Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Pariaman, Dari Kota "Seratus Benteng" Hingga Kisah "Kereta Api Minum"

10 Desember 2014 | 10.12.14 WIB Last Updated 2014-12-10T07:11:57Z



Dalam waktu dekat Walikota Pariaman Mukhlis Rahman akan mengeluarkan Surat Keputusan (SK) tentang inventaris cagar budaya yang ada di Kota Pariaman, selanjutnya akan diteruskan dengan pembuatan Peraturan Daerah atau PERDA.

Hal tersebut dikatakan Mukhlis dihadapan 50 orang peserta acara sosialisasi inventaris cagar budaya Kota Pariaman 2014 di Gedung Baitullah, Simpang Sianik, Kampung Jawa, Rabu (10/12).

Menurut Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Yusrizal, terdapat sebanyak 41 cagar budaya di Kota Pariaman yang sudah didata sejak Tahun 2007. Cagar budaya tersebut meliputi, puluhan benteng pertahanan Jepang, stasiun kereta api (Naras, Kuraitaji dan Pariaman), beberapa mesjid, Kantor PLN, beberapa rumah, bekas Kantor Bupati, SMPN 1, STIE, Surau Pasa, pertokoan jalan Sudirman, Makam Panjang di Pulau Angso Duo, Makam Panjang Cubadak Mentawai, dan Kuburan China dan Belanda.

Dikesempatan yang juga dihadiri oleh perwakilan Kadivre II PT KAI Sumbar dan Kepala Balai Pelestarian Cagar Budaya region Sumbar, Riau, dan Kepri Teguh Hidayat tersebut, Mukhlis menuturkan bahwa cagar budaya adalah aset milik nenek moyang yang harus kita lestarikan agar bisa dilihat oleh generasi yang akan datang.

Menurutnya, Kota Pariaman adalah Kota Tua Perdagangan sejak abad ke 12 (pelabuhan terbesar di Sumbar ada di Pariaman sebagaimana catatan Tom Pieres dari Portugis) dan masih berlanjut hingga zaman penjajahan Belanda dan Jepang yang dibuktikan dengan adanya sarana transportasi kereta api sebagai sarana angkut utama perdagangan waktu itu.

"Saya ingat waktu kecil, kebetulan saya orang yang tinggal di kampung semangat sekali datang ke Pariaman untuk menonton kereta api minum. Kereta api minum adalah istilah dimana saat itu kereta api digerakkan dengan tenaga uap dan batu bara sehingga membutuhkan air sebagai sarana pendinginnya. Nah, alat itu ada dulunya di Stasiun kereta api Pariaman. Itu adalah kenangan yang sangat berkesan bagi saya hingga sekarang ini, dan berharap agar tempat minum kereta api itu dibangunkan kembali oleh PT KAI sebagai bukti sejarah keberadaannya," kata Mukhlis.

Kemudian, lanjut Walikota, cagar budaya adalah salah satu daya tarik wisata. Kata dia, kota-kota besar dan modern di dunia selalu menjaga aset budayanya yang merupakan aset yang sangat berharga.

"Pemerintah akan tanggung biaya perawatan untuk melestarikan cagar budaya tersebut. Dan saya tekankan kepada masyarakat penerima bantuan perawatan biaya cagar budaya agar tidak mengubah bentuk asli bangunan yang telah kita jadikan sebagai cagar budaya Kota Pariaman," pungkas Mukhlis.

OLP
×
Berita Terbaru Update