Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Menjemput Budi Pekerti

31 Oktober 2014 | 31.10.14 WIB Last Updated 2014-10-31T02:40:06Z


 Oleh: H. Leonardy Harmainy, S.iP, MH, Dt. Bandaro Basa, Mantan ketua DPRD Sumbar.


Sebuah tamparan yang menyakitkan terhadap nurani kita, setelah melihat tayangan video kekerasan oleh anak-anak berseragam Sekolah Dasar itu. Kita tersentak dan marah, entah kepada siapa harus ditunaikan. Inilah peringatan, lampu kuning terhadap moral dan martabat yang diagung-agungkan selama ini. Ternyata ada yang keliru dan terabaikan di tengah kesibukan menata kehidupan ummat agar hidup lebih baik.

Jika kita hendak merunut lebih dalam, ada banyak faktor yang telah membuat peristiwa kekerasan sesama anak-anak tersebut terjadi. Sesungguhnya, tak bisa lagi dilihat kasus per kasus saja. Ini persoalan bersama, bukan hanya sekedar tenaga pendidikan saja.


Kita akhirnya semakin yakin, pendidikan budi pekerti yang pernah ada, pada dasarnya tidak boleh hilang. Harus dihadirkan kembali. Dengung pendidikan karakter yang diharapkan belum menjawab tantangan berat moral anak bangsa. Tantangan itu datang dari berbagai penjuru, menyerang sendi kehidupan yang kita ketahui sarat adat budaya sopan santun.


Tantangan arus global dengan teknologi informasi, membuat semua benteng peradaban dan keadaban telah runtuh. Serupa dinding yang kuat dimakan rayap zaman. Teknologi informasi telah masuk ke rumah dan kamar tidur. Bayangkan, jika minimnya gerakan budaya budi pekerti, yang didasari kesiapan penanaman pendidikan agama kepada anak, akan hanyutlah generasi masa depan. Adat budaya Minangkabau itu akan lenyap, tinggal cerita.


Tantangan di atas terus menjadi pola hidup dan perilaku bergeser setelah mendapatkan informasi yang makin tak seimbang, antara pengetahuan moral, budi pekerti, dengan informasi negatif yang masif datang.  Akhirnya, kita tak bisa banyak berharap banyak lagi terhadap aplikasi model integrated learning, karena memang orientasi pendidikan yang diambil tak pernah memiliki fokus, kemana tunas-tunas muda ini nantinya. Sistem pendidikan nasional itu ternyata harus diakui telah berjalan sendirian. Tidak lagi ditopang oleh kebijakan strategis dari pemimpin-pemimpin formal maupun informal. Kalah oleh keadaan.


Jauh hari, hujjatul Islam, Al-Ghazali mengingatkan pentingnya budi pekerti bagi ummat. Budi pekerti itu akan lekat kuat, apa bila dipraktekkan, dipatuhi dan diyakini sebagai salah satu yang baik dan direstui sebagai jalan untuk keselamatan. Karenanya, perlu gerakan bersama yang masif kembali saling mengingatkan, saling menegakkan budaya malu, budaya sopan santun.


Persoalan hari ini adalah, godaan yang makin menggiurkan, dimana jalan pintas untuk mendapatkan keuntungan, kenikmatan, bisa dilakukan tanpa mempertimbangkan moral dan budi pekerti. Seakan-akan moral dan budi pekerti tersebut, sudah tak perlu lagi. Sekalipun disadari jalan pintas tersebut memiliki resiko yang besar.


Transformasi Budaya


Islam mengajarkan, agar setiap ummat saling mengingatkan dan menjaga, agar menjauhi api neraka, (Q.S:66.6). Ayat ini secara harfiah memiliki arti yang sangat jelas. Namun bila dirunut lebih jauh, ayat ini mengandung makna agar ummat memagari kehidupannya dari celaka kehidupan dunia dan akhirat. Inilah dimaksudkan dari pendahulu kita, pentingnya penguatan penguatan sistem kekerabatan, dari lingkaran terkecil, keluarga, orang tua, sangat dituntut dalam rangka menanggulangi kemerosotan moral dan budi pekerti anak.


Kini dengan kondisi yang makin cepat bergeser meninggalkan sikap yang melemahkan sistem komunal, kuatnya sistem individualisme dan materialisme, gerakan transformasi budaya harus segera dilakukan. Setiap elemen membangun sistem yang kuat, agar generasi muda selamat dari celaka budaya di masa depan.


Apa yang mesti dilakukkan? Hidupkan kembali budi pekerti di rumah, budi pekerti di masyarakat dan budi pekerti di sekolah. Tiga hal ini, harus ditopang dengan kebijakan makro dari pemerintah terkecil, hingga jenjang paling tinggi. Ini perlu juga kesadaran kolektif, yang bisa membuat krisis karakter bisa ditahan dan dibangun kembali.


Peran Aktif Semua


Atas semua itu, tingkat pendidikan orang tua untuk membangun kesadaran moral sangat menentukan. Kemerosotan ini disadari sebagai lemahnya fungsi dan peran aktif orang tua. Sebagai pintu pertama pengetahuan moral, orang tua juga harus diberi pendidikan melalui kebijakan strategis dari pemerintah.


Sekolah memang telah memberi pendidikan karakter, namun itu ternyata belum cukup. Hanya bisa sampai ke kognisi (pengetahuan), belum menjadi afeksi (sikap) dan psikomotorik (budaya). Beberapa kasus memang menunjukkan demikian. Kini waktunya berbenah, harus sampai pada tingkat afektif dan psikomotorik.


Lebih dari itu, peran masyarakat yang melemah harus diperkuat. Usaha menanggulangi kemerosotan adat budaya, budi pekerti, harus dikontrol melalui rasa malu yang tinggi. Di sinilah peran pemerintah, alim ulama, niniak mamak,cadiak pandai, mengayomi seluruh generasi.


Akhirnya, kesadaran kolektif terhadap rasa malu, sikap saling menghormati, harus ditumbuhkan sejak dini oleh orang tua, masyarakat dan pemerintah. Kemudian, lingkungan yang ramah,jauh dari kekerasan, adalah gerakan yang harus dilakukan sesegera mungkin. Mulai dari pemimpin paling tinggi di setiap lini, harus diingatkan setiap waktu, mereka memiliki kewajiban agar generasi baru hadir dengan kecemerlangan masa depan, bermodal akhlak dan budi pekerti yang tinggi. Percuma cerdas tapi licik, percuma pintar tapi culas, percuma hebat tapi bermoral bobrok.


Semoga kita meninggalkan generasi yang kuat dan bermartabat dengan persiapan sistem kehidupan yang lebih baik. Pangkal bala semua ini, yang harus diperiksa lebih serius, tingkat kemakmuran dan kesejahteraan ekonomi ummat, yang mempengaruhi tingkat pendidikan dan kehidupan yang teratur. Setiap kita adalah pemimpin, setiap kita bertanggung jawab untuk membawa ummat yang dipimpin untuk lebih baik. Jangan ada yang menjerit karena kepemimpinan kita, sebab itu awal dari sebuah kekacauan. Jangan pernah ada lagi kekerasan serupa tayangan di video itu. Menyakitkan, menampar nurani. 


Salam (LH).
×
Berita Terbaru Update