Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Piaman, Kota Modern Lima Abad

22 November 2015 | 22.11.15 WIB Last Updated 2015-11-23T01:22:41Z



Di Pariaman (Piaman), kota atau kabupaten, penduduk aslinya spesifik disebut Rang Piaman. Piaman berkonotasi kesamaan budaya meskipun wilayahnya terpisah secara administrasi. Rang Piaman, jelas, penduduk Kota Pariaman, Padangpariaman, Tiku di Agam dan sebagian wilayah di Kota Padang. Buya Hamka menyebut Ranah Piaman dengan sebutan Bariaman. Kata Buya yang saat itu beradu pantun dengan tokoh adat di Kuraitaji, arti Bariaman adalah dataran yang aman.

Nama itu diberikan oleh bangsa Arab yang berlabuh di Piaman berdagang rempah. Buya meyakini orang Arab lebih dulu singgah di Pariaman dibanding orang Hindustan. Penyebaran agama Islam erat pula kaitannya dengan masuknya pedagang Arab ke Pariaman sebagaimana ujaran Buya Hamka. Buya Hamka dikenal dekat dengan para ulama Muhamadiyah asal Kuraitaji, dan, Kuraitaji sejak dulunya merupakan wilayah Piaman paling aktif dalam masa pergerakan, terutama Muhamadiyah. Ulama Muhamadiyah asal Kuraitaji konon menyebar hingga ke tanah Bugis dan berbagai wilayah Indonesia lainnya.

Berbagai versi tentang asal usul nama Pariaman adapula saya ketahui, namun versi Buya Hamka menurut saya paling rasionable dari kacamata sejarah, mengingat Pariaman setelahnya memang dikenal sebagai pusatnya penyebaran agama Islam di pantai barat sumatera.

Piaman Laweh lain pula. Konotasinya luas wilayah. Dahulu sebelum pemekaran, Kabupaten Padangpariaman merupakan kabupaten terluas di Sumatera Barat, hampir separuh Kota Padang sekarang ini masuk wilayah pemerintahannya, pun Kabupaten Mentawai nan amat luas itu dahulu dipimpin seorang kepala kecamatan. Tiap sebentar sang camat bolak balik Mentawai-Pariaman guna urusan pemerintahan ke kantor Bupati. Hapal betul dia musim gelombang dan laut tenang menuju Mentawai. Sangat jarang Camat Mentawai asli putra daerah Pagai (sebutan lain Mentawai).

PT Semen Padang di Indarung, pelabuhan Teluk Bayur, dua zona prestisius yang diberikan oleh Kabupaten Padangpariaman. Pelepasan beberapa wilayah administrasi Padangpariaman untuk perluasan Kota Padang sebagai Ibukota Provinsi Sumatera Barat sempat membuat Bupati Anas Malik kala itu naik pitam. Dia diwajibkan menandatangani dokumen persetujuan setelah berbagai nota syarat serah terima telah dikompromikan oleh bupati sebelum dia.

Saya pernah dengar dari tetua, sempat keluar ujaran dari Anas Malik saat pelepasan itu, bahwa setelahnya, Padangpariaman harus dipimpin Rang Piaman, tidak boleh tidak. Jika hal ini disadari oleh PT Semen Padang dan otoritas Pelabuhan Teluk Bayur, ada baiknya dana CSR mereka diperbanyak (prioritas) untuk kepentingan masyarakat Piaman.

Kantor-kantor pemerintahan Padangpariaman hingga kini banyak terdapat di Kota Pariaman pasca Kota Pariaman menjadi kota otonom yang mandiri secara politik dan administrasi sejak tahun 2002. Pegawai pemerintahan senior di Kota Pariaman hampir semuanya pernah bekerja di pemerintahan Padangpariaman. Sebut saja Walikota Mukhlis Rahman dan Wakil Walikota Genius Umar. Pasangan kepala daerah itu sangat pernah meniti karier kepegawaian di Pemerintahan Kabupaten Padangpariaman.

Oleh karena itulah sulit menyebut orang Kota Pariaman dan orang Kabupaten Padangpariaman bersebab pusat kota (kini Kota Pariaman) umumnya dihuni rang Piaman yang ingin dekat dengan pusat kota seperti para pegawai pemerintahan, BUMD, pedagang pasar, kontraktor, para guru hingga siswa sekolah menegah atas yang kos agar dekat dengan sekolahan.

Luar dari itu Rang Piaman suka merantau. Di Pekanbaru Riau, perkampungan Rang Piaman paling terkenal adalah Kampung Dalam dan Jalan Kalimantan (sekarang Jalan Pangeran Hidayat). Rang Piaman banyak pula merantau ke Medan, Jakarta, Bandung dan kota-kota besar lainnya. Mereka beranak pinak di sana tanpa meninggalkan tatanan adat leluhurnya. Kemarin waktu saya ke Maluku Utara, tidak susah menemukan komunitas Rang Piaman.

Waktu kecil bahkan hingga kini masih teringat tugu Palapa di Lubuk Alung oleh saya. Palapa adalah singkatan dari Padang-Lubuk Alung-Pariaman. Konsep Palapa mencakup berbagai aspek ide Bupati Anas Malik. Palapa adalah konsep kota terpadu, pembangunan wisata, perdagangan, industri terintegrasi yang saling sangga menyangga satu sama lainnya.

Dalam impian Anas Malik, Palapa kelak akan menjadi kawasan industri yang sibuk, kawasan wisata nan maju serta kawasan perdagangan yang memacu pertumbuhan ekonomi terkuat di Sumatera Barat. Ide kawasan metropolitan Palapa kini, tinggal kenangan.

Bicara sejarah tentu tidak lepas dari pemimpinnya. Anas Malik kala menjabat Bupati Padangpariaman (1980-1990) banyak hal dia perbuat yang mencatatkan namanya sebagai pemimpin melegenda di lubuk hati masyarakat yang dia pimpin hingga sekarang ini. Untuk menjadikan Kecamatan Pariaman jadi Kota Administratif sangat berat hal yang dia lakukan. Berbagai fasilitas sebagai syarat mesti terpenuhi semacam sekolah menengah kejuruan, perguruan tinggi serta persyaratan bangunan lain, mesti dibangun dari nol. Buktinya hal itu mampu dia wujudkan. Tidak akan pernah ada nama Perumnas Kampung Baru jika lecut tangannya tidak sampai ke sana.

Pariaman kota metropolitan yang tua

Jalan kereta api dari Padang menuju Pariaman dibangun oleh pemerintahan Hindia Belanda di abad ke-19. Untuk wilayah Pariaman setidaknya terdapat sejumlah stasiun kereta api, yakni di Pasar Pariaman, Nareh, Kuraitaji, Sungai Limau, Cimparuah, Pauh Kambar, Lubuk Alung, Sicincin dan Kayu Tanam. Hal itu membuktikan Pariaman sebagai sebuah peradaban kota besar masa lalu melebihi dari cukup. Kuburan Belanda dan Kuburan China hingga kini masih ada di Pariaman sebagai pembuktian sejarah.

Sejumlah pabrik, bangunan pemerintahan kolonial juga mudah didapati. Ketika peralihan status dari kolonial Belanda ke penjajah Jepang, Pariaman juga menjadi kota penting. Ratusan benteng pertahanan dibangun. Pariaman dijadikan basis militer oleh mereka.

Sebelum itu, atau sebelum zaman penjajahan Belanda, seorang bangsawan Portugis bernama Tome Pieres juga menulis dalam bukunya Suma Oriental bahwa di Pariaman terdapat sebuah dermaga bongkar muat amat besar. Lokasinya tidak dijelaskan. Kapal-kapal besar berlabuh, transaksi perdagangan sudah modern tidak lagi sistem barter.

Tome Pieres mengatakan Pariaman abad 15 merupakan kota yang ramai dan sibuk. Berbagai suku bangsa ada di sana seperti Hispanik, Arab, India, China pun bermukim pula di sepanjang pesisir. Bukti tertulis untuk memperkuat argumen saya ini sangat sulit ditemukan secara empirik, namun, jangan dikira keyakinan saya akan hal itu berkucak. Riset yang saya lakukan hendaknya didukung oleh sebuah lembaga yang peduli, baik pemerintahan atau siapa saja yang tergerak hatinya.

Apa yang saya tulis tidak merujuk pada satu bait kalimat yang pernah ditulis periset lain. Perihal sejarah Pariaman, sudut pandang saya sangat jauh berbeda. Saya melihat dari catatan empirik abad per-abad yang terpotong bukan dari catatan yang sudah ada. Tugu Angkatan Laut (dibangun kolonial Belanda), tugu Kapal Layar pernah berdiri di mana sekarang menonggok Tugu Tabuik bukti simbolik akan kemaritiman Pariaman sebagai zona kota.

Di Pariaman, dahulunya juga terdapat pabrik garam terbesar. Gudang Garam terbesar persis di samping Stasiun Kereta Api Pariaman. Berton-ton garam di distribusikan dari Pariaman menggunakan kereta api menuju Teluk Bayur untuk dipasarkan seterusnya ke wilayah lain via kapal. Saya meyakini mulai dari garam tanak hingga garam tambak pernah diproduksi penduduk asli Piaman. Teringat saya kata-kata kaum sulah (berambut rontok) adalah para pedagang garam Piaman. Rambutnya berhamburan keluar dari akarnya karena acapnya menjujung ketiding berisi garam. Asinnya garam yang dia jujung membuat rambutnya menjadi halus kemudian tercabut dengan sendirinya. Sulah di kepalanya mengkilat macam profesor ahli pikir.

Perihal cerita itu saya ketahui dari nenek saya (ibu dari ayah saya yang sekarang berusia 87 tahun) sendiri yang jika dia masih hidup umurnya 110 tahun. Nenek saya itu wafat saat saya sudah berumur 25 tahun.

Mengembalikan kejayaan Pariaman

Kembali persis ke masa lalu tentu sesuatu yang muskil. Tapi dengan pernah punya pengalaman menjadi kota besar, tentu Pariaman memiliki berbagai kelebihan dibanding wilayah lain. Dengan kata lain kita hanya perlu memanggil "dukun" untuk membangkitkan rohnya. Tinggal menjampi-jampikannya saja lagi.

Membangun Pariaman (kota dan kabupaten) yang besar menurut saya mesti kembali pada konsep Palapa cetusan Anas Malik. Pembangunan infrastruktur oleh pemerintah pusat di Padangpariaman dan Kota Pariaman semacam jalur kereta api baru sangat menunjang konsep Palapa. Belum lagi geliat pariwisata di dua wilayah itu. Pembangunan prestisius triliunan rupiah semakin mempertegas lekasnya konsep Palapa direalisasikan jika konsep Palapa itu dijadikan sasaran utama.

Sumber daya manusia rupanya paling tidak boleh diabaikan di era teknologi informasi seperti sekarang ini. SDM unggul sebagai jaringan sel dalam organ tubuh Pariaman mestilah dibangun serius. SDM itu meliputi aparatur pemerintah dan masyarakat Pariaman itu sendiri.

Catatan Oyong Liza Piliang
×
Berita Terbaru Update