Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Debat Pertama Capres-Cawapres

10 Juni 2014 | 10.6.14 WIB Last Updated 2014-06-10T13:21:20Z
Acara debat capres-cawapres perdana dalam rangkaian kampanye pemilihan presiden 2014 yang berlangsung pukul 20.00 ini mengusung topik pembangunan demokrasi, pemerintahan yang bersih, dan kepastian hukum. Acara ini ditayangkan oleh SCTV, Indosiar, dan Berita Satu.

Debat malam ini dipandu oleh Zainal Arifin Mochtar, Doktor UGM di bidang anti korupsi. Dari teriakan pendukung, tampaknya pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla membawa lebih banyak orang.


Malam itu, Prabowo Subianto-Hatta Rajasa mengenakan kemeja putih dan peci hitam. Sementara Joko Widodo-Jusuf Kalla lebih memilih memakai jas dan dasi. Mereka bersama-sama menyanyikan lagu “Indonesia Raya” sebagai pembuka acara. 
SESI PERTAMA (SOAL VISI DAN MISI KEDUA KANDIDAT)

Pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa mendapat giliran pertama untuk bicara soal visi misi. Prabowo Subianto mengatakan bahwa demokrasi harus dipertahankan, dikembangkan, karena merupakan bagian dari cita-cita pendiri bangsa. Menurutnya, walaupun sudah diperjuangkan dengan banyak pengorbanan, demokrasi masih tetap memiliki banyak kekurangan, jadi membutuhkan pendidikan politik. Ia baru merasakan memiliki hak untuk ikut pemilu, tetapi ia belum pernah merasakan betapa pentingnya hak itu dilaksanakan dengan penuh pencerahan dan rasa tanggung-jawab.
Prabowo Subianto menambahkan pemerintahan yang bersih adalah syarat mutlak bagi tujuan akhir yaitu Indonesia berdaulat, bersatu, adil dan makmur, serta membawa kesejahteraan bagi rakyat Indonesia. Demokrasi adalah alat dan tangga menuju cita-cita Indonesia kuat dan sejahtera. Kalau rakyat ingin demokrasi yang produktif, bukan destruktif, membawa kemakmuran bagi rakyat, pemerintahan bersih dari korupsi adalah syarat mutlak.
Dan kepastian hukum adalah jaminan bagi seluruh rakyat Indonesia, untuk melestarikan demokrasi dan membawa kesejahteraan bagi rakyat Indonesia.
Hatta Rajasa juga menambahkan bahwa demokrasi harus menghapus diskriminasi dan menjamin hak asasi manusia. Hukum harus berlaku sama, setiap warga negara itu sama dihadapan hukum. Demokrasi itu bukan sekadar alat, tetapi sistem nilai yang harus kita tegakkan untuk mengantarkan rakyat pada kemakmuran. Demokrasi haruslah mencerminkan bahwa semua warga dapat menyampaikan hak-hak tanpa diskriminasi, dan membuat lembaga-lembaga demokrasi berjalan dengan baik untuk demokrasi produktif.

Sekarang giliran pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla yang menjawab. Joko Widodo mengatakan bahwa demokrasi adalah mendengar suara rakyat dan melaksanakannya. Oleh karena itu, menurutnya, mereka, setiap hari, datang ke kampung, bantaran sungai, pasar, pelelangan ikan, karena apa? Karena mereka ingin mendengar suara rakyat, juga untuk berdialog dan mencari manfaatnya.


Jusuf Kalla juga sudah banyak menyelesaikan konflik dengan dialog, musyawarah. Begitu juga dengan masalah Tanah Abang, mereka mengajak makan, musyawarah, untuk mencari manfaat dari pemindahan itu
Menurut Joko Widodo, pemerintahan yang bersih terdiri dari dua hal:

1. Pembangunan sistem.
Berdasarkan pengalamannya sebagai wali kota maupun gubernur, Joko Widodo sudah melakukan, e-budgeting, e-procurement, e-catalogue, e-auditing, pajak online, dan itu sangat efektif dan efisien, dan itu semua akan dinasionalkan jika pasangan ini diberi amanah oleh rakyat untuk memimpin.
2. Pola rekruitmen yang benar lewat seleksi dan promosi terbuka sehingga yang memegang pimpinan-pimpinan di dirjen dan lembaga tidak karena kedekatan atau faktor senang dan tidak senang.
Jusuf Kalla menambahkan bahwa negara kita adalah negara hukum, jadi kita harus taat, dan memastikan agar kita mematuhi aturan hukum. Salah satu syarat adalah menghormati hak asasi manusia. Hal pokok untuk kepastian hukum itu harus dilakukan secara umum dan tidak mungkin dilaksanakan tanpa ketauladanan. Jusuf Kalla menegaskan bahwa pemimpin itu terlebih dahulu harus taat untuk menghomati hak asasi manusia.
Masalahnya, saat ini, masyarakat sudah berkurang kepercayaannya pada institusi hukum. Jadi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus diperkuat, dan penyidiknya jangan hanya 60 personel, karena itu harus diperkuat anggaran dan personelnya. Polisi dan jaksa juga harus sinkron dengan semua itu, Tanpa kedua hal tersebut, tidak mungkin bisa memberi kepastian hukum.

SESI KEDUA (PERTANYAAN TERKAIT
VISI DAN MISI YANG DISAMPAIKAN OLEH KEDUA KANDIDAT) 

Pada sesi kedua ini, moderator bertanya pada pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla tentang apa evaluasi kritis yang akan dilakukan oleh pasangan ini terhadap proses pembangunan yang sedang berlangsung, memperbaiki yang belum berhasil atau malah akan mengubahnya?
Hal ini mengingat konstelasi UUD 1945, dimana GBHN tidak lagi dikenal lewat rencana pembangunan jangka pendek, menengah, dan panjang. Sedangkan untuk proyek jangka panjang sendiri, harus ada kesinambungan dengan pembangunan pemerintahan sebelumnya.

Jawaban Joko Widodo adalah sebaiknya perencanaan dalam jangka panjang menjadi titik acuan buat siapapun yang akan menjadi presiden dan wakil presiden. Tanpa hal itu, pembangunan akan terpotong-potong. Menurut Joko Widodo, ia tidak ingin meninggalkan rencana jangka panjang dan menengah, karena itu merupakan haluan dan titik akhir yang akan dituju oleh bangsa dan negara ini.

Namun hal yang prinsip dan ideologi itu juga harus dipertahankan. Jadi, yang baik, akan dilanjutkan. Sedangkan yang tidak baik, akan dievaluasi, tetapi semua prinsip-prinsip harus kita isikan pada pemerintahan baru nanti termasuk juga ideologi.

Jusuf Kalla menambahkan bahwa setiap lima tahun harus ada evaluasi pembangunan. Ekonomi bangsa ini, kini sudah semakin merosot, termasuk anggaran defisit, juga produksi minyak semuanya turun. Pemerintahan yang akan datang harus memperbaiki semua itu. Jika dahulu pertumbuhan ekonomi 7%, sekarang menjadi 5%. Efisiensi harus direformasi, juga harus ada sistem pembinaan semangat, revolusi mental dari sistem pendidikan, karena semua itu bias untuk mengurangi korupsi.

Tanpa pemerintahan yang baik, semua perubahan itu tidak akan pernah terjadi.
Kembali Joko Widodo mengatakan bahwa prinsip pokok yang harus dijaga adalah kepastian hukum, hak asasi manusia, otonomi daerah, Seperti misalnya: bagaimana desa dibangun, pengusaha kecil juga harus diutamakan. Tanpa itu semua, tidak bisa tercapai pemerintahan yang bersih. Pemerintah yang bersih adalah yang efektif, melayani secepat-secepatnya, transparan, dan terbuka. Rencana itu penting, tetapi yang lebih penting adalah bagaimana melaksanakan, mengeksekusi, dari detik ke detik, hari ke hari, minggu ke minggu, karena mengingat hal yang paling lemah di bangsa kita saat ini adalah manajemen dan pengawasan.

Sekarang moderator beralih untuk bertanya pada pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. Adapun pertanyaannya adalahIndonesia masih tinggi persepsi korupsinya, dan ada mafia peradilan, sehingga hukum tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Pertanyaannya adalah apa agenda khusus Prabowo Subianto-Hatta Rajasa untuk memperbaiki keadaan ini?”
Prabowo mengakui bahwa korupsi, kinerja pemerintah, serta keadilan itu lemah pada yang kuat dan kaya, dan itu semua adalah merupakan masalah umum di Indonesia.

Semua itu akibat kebocoran kekayaan nasional. Kebocoran ini menyebabkan tidak adanya sumber daya untuk menjamin kesejahteraan hidup para pejabat dan penegak hukum. Gaji bupati yang sedikit sementara kampanye habis Rp 15 miliar, akibatnya mereka akan mengambil dari APBD.
Menteri-menteri juga begitu, gajinya sekarang Rp 18 juta, sementara tanggung-jawab yang dikelola sangat besar. Pejabat yang ketakutan dengan masa depan dan pensiun akan mencari uang. Sistem demokrasi kita yang begitu liberal mewajibkan setiap pemimpin politik untuk cari uang, sehingga mereka akan mengandalkan kader-kadernya di DPR dan departemen-departemen.
Menurut Prabowo, elite bangsa Indonesia juga agak lengah membiarkan sumber-sumber daya ekonomi kita terlalu banyak mengalir ke luar dari bangsa kita. Kalau kita ingin mengurangi korupsi, kita harus menjamin kualitas hidup pejabat negara.
Hakim, polisi, jaksa, semua penegak hukum dan pejabat di tempat-tempat penting harus dijamin kualitas hukumnya. Sebagai gambaran, Hakim Agung di Inggris gajinya lebih besar dari Perdana Menterinya. Jika kita ingin memperbaiki ini dan itu, ujung-ujungnya harus ada uang. Pendidikan harus diperbaiki dan membutuhkan investasi dana yang besar.

Kalau soal rekrutmen, Prabowo Subianto setuju dengan pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla yaitu untuk mengambil orang-orang terbaik dengan sistem terbuka. Dengan teknologi modern, kita bisa mengurangi kebocoran-kebocoran itu.
Hatta Rajasa juga menambahkan kita harus agresif dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi lewat memperkuat KPK. Hal yang pertama adalah pencegahan, hal yang kedua adalah monitor. Semua institusi harus dipertanggung-jawabkan kinerjanya.

SESI KEDUA (PERTANYAAN TERKAIT VISI DAN MISI YANG DISAMPAIKAN OLEH KEDUA KANDIDAT) 
Pertanyaan dari moderator yang kedua untuk pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa adalah “Biaya parpol dan pemilihan anggota parlemen sangat mahal, sehingga menyebabkan terjadinya perilaku koruptif anggota partai dan parlemen. Partai politik dan parlemen adalah pelaku koruptif di begitu banyak negara. Pada saat yang sama, Anda sebagai capres-cawapres yang disokong oleh partai politik, mungkin akan mengidap hal sama.
Padahal, sebagai presiden nanti, Anda juga membutuhkan dukungan parlemen. Lalu apabila Anda terpilih, apa langkah-langkah nyata yang akan Anda lakukan untuk menjadikan pemerintahan Anda bersih, efektif, stabil dan menghindarkan diri dari rongrongan partai politik pendukung dengan balas budi dan kemudahan untuk mendapatkan uang?”
Menurut Prabowo Subianto, ini adalah inti masalah, tetapi ia percaya bahwa “tidak ada pengikut yang jelek, hanya ada pemimpin-pemimpin yang jelek.” Sebagai pemimpin, jika kita tegas meyakinkan mitra bahwa kita bergabung dengan syarat untuk tidak merongrong APBN/APBD.
Di semua partai, banyak kader-kader dan patriot yang baik untuk membangun bangsa dan negara. Motifnya hanya untuk membangun Negara, dan sepakat untuk tidak mengambil APBN/APBD satu sen pun.
Prabowo Subianto menambahkan bahwa ekonomi bangsa ini sangat besar, potensi dan kekayaan juga sangat besar. Jadi ia harus mewujudkan suasana masyarakat modern yang membuat rakyat ingin menyumbang pada partainya. Ia ingin kader untuk menyumbang perjuangan partai.
Hatta Rajasa juga mengatakan bahwa presiden adalah pemegang mandat rakyat, bukan pada partai politik. Oleh karena itu, jangan pernah permisif atau tunduk pada permintaan partai. Presiden perlu tegas, sesuai dengan rencana pembangunan jangka panjang. Selain itu, jangan menempatkan pemilihan menteri pada alokasi, yang penting adalah memberi kesempatan pada putra-putri terbaik untuk tergabung dalam kabinet ahli.
Menurut Hatta Rajasa, harus ada evaluasi kritis pada pilkada yang sarat dengan uang. Pasangan ini bertekad untuk merevisi demokrasi yang murah, sederhana, dan mendorong munculnya putra-putri terbaik. Demokrasi yang betul-betul dari rakyat, dan untuk rakyat, untuk Indonesia agar berkemakmuran.
Pertanyaan yang sama sebagai pertanyaan kedua juga diajukan moderator pada pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla.
Menurut Joko Widodo, harus ada pola rekrutmen politik yang baru seperti di Partai Demokrasi Indonesia Pembaharuan (PDI-P). Joko Widodo berkata bahwa ia bukan ketua partai, tetapi ia dijadikan capres karena prestasi dan rekam jejak yang baik. Ia juga berkata, sejak awal, ia juga ingin membangun koalisi ramping, dimana tidak perlu ada banyak partai, tetapi bisa mengedepankan rakyat, jadi bukan bagi-bagi menteri dan kursi di depan, ini untuk menghindari agar tidak hanya bagi-bagi kursi.
Dalam melaksanakan kampanye, mereka ingin mendapat dukungan dari rakyat, karena itu, mereka membuka rekening gotong royong rakyat, sehingga bisa diaudit oleh lembaga kredibel, agar mereka tidak bisa ditekan oleh keinginan-keinginan pihak yang lain.
Jusuf Kalla juga menambahkan, partai yang menjadi pendukung mereka adalah atas dasar keikhlasan. Tidak ada janji, siapa menjabat apa, janji menteri apa yang lebih tinggi, jadi hal itu yang menyebabkan biaya yang mereka keluarkan murah, juga mereka tidak memiliki tekanan dari pihak manapun.
Jokowi kembali menambahkan bahwa capres tidak harus dari ketua umum partai, dan ini adalah tradisi baru yang harus dimulai, sehingga yang maju sebagai pemimpin adalah yang terbaik, jadi tidak harus ketua partai yang harus maju.
SESI KETIGA (PERTANYAAN TERKAIT VISI DAN MISI YANG DISAMPAIKAN OLEH KEDUA KANDIDAT)

Pertanyaan dari moderator untuk pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla, “Saat ini terjadi banyak pelanggaran hak asasi dari mayoritas terhadap minoritas dan gejala sukuisme yang nyata-nyata merusak semboyan mengayomi Bhinneka Tunggal Ika. Kerangka hukum apa yang akan Anda bangun untuk memperkuat masyarakat Bhinneka Tunggal Ika? Dan bagaimana Anda menjaga prinsip tersebut dari pihak-pihak manapun yang ingin merusaknya?
Ini jawaban dari Joko Widodo menanggapi hal tersebut yaitu, “

Keberagaman kita sudah final. Kami sudah tidak ingin mengungkit-ungkit hal ini lagi. Saya memberikan contoh kongkret yaitu saat saya mengangkat Lurah Susan di Lenteng Agung lewat lelang terbuka kompetensi, administrasi, manajer dan kepemimpinannya.
Tetapi kemudian ada yang protes karena faktor agama, saya bilang itu sudah final. Yang paling penting adalah itu sudah dilaksanakan.

Ini tanggapan Jusuf Kalla tentang pertanyaan tersebut, ia mengatakan bahwa ia tidak bisa meyakinkan orang dengan pidato, harus ada bukti bahwa semua agama dan suku sudah menjadi bagian dari negara ini. Lalu Jusuf Kalla juga berbicara soal rekam jejaknya dalam mengatasi konflik di Poso, Aceh, Hal ini sebagai bukti dalam mengatasi konflik perbedaan keyakinan.

Dan ini jawaban dari pihak kubu Prabowo Subianto saat moderator menanyakan hal yang sama padanya. 
Menurut Prabowo Subianto, UUD 1945, sudah cukup jelas menjamin keragaman dan perbedaan. Ia juga berkata bahwa ia sudah jelas dan tegas, termasuk dalam mencalonkan Basuki Tjahaja dari kelompok minoritas sebagai wakil gubernur untuk Joko Widodo. Sebagai Ketua Gerindra, menurutnya, ia adalah orang yang paling tegas melawan serangan-serangan terhadap pencalonan Basuki Tjahaja.
Intinya, menurut Prabowo Subianto adalah pendidikan, contoh, dan keteladanan dari semua unsur pimpinan. Dalam kegiatan sehari-hari, ia berusaha memelihara Bhinneka Tunggal Ika itu, terutama dalam proses rekrutmen dan pembinaan politik. Oleh karena itu, komitmen Partai Gerindra sudah jelas, jadi ia tidak main-main dengan Bhinneka Tunggal Ika.
Hatta Rajasa menambahkan bahwa negeri ini dibangun untuk keinginan NKRI, sentimen nasionalisme dan multikulturalisme. Kebhinnekaan itu adalah harga mati dan keberagaman. Pasangan ini meyakini perbedaan adalah rahmat dan kemampuan untuk merawat, memelihara, saling menghormati antara mayoritas dan minoritas untuk menjadi bangsa yang unggul.
SESI KEEMPAT (PERTANYAAN DIANTARA SESAMA KANDIDAT)
Ini adalah pertanyaan dari Prabowo Subianto-Hatta Rajasa untuk Joko Widodo-Jusuf Kalla yaitu, “Saat ini, pemilihan kepala daerah untuk bupati dan walikota ada sekitar 500 dan membutuhkan biaya Rp 500 triliun, dan jika lewat DPRD akan menghemat Rp 13 triliun. Lalu apa yang akan Anda lakukan untuk membuat pilkada lebih efisien, dan apakah Anda akan terus memekarkan wilayah sementara beban anggaran sudah cukup berat?
Ini adalah jawaban dari Joko Widodo, ia berkata bahwa sebagai bentuk kedaulatan rakyat, pemilihan kepala daerah, bupati dan walikota harus tetap seperti sekarang, namun secara tekhnis harus diubah, yaitu secara serentak untuk menghemat biaya.
Sedangkan tempat-tempat yang memang perlu untuk dimekarkan untuk lebih mengembangkan provinsi dan wilayah itu, tidak ada masalah, Tetapi kalau daerah tersebut tidak bisa mandiri, akan dipertimbangkan kembali untuk pemekarannya.
Hal yang penting adalah tidak ada lobi-lobi lagi untuk menekan ke pusat, tapi harus dengan perhitungan yang cermat dan teliti.
Anggaran jangan dihabiskan untuk pemekaran yang tidak menyasar ke pelayanan dan pembangunan di wilayah tersebut. Jadi pemberian izin pemekaran harus melalui seleksi ketat.
Jusuf Kalla menambahkan bahwa pilkada itu dijamin oleh Undang-Undang Dasar dan dijamin secara demokratis dan langsung, jadi tidak sekadar mengembalikannya ke pilkada, tetapi juga menjamin prosesnya berlangsung efisien. Ada keseragaman, dua sampai tiga kali melakukan pemilu secara bersamaan, parlemen, presiden, dan pilkada, ini untuk penghematan biaya.
Karena Prabowo Subianto merasa belum jelas dengan pernyataan Joko Widodo, ia bertanya lagi pada Joko Widodo, “Bagaimana kriteria mengizinkan dan tidak mengizinkan pemekaran? Apakah jumlah penduduk? Letak geografis? Keamanan? Seperti apa yang Bapak kira untuk mengizinkan penambahan kabupaten?
Jokowi menjawab bahwa banyak yang harus dikalkulasi yaitu:
1. Potensi ekonomi daerah tersebut, apakah bisa menopang untuk mandiri? Artinya, apakah ada PAD untuk menunjang ekonomi? Apakah rakyatnya akan mendapat manfaat atau hanya elitenya?
2. Keluasan juga menjadi perhitungan, karena daerah yang luas kalau hanya dipegang oleh satu bupati itu tidak akan efektif dalam melayani rakyatnya.
3. Jumlah penduduk juga harus menjadi pertimbangan. Apakah penduduk yang sedikit bisa dapat pemekaran? Bisa saja, asal bias memberi manfaat sebesar-besarnya untuk rakyat. Intinya adalah pemanfaatan untuk rakyat jadi bukan untuk elite politiknya.
Dalam kesempatan itu, Jusuf Kalla juga berterimakasih karena pasangan Prabowo-Hatta juga setuju dengan ide Joko Widodo-Jusuf Kalla. Ukurannya adalah efektivitas, serta dampak baik dan buruk. Asas yang pokok adalah manfaat, bukan geografis, letak, atau jumlah penduduk, tetapi jangkauan pemerintah pada rakyatnya.




SESI KEEMPAT (PERTANYAAN DIANTARA SESAMA KANDIDAT)
Sekarang giliran pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla yang bertanya pada pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, yang dalam hal ini pertanyaan diwakili oleh Jusuf Kalla. Ia menanyakan bagaimana cara Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dalam menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di masa lalu?

Prabowo Subianto menjawab bahwa tugas utama pemerintah adalah melindungi negara dari segenap tumpah darah dan segala ancaman baik dari dalam dan luar negeri. Ia menceritakan bahwa selama puluhan tahun, ia sebagai abdi negara, ia juga mencegah kelompok-kelompok radikal yang mengancam keselamatan hidup orang-orang yang tidak bersalah. Apalagi saat ia  menghadapi kelompok perakit bom, karena mereka ini adalah ancaman terhadap hak asasi manusia.
Oleh karena itu, kewajiban ia sebagai prajurit adalah melaksanakan tugas, dan yang menilai adalah atasan. Ia berkata “Saya mengerti arah pembicaraan Bapak, saya tidak apa-apa. Tetapi saya ada disini, dan saya sebagai mantan prajurit sudah melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya, selebihnya itu atasanlah yang menilai.
Kira-kira itulah alasan kenapa saya tidak bisa menjaga HAM, karena saya melanggar HAM? Padahal bapak tidak mengerti, saya harus mengambil keputusan yang sulit.
Contohnya adalah di Singapura, memegang bom saja bisa dihukum mati, jangankan untuk merakit. Jadi, saya pembela HAM yang paling keras di negeri ini. Hati nurani saya bersih, saya tidak ragu-ragu.”
Menanggapi pernyataan ini, Joko Widodo menanyakan tentang apa konkretnya dari pelaksanaan menjunjung tinggi HAM dan melawan diskriminasi?
Jusuf Kalla juga menimpali bahwa tidak semua pelanggaran HAM harus terkait dengan bom, seperti peristiwa tahun 1998. Jusuf Kalla juga memberi tambahan pertanyaan, “Tetapi untuk kasus tahun 1998, apa pernyataan atasan Prabowo Subianto terhadap tindakan yang Prabowo Subianto ambil, saat itu?
Menurut Prabowo Subianto, langkah konkret itu berujung pada pendidikan. Masalah hak asasi manusia adalah pendidikan di semua sektor, aparat, dan pejabat, Tetapi karena petugas sering diberi perintah, tetapi pada saat secara politis yang tidak tepat, maka petugaslah yang sering disalahkan.
Tentang diskriminasi, pasangan ini sudah sepakat untuk melawan itu, tapi ujungnya adalah pendidikan. Lalu Prabowo Subianto menambahkan, “Buat Bapak Jusuf Kalla, untuk penilaian atasan saya, kalau bapak ingin tahu, tanyakan saja pada atasan saya.”

Hatta Rajasa menambahkan bahwa salah satu hak mendasar adalah tidak adanya diskriminasi terhadap hukum, semua sama di mata hukum.
Tidak boleh apapun ada diskriminasi latar belakang dan agama. Jika pasangan ini diberi amanat, mereka akan mencermati betul masalah-masalah diskriminatif di semua sektor ini, dan apakah akses di sumber kemakmuran dan sumber daya alam itu diskriminasi masih terjadi, dan hal itu akan menjadi perhatian mereka yang seriusModerator menanyakan pertanyaan terakhir kepada kedua pasangan, “Banyaknya kelembagaan yang tumpang tindih, begitu juga dengan banyaknya peraturan yang tumpang tindih vertikal dan horizontal, ada juga kualitas birokrasi yang membutuhkan sentuhan reformasi. Apa saja langkah konkret Anda untuk keluar dari tata pemerintahan tersebut agar visi-misi Anda bisa terlaksana?
Kali ini giliran Prabowo Subianto-Hatta Rajasa yang pertama untuk menjawab. Prabowo Subianto berkata bahwa, “Kami sadar sepenuhnya, setiap usaha perbaikan pasti ada halangan, dan tumpang tindih peraturan, serta pemimpin politik yang berasal dari latar belakang dengan kepentingan berbeda. Strategi untuk melawan ini, kita harus memilih beberapa sektor yang menentukan, tidak bisa memperbaiki segala keadaan di semua sektor. Harus ada sektor kunci yang mempengaruhi sektor lain, lalu menentukan sasaran, management by objective.”
Dari ketahanan pangan kita bisa dapat keamanan, rasa optimis rakyat, dapat devisa, kemudian bisa berinvestasi. Pangan, energi, infrastruktur, reformasi birokrasi, sasaran pokok yang harus kami selesaikan terlebih dahulu.
Opini rakyat kini sangat menentukan, kalau kita memiliki tujuan yang baik, dan mempunyai keinginan memperbaiki kehidupan rakyat, dengan niat yang ikhlas, bisa kita selesaikan. Kita ingin air bersih, pangan murah, sekolah, rumah sakit, jalan yang bagus, kereta api, masa rakyat tidak akan mendukung pemerintah yang mau mendukung pemerintah yang seperti ini?
Kita adalah pelayan rakyat, kita hanya bekerja untuk kepentingan rakyat Indonesia.”
Sedangkan Hatta Rajasa membahas
soal reformasi birokrasi. Menurutnya, tidak ada ukuran dan capaian yang pasti dalam pelayanan publik sehingga jadi bertele-tele dan mahal. Organisasi harus efisien, jangan gemuk, untuk mengurangi birokrasi yang bertele-tele.
Asas akuntabilitas dalam kinerja, semuanya harus bisa dipertanggung-jawabkan. Pemberantasan korupsi harus massif yaitu dengan penguatan KPK, polisi, dan kejaksaan, agar apa yang sudah menjadi kebijakan tidak bisa diselewengkan begitu saja. Jumlah aparat yang didesain tidak sesuai struktur organisasi juga harus dipangkas.
Sedangkan menurut Joko Widodo, 85% anggaran daerah berasal dari pusat, maka daerah bisa didorong untuk mengikuti permintaan pusat menggunakan politik anggaran atau reward dan punishment. Mekanisme sederhana yang, menurutnya, jarang diberlakukan.

Politik anggaran itu bisa dilakukan, misalnya saat pusat meminta ada layanan terpadu satu pintu, semua daerah yang diperintah harus membuat itu. Kalau tidak, dana alokasi khususnya dipotong atau dikurangi. Untuk daerah tersebut, hal ini sudah menakutkan.

Lalu, soal peraturan yang tumpang tindih, hal ini tidak akan terjadi jika aturan hanya lewat satu pintu yaitu lewat Sekretariat Negara (SetNeg). Kalau semua kementerian bisa mengeluarkan tidak lewat SetNeg, akan seperti itu akibatnya. Pintunya harus diberi satu agar arahannya seiring dan sejalan.
Joko Widodo menambahkan kualitas birokrasi itu adalah sesuatu yang tidak sulit-sulit amat untuk diperbaiki, tetapi masalahnya selama ini, banyak yang sudah pesimis. Tetapi ia dan Jusuf Kalla sangat optimis, jika Sumber Daya Manusianya (SDM) baik-baik, ada doktor, magister, kenapa tidak bisa bekerja dengan baik? Karena selama ini, sistemnya itu tidak dibangun dari situ. E-government, dari budgeting, procurement, audit, purchasing, cash flow management secara sistem bisa dilakukan. Tinggal memencet tab, bisa kelihatan semuanya, hanya perlu memanggil programmer, itu bisa dan sudah dilakukan olehnya selama ini.
Pola rekrutmen juga harus dengan seleksi dan pelelangan terbuka. Joko Widodo menegaskan “Ini hanya niat atau tidak niat. Mau atau tidak mau. Itu saja.”
Jusuf Kalla juga berkata bahwa pemimpin yang baik adalah yang bisa meyakinkan bawahannya untuk bisa melakukan sesuai yang diperintahkan. Kegotong-royongan di pusat dan daerah, partai harus jadi urusan kedua setelah pemerintah dan tujuan bernegara. Instrumen fiskal, kebijakan, dan pengawasan pusat, sebenarnya pemerintah bisa berbuat itu semua.
Selama ini, Indonesia sudah mengalami desentralisasi, jadi pusat tidak perlu terlalu banyak, perlu penciutan lembaga di pusat, karena pembangunan kini ada di daerah.
Pelatihan dan pengembangan juga perlu untuk birokrasi yang baik-baik kata Jusuf Kalla mengakhiri dengan mengutip perkataan dari Joko Widodo. . 
SESI KELIMA (PERNYATAAN PENUTUP DARI CAPRES-CAWAPRES)

Joko Widodo mewakili dengan pernyataan penutup sebagai berikut: “Berdasarkan pengalaman dan bukti, jika rakyat memberi kami amanah, maka kami akan bekerja keras, bekerja siang malam. Pemerintahan yang bersih juga bisa kami hadirkan, serta kepastian hukum bisa kita hadirkan.
Terima kasih juga atas semua rakyat Indonesia yang mendukung sehingga demokrasi berjalan dalam kegembiraan, dan Pilpres juga bisa menjadi kegembiraan rakyat. Terima kasih atas ibu saya yang selalu mendoakan, istri saya, Iriana, yang juga hadir, anak-anak saya, ibu Mufidah Jusuf Kalla berserta anak-anak yang hadir. dalam upaya kami untuk mendedikasikan hidup kami untuk bangsa dan negara.
Pembangunan demokrasi, pemerintahan yang bersih, dan kepastian hukum adalah yang utama. Kalau presiden, nomor dua.” 
Sedangkan pernyataan penutup dari kubu yang lain diwakili oleh Prabowo Subianto, ia mengatakan: “Tujuan kita bernegara adalah menjadi bangsa yang adil, makmur, dan sejahtera. Kalau kekayaan kita tidak tinggal di negara kita, dan bocor terus ke luar, walaupun kita mempunyai sistem demokrasi yang indah, kesejahteraan rakyat akan susah dicapai.

Jika kami mendapat mandat, kami akan menyelamatkan kekayaan itu, agar demokrasi menjadi produktif dan memberi kesejahteraan. Bukan demokrasi ‘wani piro’, tetapi demokrasi yang produktif. Dengan menyelamatkan kekayaan negara untuk masa depan anak-anak dan cucu-cucu kita, kami optimis.


Niat kami untuk meminimalkan korupsi, menghasilkan manajemen yang baik, menghasilkan jasa-jasa yang dibutuhkan rakyat, sehingga ujungnya adalah kepastian hukum yang mantap bagi rakyat Indonesia.


Dengan komitmen yang kuat, kami bisa menghasilkan cita-cita pendiri bangsa ini. Kami ingin menjadi bangsa yang mandiri, produktif, bukan hanya pasar, pemasok tenaga kerja rumah, bukan jadi pembantu di negara-negara yang jauh, tetapi ingin rakyat sejahtera, cukup pangan, sandang, papan. Kami ingin menjadi negara terhormat, tenang dalam menghadapi masa depan.” 


Apakah pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa bisa membuktikan dan merealisasikan semua janjinya itu menjadi kenyataan, apalagi mengingat pasangan itu sama sekali tidak mempunyai pengalaman dalam mengelola negara? Sedangkan di pihak Joko Widodo sebagai capres, ia sudah pernah menjadi walikota Solo dan Gubernur Jakarta, dan sudah beberapa kali mendapat penghargaan atas prestasinya. Adapun cawapresnya, Jusuf Kalla juga sudah berpengalaman sebagai wapres pada pemerintahan Susilo Bambang.

Rakyat yang cerdas tahu mana yang lebih pemimpin potensial yang harus dipilih, tentu saja pasangan yang sudah banyak memberikan bukti nyata.

Dan sekarang,  mari kita tunggu lagi debat capres yang berikutnya yaitu pada Minggu 15 Juni 2014.


 Sri Roswati, tempokini.com
×
Berita Terbaru Update