Naik tensi oleh politik. Foto/istimewa/ilustrasi |
Siapa saja tentu punya hak bicara di medsos menganjungkan calon mereka. Lain orang, lain pula gayanya. Ada yang sekedar posting kegiatan calonnya dengan tambahan kata-kata datar, ada yang berkampanye bak ahli propaganda, bahkan hingga sudah menyentil dan mencemooh lawan dari calon yang ia dukung.
Mengemukakan pendapat di muka umum--termasuk di medsos--memang dijamin oleh undang-undang dasar negara sepanjang dilakukan secara bertanggung jawab. Disebut bertanggung jawab, jika postingan yang dibuat tidak mengandung pelanggaran pidana seperti fitnah, ujaran kebencian dan mengandung unsur SARA.
Kita tentu bangga dengan tingginya animo masyarakat terhadap kontestasi politik. Animo itu bisa diasumsikan betapa tingginya alam demokrasi memperngaruhi tatanan sosial masyarakat Pariaman.
Namun, dari sekian banyaknya, tentu ada saja yang terlalu euforia dalam menyikapi makna kompetisi dalam politik demokrasi yang berimbas pada aksi saling ejek-mengejek antara para pendukung yang bersaing di Pilwako di ranah medsos.
Fenomena jelang Pilwako saat ini tentu saja sudah sangat mencemaskan. Pilwako Pariaman berpotensi akan menimbulkan gesekan-gesekan hukum yang berujung laporan-laporan ke polisi dari kubu-kubu yang bertikai.
Untuk mengantisipasi hal tersebut, pemangku kepentingan seperti Pemko Pariaman, Kepolisian, KPU dan Panwaslu dengan menggandeng Ormas/OKP dan LSM, mesti berupaya mendinginkannya dengan melakukan sosialisasi dan imbauan. Begitu juga dengan para calon agar memberikan pendidikan politik yang memadai kepada tim sukses dan simpatisannya.
Menjaga kualitas demokrasi merupakan tanggung jawab semua pihak. Beragam komponen masyarakat dalam tatanan sosial dan adat Pariaman, juga selayaknya menjadi benteng demokrasi bagi Pariaman. Jangan sampai malah sebaliknya. (OLP)