Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Debat Pilpres dalam Perspektif

12 Juni 2014 | 12.6.14 WIB Last Updated 2014-06-12T03:07:15Z






Debat identik dengan memaparkan atau mendiskusikan sesuatu untuk mendapatkan titik temu atau kesimpulan dari suatu permasalahan. Dalam sebuah negara demokrasi debat memegang peranan tersendiri sebagai sarana komunikasi publik yang efektif. Tak jarang, debat sering digunakan untuk mengisi suatu forum, seperti dalam dunia pendidikan. Debat juga telah meluas dalam setiap lapisan masyarakat dan mahasiswa, atau berbagai forum lain sehingga debat menjadi pilihan efektif bagi politik untuk beradu argument dengan cara yang terbuka, teratur, terarah dan sistematis.


Istilah debat berasal dari bahasa Inggris, yaitu debate. Istilah tersebut identik dengan istilah sawala yang berasal dari bahasa Kawi yang berarti berpegang teguh pada argumen tertentu dalam strategi bertengkar atau beradu pendapat untuk saling mengalahkan atau memenangkan lidah.


Jadi, secara harfiah definisi dari debat sendiri adalah suatu cara untuk menyampaikan ide secara logis dalam bentuk argumen disertai bukti–bukti yang mendukung kasus dari masing–masing pihak yang berdebat.

Debat dilihat dari posisi moderator terbagi menjadi dua paham atau aliran. Pertama, aliran konvensional yang jarang lagi dipakai untuk sebuah kegiatan debat. Aliran ini menggunakan cara diskusi sederhana atau dengan cara musyawarah tanpa adanya moderator.
 

Debat model ini dapat dikatakan sebagai debat kompetitif, dimana para peserta debat saling beradu argumen dan berusaha memenangkan sesuatu, mirip lomba debat. Debat ini, biasa dilakukan dalam dunia pendidikan terutama di kalangan perguruan tinggi yang sering menyelenggarakan lomba debat untuk mengadu kualitas.

Kedua, aliran yang mengikuti standar internasional atau ketentuan –ketentuan khusus yang berlaku dalam suatu negara. Debat ini, mengutamakan posisi moderator sebagai pengarah proses debat. Debat ini sering disebut dengan debat politik atau dalam dunia internasional dikenal dengan debat parlementer.

Ciri khas dari debat ini selain memberikan peran aktif kepada moderator, juga ada pertentangan dari dua pihak yang berdebat, yaitu pihak yang setuju (pro) dan pihak yang tidak setuju (kontra). Dalam debat parlementer ini, ada beberapa istilah yang tidak asing lagi seperti topik debat atau mosi (motion), tim afrimatif (tim pro-kontra) dan interupsi untuk setiap pernyataan pendapat.

Debat jenis inilah yang digunakan dalam debat politik capres dan cawapres menjelang dalam massa kampanye Pilpres 2014. Dalam debat ini, disampaikan ke public pemaparan visi-misi untuk meyakinkan publik tentang kemampuan factor-faktor kememimpin dalam pribadi capres –cawapres. Hal-hal kepemimpinan yang bisa diukur dalam debat.

Kali ini, debat capres dalam masa kampanye Pilpres memiliki dasar – dasar hukum :
1. Pasal 28 UUD 1945, yaitu Kemerdekaan berserikan dan berkumpul mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dansebagainya ditetapkan dengan undang-undang.
2. Pasal 28 E ayat 3 UUD 1945, yaitu setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul,dan mengeluarkan pendapat.
3. Ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia pada pasal 19 menyatakan setiaporang berhak atas kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.
4. UU Nomor 9 tahun 1998, kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum, disebutkan setiap warga negara secara perorangan atau kelompok bebas menyampaikan pendapat sebagai perwujudan hak dan tanggung jawab berdemokrasi dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara.


Pelaksanaan debat dalam Pilpres telah diatur dalam Undang-undang Nomor 42 Tahun 2008 Tentang Pemilu. Dalam Pasal 38 ayat (1) g Undang-undang Nomor 42 Tahun 2008 yang menyatakan bahwa kampanye salah satunya dapat dilakukan dengan cara debat para kandidat mengenai materi kampanye.

Tentang tata cara debat capres cawapres, dalam Pasal 39 Undang-undang Nomor 42 Tahun 2008 mengatur secara keseluruhan sebagai berikut :
1. Debat dilaksanakan dalam lima kali selama masa kampanye
2. Debat dilaksanakan oleh KPU dan disiarkan secara nasional oleh media elektronik
Moderator dipilih oleh KPU dari kalangan profesional dan akademisi yang mempunyai integritas tinggi, jujur, simpatik, dan tidak memihak kepada salah satu Pasangan kiandidat
3. Selama debat moderator dilarang memberikan komentar, penilaian dan simpulan apaun dari materi yang dipaparkan
4. Materi debat harus mencakup kaitan konstitusional sebagaimana ditegaskan dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 yang mencakup :
a. Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia
b. Mencerdaskan kehidupan bangsa
c. Dan ikut melaksanakan ketertiban dunia dengan berdasarkan kepada perdamaian abadi, dan keadilan sosial
5. Ketentuan yang tidak diatur dalam undang-undang ini diatur lebih lanjut dalam Peraturan KPU
6. Penyelenggaraan debat ini dibebankan pada APBN


Jadi, debat capres-cawapres dalam Pilpres 2014 telah mendapat legitimasi yang kuat untuk menjawab persoalan-persoalan yang menyangkut kepastian hukum dan memperjelas perpektif, fungsi dan peran debat dalam ranah kampanye Pilpres untuk memahami pandangan Pilpres terhadap persoalan aktual dan persoalan yang akan datang.

Implementasi Undang-undang

Dalam sejarah demokrasi debat capres dan cawapres di Indonesia, diawali pada tahun 2004 sebagai tanda dimulai demokrasi langsung dalam pemilihan presiden. Pada saat itu ada lima kandidat yang bertanding dalam Pilpres 2004 yaitu Hamzah Haz-Agum Gumelar, Amien Rais-Siswono Yudohusodo, Megawati Soekarnoputri-Hasyim Muzadi, Wiranto-Salahuddin Wahid dan Soesilo Bambang Yudhoyono-Yusuf Kalla.

Pada saat itu, pelaksanaan debat belum memiliki kepastian hukum dari peraturan perundang-undangan yang berlaku sebab saat itu Undang-undang Nomor 42 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Presiden Dan Wakil Presiden belum disahkan. Sehingga pada saat itu materi debat dan berbagai hal yang menyangkut mengenai debat capres cawapres diatur oleh peraturan KPU.

Namun, penyelenggaraan tidak lepas dari substansi konstitusi sehingga masih memuat materi yang terkait dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 : “melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia dengan berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial”.

Setelah, Undang-undang Nomor 42 Tahun 2008 disahkan pada 13 November 2008, maka segala peraturan dan hal yang berkaitan dengan debat capres dan cawapres mengacu pada undang-undang tersebut.

Namun, segala peraturan yang tidak tercantum dalam Undang-undang Nomor 42 Tahun 2008, masih harus berpedoman pada peraturan KPU. Seperti halnya, biaya yang digunakan terkait pelaksanaan debat yang memang tidak diatur secara baku dalam Undang-undang Nomor 42 Tahun 2008.

KPU dalam hal ini memiliki batasan anggaran tersendiri yang belum dirinci secara detail dalam setiap pelaksanaan pemilu. Namun dalam Pilpres 2014 ini, dari data yang dihimpun Indonesia Budget Centre (ICA) anggaran yang dihabiskan untuk penyelenggaraan debat pilpres 2014 ini mencapai 1,4 Milyar rupiah dan dipergunakan dalam 5 termin, sehingga untuk setiap termin kurang lebih KPU menghabiskan anggaran sebesar 300 juta rupiah.

Kembali lagi dalam debat capres cawapres, pilpres 2009 menjadi momentum pertama untuk para kandidat capres dan cawapres menjalankan implementasi dari Undang-undang Nomor 42 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Presiden Dan Wakil Presiden sehingga seluruh pelaksanaan kampanye pilpres pada saat itu harus mengacu pada Undang-undang Nomor 42 Tahun 2008, termasuk debat capres cawapres.

Debat capres cawapres dalam pilpres 2009, diikuti oleh tiga kandidat yaitu SBY-Boediono, JK-Wiranto, dan Megawati-Prabowo. Pada saat itu debat dilaksanakan dalam 5 termin dan menghabiskan dana sekitar 750 juta rupiah.

Anggaran biaya debat capres saat itu terhitung lebih murah dan efisien apabila dibandingkan dengan anggaran yang digunakan untuk debat capres cawapres dalam Pilpres 2014 ini yang mencapai 1,4 Milyar.

Perbandingan tersebut mencapai dua kali lipat sehingga anggaran APBN lebih banyak dihabiskan untuk penyelenggaraan pemilu sehingga kurang efektif. Implikasi ini yang perlu yang membutuhkan kajian ulang atau perspektif baru.

Setelah dua periode kepemimpinan SBY-Boediono, kini Indonesia kembali memilih presiden dan wakil presiden. Tahun 2014, merupakan kali ketiga Indonesia melaksanakan demokrasi langsung untuk memilih presiden dan wakil presiden.

Implementasi dari Undang-undang Nomor 42 Tahun 2008 masih diwarnai oleh ketidaksempurnaan penyelenggaraan debat. Seperti sikap para suporter dan relawan yang mendukung masing-masing kandidat yang diidolakan membuah bising, gaduh, atau suasana yang ramai, seperti tepuk tangan yang berkali-kali bukan pada tempatnya. Karena mereka menjadi bagian dari kampanye, kehadiran mekreka dimaklumi.

Debat yang menelan biaya hingga 1,4 Milyar ini diikuti oleh dua kandidat yaitu Jokowi-JK dan Prabowo-Hatta yang akan dilaksanakan dalam 5 termin dengan jadwal sebagai berikut :
 

1. Debat Termin Satu
Pembangunan Demokrasi, Pemerintahan yang Bersih, dan Kepastian Hukum (Disiarkan SCTV, Indosiar, dan Berita Satu pada 9 Juni 2014)
2. Debat Termin Dua
Pembangunan Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial (Disiarkan Metro TV dan Bloomberg pada 15 Juni 2014)
3. Debat Termin Tiga
Politik Internal dan Ketahanan Nasional (Disiarkan TV One dan ANTV pada 22 Juni 2014)
4. Debat Termin Empat
Pembangunan Sumber Daya Manusia dan IPTEK (Disiarkan RCTI dan MNCTV pada 29 Juni 2014)
5. Debat Termin Lima
Pangan, Energi, dan Lingkungan (Disiarkan TVRI dan KompasTV 5 Juli 2014)

Debat termin pertama pada 9 Juni sudah selesai dilaksanakan menjadi tolak ukur tersendiri bagi masyarakat yang sudah menentukan pilihannya, dan meyakinkan masyarakat yang belum memilih. Dari hasil notulen debat, mereka memiliki pandangan yang berbeda dari setiap pertanyaan yang diajukan oleh moderator. Dari represntasi untuk “Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia” maka dalam debat termin pertama ini KPU mengangkat tema Pembangunan Demokrasi, Pemerintahan yang Bersih, dan Kepastian Hukum. Metode debat adalah moderator mengajukan sejumlah pertanyaan kepada para capres dan cawpares kemudian mengarahkan tanya jawab.

Dari keseluruhan acara debat termin pertama menghasilkan hasil yang berbeda jauh sesuai cara pandang masing-masing kandidat. Pasangan Prabowo-Hatta dinilai cenderung memberikan jawaban yang normatif yang masih butuh interpretasi lebih lanjut. Seperti pernyataan dalam menjawab pertanyaan moderator terkait mengenai demokrasi, Prabowo mengatakan “bagi kami, demokrasi adalah hal yang harus kita perbaiki, kita pertahankan, dan kembangkan terus karena demokrasi cita-cita pendiri bangsa kita. Demokrasi yang kita miliki masih banyak kekurangan. Kita melihat demokrasi masih butuh budaya demokrasi, pendidikan politik. Rakyat baru merasakan memilih hak politik untuk ikut pemilu, tetapi belum merasakan betapa pentingnya hak politik itu dilakukan dengan penuh tanggung jawab”.

Pernyataan Prabowo tersebut, tentunya masih membutuhkan menafsirkan atau pemahaman tentang bagaimana cara-cara melaksanakan dan mmpertahakan demokrasi dalam konstek berbangsa dan bernegara? Jadi, pernyataan-pernyataan yang disampaikan oleh Prabow-Hatta dalam Debat Capres masih normative, abtraks belum sampai pada tahapan yang jelas bagi publik.

Berbeda dengan pernyataan Jokowi-JK yang memang mengarah langsung terhadap implementasi masyarakat. Berangkat dari pengalaman Jokowi menjadi walikota Solo dan Gubernur DKI Jakarta, serta kebiasaan blusukannya—sebagai aplikasi managemen kepemiminan, Jokowi menyatakan bahwa “Demokrasi menurut kami adalah mendengar suara rakyat dan melaksanakannya. Karena itu, setiap hari kami datang ke kampung-kampung, pasar-pasar, ke sungai-sungai, petani, pelelangan ikan karena ingin dengar suara rakyat dengan cara dialog,”.

Perrnyataan Jokowi-JK dalam menjawab pertanyaan moderator dan lawan debat pada debat termin pertama 9 Juni lalu telah mengarah langsung ke implementasi masyarakat atau sosiologis sehingga Jokowi-JK dalam kinerjanya akan lebih memperbanyak kinerja di lapangan untuk meninjau langsung kondisi masyarakat dan mencari solusi untuk penyelesaian permasalahan yang terdapat di dalamnya.

Perbandingan dari hasil debat inilah yang akan menjadi pertimbangan masyarakat baik yang sudah menentukan pilihan terhadap salah satu pasangan capres cawapres, maupun yang belum menentukan pilihan dengan argumen argument dari masing-masing kandidat dalam debat termin pertama.

Namun, periode debat masih terbagi dalam empat termin lagi, dan masyarakat akan terus melakukan penilaian terhadap kapabilitas para kandidat capres dan cawapres masing-masing sebagai seorang pemimpin yang mampu melayani dan mengayomi masyarakat dan membawa Indonesia ke arah perubahan yang lebih baik, progresif.

Jadi, debat capres cawapres diperlukan dalam memperkuat program-program yang akan dapat dilaksanakan dalam kepemimpinan. . Pelaksanaan debat capres cawapres memiliki aturan-aturan yang diterapkan demi menjaga keharmonisan demokrasi dalam pemilu.

 Rizviany Saputri, tempokini.com

×
Berita Terbaru Update