Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Hakikat dan Filosofi Seluruh Prosesi Tabuik Piaman

7 Oktober 2016 | 7.10.16 WIB Last Updated 2016-10-07T04:37:51Z


Membuat Daraga

Beberapa hari sebelum prosesi tabuik dimulai, terlebih dahulu masing-masing rumah tabuik mendirikan sebuah tempat yang dilingkari dengan bahan alami (pimpiang) empat persegi dan didalam nya diberi tanda sebagai kiasan bercorak makam yang dinamakan dengan ”daraga”. Fungsi dari daraga adalah sebagai pusat dan tempat alat ritual/merupakan tempat pelaksanaan maatam. Berikut rincian ritual tabuik meskipun ada pergeseran tanggal (modifikasi waktu) dalam rangka meriahnya acara itu demi dunia kepariwisataan.

1. Mengambil Tanah (tanggal 1 Muharram)

Aktivitas pengambilan tanah dilakukan pada petang hari tanggal 1 Muharam, dilakukan dengan suatu arak-arakan yang dimeriahkan dengan gendang tasa. Mengambil tanah dilaksanakan oleh dua kelompok tabuik yaitu, kelompok “Tabuik Pasa” dan “Tabuik Subarang”.

Masing-masing kelompok mengambil tanah pada tempat (anak sungai) yang berbeda dan berlawanan arah. Tabuik Pasa di Desa Pauah, sedangkan Tabuik Subarang di Kelurahan Alai Gelombang yang berjarak ±600 meter dari daraga (rumah tabuik).

Pengambilan tanah dilakukan oleh seorang laki-laki dengan berpakaian jubah putih melambangkan kejujuran Husein. Tanah tersebut diusung ke “daraga” sebagai simbol kuburan Husein.

2. Manabang Batang Pisang (tanggal 5 Muharram)

Menebang batang pisang adalah cerminan dari ketajaman pedang yang digunakan dalam perang menuntut balas atas kematian Husein oleh seorang pria dengan berpakaian silat. Batang pisang ditebang putus sekali pancung.

3. Peristiwa Maatam (tanggal 7 Muharam)

Prosesi maatam dilaksanakan setelah Shalat Zuhur oleh orang (keluarga) penghuni rumah tabuik. Secara beriringan mereka berjalan mengelilingi daraga sambil membawa peralatan ritual tabuik (jari-jari, saroban, pedang Husein dll) sambil menangis meratap-ratap. Hal ini sebagai pertanda kesedihan yang dalam atas kematian Imam Husein, sedangkan daraga adalah hakekat dari kuburan Husein.

4. Maarak Jari-Jari (tanggal 7 Muharam)

Maarak panja merupakan kegiatan membawa tiruan jari-jari tangan hosein yang tercincang, untuk diinformasikan kepada khalayak ramai bukti kekejaman raja zalim.
Peristiwa tersebut dimeriahkan dengan “hoyak tabuik lenong” yaitu sebuah tabuik berukuran kecil yang diletakkan diatas kepala seorang laki-laki sambil diiringi bunyi gandang tasa.

5. Maarak Saroban (petang tanggal 8 Muharam)

Peristiwa maarak saroban bertujuan untuk menginformasikan kepada anggota masyarakat akan halnya penutup kepala (saroban) Husein yang terbunuh dalam perang Karbala. Hampir serupa dengan peristiwa maarak panja, bahwa kagiatan ini juga diiringi dengan membawa miniatur tabuik lenong serta didiringi gemuruh bunyi gendang tasa sambil sorak sorai.

6. Tabuik Naiak Pangkek (dini hari tanggal 10 Muharam)

Pada dini hari menjelang fajar, dua bagian tabuik yang telah siap dibagun di pondok pembuatan tabuik mulai disatukan menjadi tabuik utuh. Peristiwa ini dinamakan dengan tabuik naik pangkek, selajutnya seiring matahari terbit, tabuik diusung ke arena (jalan) dan ditampilkan dan dihoyak sepanjang hari tanggal 10 Muharam.

7. Pesta Hoyak Tabuik (tanggal 10 Muharam)

Sepanjang hari tanggal 10 Muharam mulai pada pukul 09.00 WIB dua tabuik Pasa dan Tabuik Subarang disuguhkan ke tengah pengunjung pesta hoyak tabuik sebagai hakekat peristiwa perang Karbala dalam Islam. Acara hoyak tabuik akan berlangsung hingga sore hari, secara lambat laun tabuik diusung menuju pinggir pantai seiring turunnya matahari.

8. Tabuik dibuang kelaut (petang tanggal 10 Muharam)

Tepat pukul 18.00 WIB senja hari, tatkala “sunset” memancarkan sinar merah tembaga akhirnya masing-masing tabuik dilemparkan ke laut oleh kedua kelompok anak Nagari Pasa dan Subarang ditengah kerumunan para pengunjung yang hanyut oleh rasa haru. Seiring tabuik dibuang, maka selesailah seluruh prosesi pesta budaya tabuik.

Filosofi Tabuik

Seperti halnya upacara tabuik, mewakili cerminan sikap dan pola hidup masyarakat Pariaman. Nilai-nilai yang terkandung di dalam setiap rentetan alur pelaksanaan maupun simbol upacara tersebut menjadi hal yang penting bagi masyarakat setempat.

Tabuik adalah salah satu tradisi sosial keagamaan masyarakat minangkabau, khususnya di wilayah Pariaman. Substansi tradisi ini bersumber dari suatu peristiwa yaitu kisah mati syahid Husein Bin Abi Thalib (cucu Nabi Muhammad SAW yang kemudian biasa disebut Husein) dalam perang melawan Raja Yazid Bin Muawiyah di negeri Syam di Padang Karbala yang terjadi pada bulan Muharram.

Tabuik berasal dari kata Tabut dan orang Pariaman khususnya melafazkan Tabuik. Ini disebabkan pengaruh dialek minang dimana konsonan akhir huruf “t” akan dilafalkan “ik” seperti takut menjadi takuik, larut menjadi laruik dan sebagainya.

Tabuik adalah peti kayu yang dilapisi emas (Brosur Depparpostel Sumbar, 1993/1994 dalam Khanizar Chands, 1995:7, Ernatib dkk, 2001:14). Sedangkan menurut W.j.S Poerwadarminta dalam Ernatib, 2001 : 14 pada Kamus Besar Bahasa Indonesia Tabuik atau Tabut adalah sebuah peti yang terbuat dari anyaman bambu yang diberi kertas berwarna, kemudian dibawa arak-arakan pada hari peringatan Hasan dan Husein tanggal 10 Muharram. Upacara Tabuik sekarang telah menjadi agenda tahunan tradisi masyarakat Pariaman setiap tanggal 1-10 Muharram.

Selanjutnya Muhammad Idrus Al Marbawi dalam Ernatib, 2001 : 14 dalam kamus bahasa arab mengatakan, Tabuik berasal dari bahasa Arab Melayu yang artinya peti atau keranda yang dihiasi bunga-bunga dan kain berwarna-warni dan kemudian dibawa berarak-arak keliling kampung.

Sedangkan pengertian Tabuik di Pariaman adalah sebuah keranda yang diibaratkan sebagai usungan mayat Husein Bin Ali yang terbuat dari bambu, kayu rotan yang dihiasi bunga-bunga “salapan”. Pada bagian bawah Tabuik terdapat seekor burung Buraq berkepala manusia dan pada bagian atasnya terdapat satu tangkai bunga salapan yang disebut sebagai puncak Tabuik.

Secara harfiah Tabuik berarti peti atau keranda yang dihiasi bunga-bungaan dan dekorasi lain yang berwarna-warni dan kelengkapan lain yang menggambarkan Buraq (hewan kuda yang berkepala manusia).

Secara simbolik, Tabuik menyimbolkan kebesaran Allah SWT yang telah membawa terbang jenazah imam Husein ke langit dengan Buraq tersebut sebagai medium yang meninggal secara mengenaskan saat terjadi perang di Karbala.

Tradisi ini bersifat kolosal karena melibatkan banyak orang, mulai dari tahap persiapan, pelaksanaan dan tahap akhir pada penyelesaian puncak acara. Keterlibatan kelembagaan maupun pemerintah daerah, masyarakat setempat, juga pihak lain mempunyai andil cukup besar dalam berlangsungnya upacara Tabuik.

Secara kuantitas upacara Tabuik merupakan keramaian sosial yang terbesar di wilayah Pariaman. Keterlibatan banyak personil dan lembaga menunjukkan bahwa acara itu senantiasa menjadi agenda tetap yang dinanti-nanti seluruh masyarakat Pariaman.

Secara kualitas, Tabuik merupakan ruang sosial keterlibatan ninik mamak, alim ulama, cerdik pandai dan anak nagari. Semua ini menunjukkan bahwa Tabuik telah menjadi media sosial yang paling efektif bagi eksistensi unsur-unsur sosial budaya dalam masyarakat.
 

Diolah dari berbagai sumber
×
Berita Terbaru Update