Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Zulbahri Praperadilankan Kejari Pariaman Atas Penetapan Status Tersangka ASM

2 November 2017 | 2.11.17 WIB Last Updated 2017-11-02T12:09:43Z

~Saat penetapan tersangka ASM, Josia Koni telah diangkat menjadi Asintel di Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur.

~Barang bukti yang ditampilkan Kejari Pariaman saat memberikan keterang pers, tidak relevan dengan kasus ASM sehingga timbul multitafsir di tengah masyarakat ASM kena operasi tangkap tangan.


Pariaman --- Kuasa hukum ASM, tersangka kasus dugaan korupsi penyalahgunaan dana pembangunan sarana dan prasarana jaringan instalasi air bersih di Padangpariaman tahun 2012, pra peradilankan Kejaksaan Negeri Pariaman. Gugatan pra peradilan tersebut didaftarkan oleh Zulbahri selaku pengacara ke Pengadilan Negeri Klas IB Pariaman pada Rabu (1/11) kemarin.

Dalam keterangan persnya, Kamis (2/11) di kantornya Jalan Bypass Pariaman, Zulbahri megatakan jika gugatan pra peradilan bukanlah perlawanan yang dilakukan oleh pihak ASM sebagai tersangka yang ditetapkan. Ia menilai penetapan tersangka oleh Kejari Pariaman atas kilennya sangat kontroversial.

Namun, kata dia, pra peradilan tersebut merupakan upaya koreksi terhadap proses ataupun tahapan yang tidak dilalui oleh Kejari Pariaman secara KUHAP dan Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 13 tahun 2017 MK Nomor 130 PUU/XIII/2015 hasil judicial review (pengujian undang-undang) terhadap Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana terhadap Undang-Undang Republik Indonesia.

“Bukan melawan ketetapan hukum yang dilakukan oleh penyidik, tapi upaya koreksi terhadap ketetapan penyidik dan pemenuhan hak dari klien kami yang terabaikan,” ujarnya.

Dalam gugatan tersebut, Zulbahri sebagai kuasa hukum dari tersangka ASM meyakini, penetapan kliennya sebagai tersangka tidak sah dan siap ia buktikan di pengadilan. Hal itu terkait dengan legalitas dan kewenangan mantan Kajari Pariaman Josia Koni.

Menurutnya, penetapan kliennya sebagai tersangka, penahanan yang didasari sprindik tertanggal 18 Oktober 2017 adalah ilegal. Pasalnya, Josia Koni sendiri telah dilantik dalam jabatan baru sebagai Asisten Intelijen Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur pada tanggal 12 Oktober 2017. Artinya, lanjut dia, rentang tanggal 12 hingga dilantiknya Kajari Pariaman yang baru tanggal 24 Oktober 2017, Josia Koni tidak memiliki kewenangan terhadap keputusan eksternal.

Atas dasar itu menurutnya, Josia Koni tidak lagi memiliki kewenangan menerbitkan produk hukum pro justisia seperti sprindik peningkatan dari tingkat penyelidikan kepada penyidikan dan menetapkan tersangka.

"Terhitung ditetapkan dan dilantik pada jabatan yang baru sebagai Asintel Kejati Kalimantan Timur pada tanggal 12 Oktober 2017. Sedangkan tindakan pro justisia tersebut berupa penyidikan, penahanan dan pemeriksaan sebagai tersangka tertanggal pada 18 Oktober 2017, adalah tidak legal,” yakinnya.

Dari sisi penenuhan hak kliennya, Zulbahri menjabarkan sebagaimana dalam Keputusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor 130 tahun 2015 tentang hasil judicial review (pengujian undang-undang) terhadap Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana terhadap Undang-Undang Republik Indonesia, pihak Kejari Pariaman tidak mematuhi amar putusan tersebut yang mewajibkan penyidik wajib menyerahkan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) tidak hanya kepada penuntut umum, tetapi juga kepada terlapor dan korban/pelapor dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari.

“Tujuan agar tersangka mengetahui perkembangan proses hukum dan menyiapkan pengacara serta berkas menghadapi penyidikan. Namun hingga saat ini, dari klien kami yang saat ini sudah ditetapkan sebagai tersangka, belum pernah mendapatkan SPDP dan langsung dilakukan penahanan,” ulasnya.

Dalam konferensi persnya, Zulbahri juga mempertanyakan penampilan barang bukti berupa sitaan uang yang dirilis oleh Kejari Pariaman melalui salah satu stasiun televisi swasta sebanyak Rp1,9 miliar, sedangkan kerugian negara dari hasil audit BPKP Sumatera Barat atas kasus kliennya hanya Rp800 juta.

Barang bukti uang yang disita oleh pihak Kejari Pariaman saat keterangan pers, sebut dia, berasal dari pelaksanaan proyek yang merugikan negara Rp2,5 miliar. Klien dia tidak pernah melaksanakan proyek tersebut, namun proyek bernilai Rp1,65 miliar.

“Penampilan barang bukti tersebut ditafsirkan oleh masyarakat bahwa seolah klien kami terjaring OTT, padahal tidak. Barang bukti yang ditampilkan tidak sinkron dengan proyek yang kala itu dilaksanakan oleh klien kami,” tuturnya.

Dengan penampilan barang bukti yang bukan berasal dari kasus kliennya, keluarga kliennya merasa tersudutkan. Persepsi masyarakat, kata Zulbahri, ada yang menafsirkan uang sitaan Kejari Pariaman itu dari rekening ASM.

"Terjadi multi penafsiran di tengah masyarakat atas uang tersebut, padahal klien kami yakini tidak bersalah sebagaimana hasil audit BPK RI," jelasnya.

Terkait kerugian negara yang disangkakan terhadap kliennya Rp800 juta, Zulbahri bersiteguh mengatakan tidak ditemukan dalam audit BPK. Ia bahkan menyebut, rekanan dalam proyek yang ditangani kliennya telah mengganti uang senilai Rp119 juta dan sita jaminan sebesar Rp81 juta sebagaimana rekomendasi audit BPK.

"Penetapan klien kami sebagai tersangka tidak dimulai dari pemeriksaan barang bukti dan saksi. Ditetapkan tersangka dan ditahan dahulu, baru pemeriksaan saksi kemudian. Kemudian dasar hukum penetapan tidak sah karena ditandatangani oleh orang yang tidak berkompeten," bebernya.

Zulbahri menyebut terkait pra peradilan yang dia ajukan, Pengadilan Negeri Pariaman telah menunjuk hakim tunggal bernama David. Namun jadwal sidang belum ditetapkan.

Terpisah, Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejari Pariaman Hendri Sipayung, saat diklarifikasi wartawan di ruang kerjanya, mengatakan bahwa pihaknya belum menerima salinan atau tembusan pendaftaran permohonan gugatan pra peradilan dari pengadilan dan kuasa hukum ASM.

“Kami belum dapat informasi resmi dan tembusannya. Tapi informasi terkait rencana pra peradilan itu, sudah ada,” ujarnya.

Pihaknya mengaku siap menghadapi pra peradilan jika nanti kuasa hukum tersangka ASM melakukan upaya hukum atas penetapan tersangka karena hal tersebut sepenuhnya hak ASM yang dijamin undang-undang.

“Sebagaimana prosedurnya, jika ada permohonan sidang pra peradilan, pimpinan akan menunjuk tim untuk menghadapi sidang gugatan tersebut,” akunya.

Hendri Sipayung membantah materi gugatan pra peradilan yang disampaikan oleh kuasa hukum ASM. Terkait dengan legalitas dikeluarkan produk hukum pro justisia berupa penetapan tersangka dan penahanan tersangka ASM tertanggal 18 Oktober 2017, ia yakini sah.

Menurutnya, meskipun Kajari Pariaman Josia Koni dilantik pada 12 Oktober 2017 di Kejati Kalimantan Timur, namun Josia Koni masih memiliki kewenangan dan hak penuh sebagai Kajari Pariaman, terhitung saat dilantik Kajari Pariaman yang baru hingga tanggal 24 Oktober 2017 saat dilakukannya serah terima jabatan antara pejabat yang lama dengan yang baru di Kejati Sumbar.

“Benar pelantikan beliau (Josia Koni) tanggal 12 Oktober 2017, namun saat dilantik di Kejati Kaltim itu, jabatan Asintel di sana di PLH-kan. Sedangkan di Pariaman karena kekosongan jabatan, beliau merangkap Kajari Pariaman hingga serah terima jabatan pada 24 Oktober 2017. Jadi produk hukum pro justisianya baik itu penetapan tersangka dan penahanan adalah legal,” kata dia didampingi dua penyidik Kejari Pariaman Dian Eka Lestari dan Budi Prihalda.

Sementara itu, terkait barang bukti yang ditampilkan pada keterangan pers Jumat 20 Oktober silam, menurut Hendri barang bukti tersebut adalah hasil sitaan dari dua orang tersangka sebelumnya yaitu Khosan Katsidi dan Ramli Ramona Sari---sekarang DPO terpidana masing-masing 6,5 tahun---di kasus yang berbeda. Putusan hukum terhadap kedua orang tersebut juga sudah final, setelah putusan Kasasi Mahkamah Agung.

“Bukan barang bukti penyitaan tersangka ASM, tapi pengembalian uang negara dari Khosan Katsidi sebanyak Rp1,9 miliar. Dalam kasus itu di tingkat Kasasi Mahkamah Agung, Khosan Katsidi dan Ramli Ramona Sari dijatuhi vonis masing-masingnya 6,5 tahun," sebutnya.

Ia mengatakan penetapan tersangka terhadap ASM sudah cukup bukti yang nantinya akan ia beberkan di pengadilan. Tersangka ASM merupakan mantan Kadis PU Padangpariaman. Dirinya ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan kasus korupsi penyalahgunaan dana pembangunan sarana dan prasana jaringan air bersih di Padangpariaman tahun 2012. Saat ini, ASM tahanan jaksa di Lapas IIB Pariaman. (Nanda/OLP)
×
Berita Terbaru Update