Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Saat Genius dan Busyro Muqaddas beri Kuliah Umum Anti Korupsi

21 Agustus 2016 | 21.8.16 WIB Last Updated 2016-08-21T07:08:05Z



Wakil Walikota Pariaman Genius Umar menyebut, pemberantasan tindak pidana korupsi harus dimulai dari komitmen pemimpin pemerintahan pusat hingga pemerintahan terendah desa. Hal itu diyakini akan mampu menciptakan penyelenggaraan pemerintahan yang bebas dari korupsi.

Hal tersebut diungkapkan Genius saat membuka kuliah umum madrasah anti korupsi Kota Pariaman angkatan kedua yang diselenggarakan PP Muhamadiyah dan Indonesian Corupption Watch (ICW) di Balaikota Pariaman, Kamis (18/8) lalu.

Selain itu, kata dia, upaya pencegahan tindak pidana korupsi harus dilakukan sejak awal yang dimulai dengan memberikan pendidikan anti korupsi sejak dini kepada anak-anak. Selain dengan pendidikan, tindak pencegahan korupsi dapat dilakukan dengan perbaikan sistim pengelolaan daerah berbasis kinerja yang transparan.

Dikatakan Genius, Pemko Pariaman sangat mendukung upaya pemberantasan korupsi melalui pendekatan pencegahan, seperti kegiatan kuliah umum anti korupsi sebagai bentuk pencegahan dini itu.

“Kita di Kota Pariaman sudah memulainya, pengelolaan dan manajemen daerah yang kita lakukan secara terbuka dan transparan termasuk keungan daerah, namun pencegahan korupsi akan lebih optimal kita lakukan dengan penanaman sikap anti korupsi sejak dini yang dimulai dari keluarga,” paparnya. 

Sementara itu, mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI, HM Busyro Muqaddas mengatakan, pemberantasan korupsi dapat dilakukan dengan memperkuat tradisi dan budaya jujur, amanah berbasis keluarga dan organisasi lapis bawah seperti keagamaan, kepemudaan dan melakukan strategi politik pencegahan korupsi melalui evaluasi undang-undang dan akselerasi pendidikan politik bersih.

Namun, kata Busyro, upaya itu terhambat dengan kondisi ologarki politik ekonomi yang terjadi, intervensi bisnis yang tinggi dalam penyelenggaraan pemerintahan dan sikap pasif masyarakat dalam pemberantasan korupsi.

Penamanan pendidikan anti korupsi harus dimulai dari keluarga. Hal itu dikarenakan, fakta bahwa tindak pidana korupsi terjadi disebabkan oleh dorongan orang terdekat yang ditimbulkan keinginan yang tidak terbatas. Dalam pemberian nilai-nilai anti korupsi, orang tua harus memberikan pemahaman yang sederhana, seperti penekanan pentingnya kejujuran, disiplin dan bersyukur.

“Tidak akan tentram keluarga jika harta yang didapat dari hasil korupsi akan menjadikan keluarga berantakan dan menimbulkan keturunan yang kufur, pembohong, penipu dan generasi calon koruptor,” jelasnya.

Dari sisi penyebab korupsi, tindak pidana ini diakari oleh sistem regulasi (UU Parpol, Pilkada, Pemilu, Pilpres) yang didominasi oleh agenda politik bermodal. Akar korupsi lainnya adalah kemisteri antara budaya politik oligarki dengan ekonomi oligarki, oknum aparat keamanan yang tergadai oleh harta, kekafiran pendidikan politik akibat by disign, masififasi pola hidup komsunenisme dan perfiisme dalam semua aspek.

Tindak pidana korupsi tidak hanya disebabkan oleh keinginan atau hasrat pelaku, namun juga disebabkan oleh peluang dan sistem.

Pemberantasan korupsi, sebut dia, dapat dilakukan dengan memperkuat tradisi dan budaya jujur, amanah berbasis keluarga dan organisasi lapis bawah seperti keagamaan, kepemudaan dan melakukan strategi politik pencegahan korupsi melalui evaluasi undang-undang, akselerasi pendidikan politik bersih. Diakui Busyro, upaya tersebut terhambat dengan kondisi oligarki politik ekonomi yang terjadi, intervensi bisnis yang tinggi dalam penyelenggaraan pemerintahan dan sikap pasif masyarakat dalam pemberantasan korupsi.

Korupsi yang dikatgorikan sebagai extra ordinary crime itu, ujarnya, memiliki dampak yang luar biasa. Kekayaan Indonesia seharusnya menjadikan Indonesia negara yang sejahtera dan makmur. Namun, karena akibat perilaku korupsi pejabat menimbulkan kemiskinan yang masif hingga terjadinya disorientasi kehidupan bangsa.

Sementara itu, pimpinan Komisi Yudisial RI, Farid Wajdi mengatakan, lembaga peradilan yang mengadili tindak pidana korupsi justru menjadi salah satu sektor pelaku tindakan tersebut. Komisi Yudisial yang bertugas mengawasi peradilan bertujuan untuk menciptakan peradilan yan bersih. Sebagai bentuk upaya pemberatasan korupsi disektor peradilan, KY RI telah melaksanakan agenda pencegahan dan pengawasan peradilan.

Ia sepakat jika pencegahan korupsi dapat dimulai dari internal keluarga dengan membudayakan. Penanaman stigma bahwa korupsi merupakan tindakan yang memalukan harus dilakukan untuk mencegah budaya korupsi dan mencegah munculnua stigma bahwa korupsi adalah tindakan heroik dan pelakunya adalah pahlawan.

“Kita harus kritis, tanyakan sumber harta yang diperoleh oleh pasangan, orang tua dan saudara untuk memastikan tidak bersumber dari hasil tindak pidana korupsi. Ini sebetullnya perlu tanamkan sebagai awal dari pencegahan, jelasnya.

Sementara itu, kedeputian pencegahan KPK RI, Gumilar Prana Wilaga mengatakan, tindakan korupsi di Indonesia terjadi sangat masif yang dimulai dari semenjak lahir hingga kematian.

Nanda/OLP
×
Berita Terbaru Update