tempat minum kopi yang bernuansa kuno. Ada juga beberapa butik high class
yang menjual produknya di rumah-rumah kuno khas Damaskus. Beberapa saat
lalu, kala situasi belum seperti sekarang, banyak wisatawan asing yang
yang menghabiskan waktunya minum kopi dan menghisap arkhile (shishah) di tempat ini.
Bagi saya, negara ini, kota ini, sungguh kuno dan eksotis walau sudah terkena arus modernisasi.
Sangat disayangkan, saat sekarang, situasi
politik di negara ini kian memanas. Beberapa tempat yang biasanya
menjadi tujuan wisata seperti Aleppo, Lattakia (yang
terkenal dengan keindahan pantainya) dan Damaskus justru menjadi
tempat-tempat rawan dimana banyak terjadi penembakan dan pengeboman.
Setahun yang lalu, saya masih menyaksikan
demo damai pro pemerintahan di dalam kota Damaskus. Sulit bagi
pemberontak untuk memasuki ibukota Suriah ini karena banyaknya intel dan
tentara yang mengawasi setiap sudut kota. Saat itu kehidupan
berlangsung normal. Pemberontakan terjadi di luar kota Damaskus dan
disinyalir para pemberontak itu mendapat pasokan senjata dari pihak
asing yang memang menginginkan kerusuhan terjadi. Hal ini ada beberapa
kemungkinan, yaitu karena Presiden Bashar yang tidak pro terhadap AS dan
Israel sehingga pemerintahannya digoyang terus atau karena Suriah yang
pro Iran merupakan satu-satunya jalan untuk menyerang Iran, apabila
Suriah sudah berhasil ditaklukkan AS.
Saat ini para pemberontak sudah memasuki kota
Damaskus. Rakyat Suriah bagaikan makan buah simalakama, tidak bisa
bersikap netral. Bila pro Presiden Assad, maka nyawanya melayang di
tangan pemberontak. Namun, bila tidak pro Presiden Assad, harus
menghadapi moncong senjata tentara pemerintahan.
Karena kebrutalan tentara pemerintahan juga
menyakiti hati rakyat. Rakyat yang tadinya pro Presiden Assad, bisa
berbalik membencinya.
Sudah ribuan rakyat mengungsi ke perbatasan Lebanon dan Turki. Sudah banyak korban jatuh.
Salah satu korban jatuh adalah kawan baik saya, Abdul Rozak Harbi, yang 2 hari lalu saya tulis kisahnya disini.
Hati saya masih terasa pedih, karena begitu banyak kawan baik saya
disana. Saat ini mereka pasti sedang kalut dengan perang saudara yang
membingungkan. Mana lawan, mana kawan. Abdul Rozak bukan musuh yang
patut ditakuti. Dia hanya seorang ayah 13 anak yang sedang mencari
nafkah sebagai seorang sopir. Dia ditembak saat sedang memperbaiki mobil
di bengkel. Entah bagaimana nasib anak-anaknya?
Sudah banyak korban jatuh. Banyak korban rakyat tak bersalah. Mau sampai kapan seperti ini?
Akankah Suriah berakhir seperti Irak dan Libya?
Apakah tim perdamaian PBB benar-benar membawa
misi perdamaian? Ataukah hanya suatu jalan supaya Amerika bisa
menundukkan Suriah?
Setelah menundukkan Suriah, selanjutnya apa
yang mau dikuasai? Minyaknya yang menggiurkan atau meneruskan niat untuk
menundukkan Iran?
catatan ibu tyas freedom writers kompasianer