Suara Nurani di Hari Anti Korupsi: Sekuntum Bunga Buat Kejari Pariaman
Redaksi
Last Updated
2014-12-12T05:23:17Z
Ketika
unjuk rasa dihadiahi sekuntum bunga dan sepotong stiker anti korupsi
korp Adhy Aksa. Sungguh ini sebuah pesan tersirat. Pesan yang mestinya
dinap-menungkan simbol, makna dan nilainya.
Makna itu adalah
suara nurani. Suara titipan para jelata nestapa. Suara sumbang
penyemangat perjuangan. Suara jadi mimpi pembangun lelap. Suara lantang
untuk terus didengungkan. Nada suara bukan untuk sepotong-sepotong
dinyanyikan.
Suara nurani tak
melulu harus riuh gemuruh. Gemuruh sungguh cikal bakal menuju runtuh.
Suara nurani ada kalanya senyap, lelap, merayap, bahkan diperangkap.
Tapi tetap berdiri optimis mematung tegap. Dijaga agar irama langkahnya
berderap mantap.
Suara nurani itu suara rayap merayap. Suara
terbiasa terkurung, terkungkung bahkan tak jarang sengaja diperangkap
secara keji dan biadab bahkan di ruang pengap. Orang-orang beradab tahu
kunci pembuka gembok si pembuat perangkap.
Senyap, ya suara
nurani itu memang senyap. Tapi, suara itu kadang bisa menjelma lebih
lantang bahkan lebih garang ketimbang suara toa yang diangkat-angkat.
Kadang dia mampu menembus tebalnya sekat dan mengupas kukuhnya perekat.
Suara nurani bening bak mata air. Mengalir jauh membasahi kekeringan
kalbu. Mampu melepaskan dahaga lara di belantara kerontang jiwa. Bening
suara nurani lebih mengobati ketimbang seribu racikan ramuan para ahli.
Tegakan kepala, nanarkan tatap wahai penjaga nurani.
Datuak Tanbijo