Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Salman "Chai": Pilkada di DPRD = Rengut Konstitusi Rakyat, Happy Neldi: Pilkada Langsung Buntutnya Korupsi

10 September 2014 | 10.9.14 WIB Last Updated 2014-09-10T13:04:47Z



Rancangan undang-undang Pemilukada yang masih belum disahkan DPR menuai perdebatan oleh berbagai pihak, mulai dari kalangan masyarakat awam, hingga politisi yang duduk di DPRD Padangpariaman.

Salman Hardani, ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD Kabupaten Padangpariaman menilai, mekanisme pelaksanaan pemilukada tidak langsung atau melalui DPRD sebagai bentuk kemunduran demokrasi. Dirinya menyebut, pelaksanaan demokrasi di Indonesi tengah dalam proses transisi menuju arah yang semakin demokratis.

Namun, kata dia, demokrasi akan mengalami kemunduran, jika memang pemilukada harus dilakukan melalui mekanisme pemilihan di DPRD. Salman beralasan, pelaksanaan pemilukada tidak langsung akan merenggut hak politik dan kebebasan masyarakat dalam menentukan pemimpinnya. Dia menilai, pelaksanaan pilkada langsung adalah sistim yang terbaik sepanjang sejarah politik tingkat lokal di Indonesia.

“Ini sama saja dengan perenggutan hak kostitusional politik masyarakat, jika aturan kembalinya mekanisme pilkada di DPRD. Ini adalah bentuk pencideraan terhadap hak politik rakyat dan itu jangan sampai terjadi,” tegas Salman.

Lanjut dia, alasan penghematan anggaran dan alasan penekanan jumlah kasus kepala daerah yang terjerat korupsi tidak relevan. Menurutnya, jika memang alasan penghematan anggaran, kenapa pemilukada tidak dilakukan serentak. Disamping itu, banyaknya kepala daerah yang terjerat dalam sejumlah kasus korupsi bukan disebabkan oleh besarnya biaya saat pemilukada langsung, melainkan watak dan integritas kepala daerah itu yang bermasalah.

“Alasan penghematan anggaran itu tidak relevan, kita bisa lakukan pilkada secara serentak dan saya yakin itu bisa menghemat anggaran APBD. Selain itu, tidak ada juga relevansi tingginya kasus korupsi dengan cost saat pilkada, itu hanya di kepala daerahnya nya saja kalau mereka memang tidak berintegritas, maka itulah yang tejadi. Jika pemilukada dilakukan melalui mekanisme DPRD, apa bisa dijamin tidak terjadi politik uang antara calon dengan anggota yang memilih,” ulas Salman Hardani yang juga ketua DPC PDI Perjuangan Padangpariaman itu.

Sementara itu, Ketua Fraksi Gerindra DPRD Kabupaten Padangpariaman, Heppy Neldi menilai, pelaksanaan pemilukada langsung sarat dengan pemborosan anggaran.
Berdasarkan data yang dimilikinya, pemilukada tiap tahunnya bisa menyerap 10 milyar hingga 30 milyar setiap pelaksanaan. Jika pemilukada dilakukan melalui mekanisme DPRD, maka anggaran itu bisa dialokasikan untuk sektor-sektor produktif masyarakat.

“Jika diasumsikan satu putaran saja, pilkada tingkat kabupaten/kota, bisa menghabiskan sekitar 10 milyar sampai 20 milyar dan jika dua putaran bisa sampai 30 milyar, secara nasional bisa saja mencapai 57 triliun. Bayangkan jika anggaran sebesar itu dialokasikan untuk kebijakan disektor produktif, maka tingkat ekonomi dan pembangunan akan meningkat,” ujar Happy Neldi.

Lebih jauh dia menuturkan, asumsi sebahagian politisi yang mengatakan pemilukada tidak langsung atau melalui DPRD tidak demokratis adalah salah. Ia menilai demokrasi bukanlah selalu dengan jargon one man, one vote, lebih sebagai bentuk repsentatif atau perwakilan terhadap rakyat. Selain itu, dirinya juga menyinggung korelasi tingginya kasus korupsi yang melibatkan sejumlah kepala daerah di Indonesia, karena tingginya political cost saat pelaksanaan pemilukada.

“Menurut saya ada korelasinya antara tingginya political cost dari calon kepala daerah saat pemilukada yang mendorong untuk melakukan upaya “balik modal”. Modal politik yang dikeluarkan oleh kandidat tidak sebanding dengan gaji yang akan mereka terima saat menjabat jadi kepala daerah nanti, itulah kenapa ini memiliki urgen dengan kasus sejumlah kepala daerah yang terlibat korupsi,” ulas ketua DPC Gerindra Kabupaten Padangpariaman ini.

Happy Neldi menambahkan, potensi konflik akan meningkat dalam pelaksanaan jika pemilukada langsung dilakukan. Menurutnya, fanatisme masyarakat yang cenderung berlebihan akan memancing terjadinya hal-hal yang bisa menimbulkan konflik, baik sifatnya horizontal, bahkan vertical. Sangketa pemilukada bisa membagi masyarakat kedalam faksi-faksi.


Nanda/editor: OLP
×
Berita Terbaru Update