Makin ke-ujung kasus Akil Mochtar cs kian memanas dan sangat menghebohkan, apalagi dengan ditemukannya beberapa linting ganja, ekstasi dan Obat kuat di ruang kerja Ketua MK tersebut. Dikabarkan ihwal penemuan ganja tersebut, sekarang KPK siap dibantu oleh BNN untuk mengusut lebih jauh kasus penemuan itu. Lalu siapakah hambit bintih dan Kenapa pula Adik Ratu Atut sekaligus Suami Walikota Tangsel juga dijebloskan kedalam tahanan oleh KPK dalam kasus tersebut. Ini Ulasannya..
Siapa Hambit Bintih?
Terkaget-kaget dengan berita OTT (Operasi Tangkap Tangan) KPK terhadap Ketua MK Akil Mochtar, penulis penasaran dengan sosok kepala daerah yang diduga menyuap Ketua MK tersebut. Nama Hambit Bintih bukanlah nama yang familiar, tak populer di kancah nasional. Kabupaten Gunung Mas pun jarang diberitakan, entah itu soal prestasi dan pembangunan daerahnya, potensi sumber daya alamnya atau apapun. Maka, penulis mencoba googling dengan menuliskan kata kunci “hambit bintih” dan muncullah ratusan artikel yang menyebut namanya, terutama terkait penangkapannya di hotel Red Top semalam. Penulis tak tertarik untuk membaca kronologisnya sebab sudah terlalu banyak dibahas media mainstream. Penulis mencoba menelusuri postingan berita lama yang termuat di beberapa situs.
Hambit Bintih, pria kelahiran Kapuas 12 Pebruari 55 tahun yang lalu ini pada Pilkada Bupati Gunung Mas, Kalimantan Tengah, 4 September 2013 lalu, kembali dinyatakan sebagai pemenang. Pasangan petahana Dr. Drs. Hambit Bintih dan Drs. Arton S. Dohong (disingkat Hamiar) dengan nomor urut 2 ini diusung oleh PDI Perjuangan, memperoleh 30.016 suara mengungguli 3 pasangan calon pesaingnya. Namun kemenangan itu digugat oleh pasangan nomor urut 1 Jaya Samaya Monong, SE dan Drs. Daldin, Msi. (JaDi) dengan tuduhan banyak melakukan kecurangan terstruktur,sistematis, masif dan sangat berpengaruh pada perolehan pasangan calon. Termasuk tuduhan memberikan uang kepada pemilih dengan modus setelah pencoblosan pemilih diminta membawa sobekan kertas yang dibolongi untuk ditukar uang Rp. 300.000,00. (Membayangkan modus ini, penulis tetap gagal paham, kertas apakah yang dimaksud. Jelas tidak mungkin merobek kertas suara yang sudah dicoblos bukan? – pen.)
Ternyata, ini bukan gugatan pilkada pertama yang dialami Hambit Bintih dan Arton S. Dohong. Pada pilkada Bupati Gunung Mas (Gumas) Mei 2008, pasangan ini pun digugat. Hanya saja waktu itu gugatan tidak dilayangkan melalui Mahkamah Konstitusi, melainkan melalui Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dengan tergugat Menteri Dalam Negeri dan KPU Pusat (saat itu) dan turut tergugat Gubernur Kalteng, Ketua DPRD, KPUD Provinsi Kalteng dan KPUD Kabupaten Gumas. Penggugatnya adalah mantan pasangan cabup dan cawabup Gumas : Julius Djudae Anom dan Limhan T. Assau. Pasalnya pada Pilbup Gumas tahun 2008, pasangan Hambit–Arton yang mengantongi 12.806 suara (29,14% dari suara sah) menang tipis atas pasangan Julius–Limhan yang memperoleh 12.452 suara (28,34%). Seharusnya, berdasarkan ketentuan pasal 107 ayat 2 & 4 UU No12/2008 yang merupakan perubahan kedua atas UU No 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah, apabila belum ada pasangan calon yang memperoleh 30% suara, pilkada harus dilanjutkan ke putaran kedua. Bahkan KPU Pusat pun telah berkirim surat kepada KPUD Provinsi Kalteng yang kemudian menyurati KPUD Kabupaten Gunung Mas untuk melaksanakan pilbup putaran kedua dengan diikuti dua pasangan calon peraih suara terbayak pertama dan kedua.
Sayangnya, pilbup putaran kedua itu tak dilaksanakan, yang terjadi justru adanya pertemuan antara KPUD Gunung Mas dengan KPUD Provinsi Kalteng dan KPU Pusat pada hari Minggu, 9 Nopember 2008 di Jakarta yang kemudian menghasilkan persetujuan KPU Pusat atas langkah KPUD Gunung Mas dengan menetapkan pasangan Hambit–Arton sebagai pemenang. (Bagaimana bisa, KPU yang memerintahkan diadakan pilkada putaran ke-2, tapi justru menyetujui pengabaian atas perintah itu, hanya dengan pertemuan informal di hari libur – pen.) Tak hanya itu, KPUD Gumas pun berkiirim surat kepada Gubernur Kalteng yang menyatakan masalah hukum yang jadi hambatan proses pelantikan Hambit–Arton sudah selesai karena tak ada kasasi terhadap putusan Pengadilan Tinggi Palangkaraya. Padahal KPUD Gumas membuat akta pernyataan kasasi No 50/Pdt.G/2008/PN.PLR tertanggal 24 Oktober dan sudah menyerahkan memori kasasi. Karenanya, pihak Julius–Limhan melalui pengacaranya menilai surat dari KPUD Gumas tentang penetapan calon terpilih Bupati/Wakil Bupati Hambit–Arton adalah cacat hukum dan harus dibatalkan.
Kenyataannya, pelantikan pasangan Hambit–Arton terus berjalan mulus. pada 31 Desember 2008 atas nama Mendagri, Gubernur Kalteng resmi melantik pasangan bermasalah tersebut. Meski gugatannya kandas, rupanya issu penggantian Hambit Bintih dengan Julius Djudae Anom sempat mengusik ketenangan warga Gumas pada pada penghujung tahun 2009. Dalam situs ATN Center milik Gubernur Kalteng Agustin Teras Narang – yang juga kader PDI Perjuangan – diberitakan Teras Narang meminta aparat kepolisian Gumas mengejar penyebar issu pelantikan ulang Bupati Gumas atas nama Julius Djudae Anom menggantikan Hambit Bintih, yang dikabarkan akan dilantik di Jakarta pada 4 Januari 2010.
====================================================================================
Adik Ratu Atut Tubagus Chaery Wardana
Ternyata di balik kehebohan Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan KPK terhadap Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar di rumahnya di Kompleks Widya Chandra sekitar pukul 22.00 semalam, ada yang sedikit luput dari perhatian publik. Yang banyak diberitakan hanyalah KPK menangkap tangan 5 orang : Akil Mochtar, anggota DPR dari Fraksi Golkar ibu Chairunnisa (CHN), seorang pengusaha CN dan 2 orang yang ditangkap di hotel Red Top yaitu Bupati Gunung Mas Hambit Bintih dan seorang swasta DH. Ternyata, selain 5 orang itu ada seorang lagi yang juga ditangkap tangan di Jakarta : dan seorang bernisial S ditangkap di Lebak.
Siapakah Tb. Chaery Wardana? Dia tak lain adalah adik dari Gubernur Banten ibu Ratu Atut Chosiyah dan sekaligus suami dari Walikota Tangerang Selatan Airin Rachmi Diany dan juga saudara tiri dari Walikota Serang Tb. Haerul Jaman. Jangan heran jika hubungan keluarga ini melibatkan banyak kepala daerah di Provinsi Banten, sebab memang di Banten masih mirip kerajaan, hampir semua kepala daerah atau wakil kepala daerah masih ada hubungan keluarga dengan keluarga besar Ratu Atut Chosiyah.
Tubagus Cahery Wardana (TCW) ini ditangkap di rumahnya sekitar pukul 01.00 dini hari di jalan Denpasar 4 Kuningan, Jakarta Selatan. Diduga penangkapan Wawan (sapaan TCW) ini masih terkait dengan Akil Mochtar juga, kasusnya praktek penyuapan pada sengketa Pilkada Lebak yang disidangkan di MK. Namun situs Metro TV news juga menyebut Wawan ini juga terkait dengan tindak pidana korupsi dalam APBD Provinsi Banten. Rasa-rasanya kalau issu yang terakhir ini tidaklah terlalu mengherankan.
Sungguh salut dengan OTT KPK kali ini, sekali tepuk, berapa banyak “lalat” yang berhasil ditangkap. Luar biasa jika jaringan keluarga Ratu Atut akhirnya bisa juga digelandang ke KPK, mungkin ini awal terkuaknya berbagai keganjilan anggaran di Banten yang sudah lama jadi issu warga tanpa bisa berbuat apa-apa. Bagus juga kalau KPK bisa membereskan sebelum Pemilu 2014, sebab ada beberapa keluarga Atut yang saat ini sudah mulai pasang spanduk di seantero Banten untuk ikut ajang Pileg. Bravo KPK, kami menunggu kejutan-kejutan lain dari KPK!
Tak hanya dua kali kemenangannya dalam Pilkada digugat, Hambit Bintih juga pernah diadukan ke KPK terkait perkara dugaan korupsi. Sebuah arsip berita di tahun 2012 pada situs RMOL.co memberitakan seorang penggiat anti korupsi, Tuah Tunda selaku perwakilan warga asal Kabupaten Gunung Mas, Kalteng, mendatangi kantor KPK untuk mempertanyakan kelanjutan laporannya terkait dugaan korupsi dana perimbangan intensif PBB Migas tahun 2004-2005 yang dilakukan Bupati Hambit Bintih sebesar Rp 13,5 miliar (semasa dia masih menjabat Wakil Bupati Gumas). Kasus itu sudah dilaporkan sejak Januari 2008. Tuah Tunda mengaku terpaksa harus datang jauh jauh seorang diri ke Jakarta sebab sebagian aktivis antikorupsi dan warga di daerahnya telah patang arang dengan lambannya proses penindakan oleh KPK (waktu itu). Sejak masih menjadi Wakil Bupati hingga menjadi Bupati periode pertama (dengan kemenangan sangat tipis dan diragukan keabsahannya karena belum mencapai 30%), tampaknya Hambit cukup “sakti” juga, sehingga apapun gugatan hukum terkait dirinya tak mempan. Namun sepandai-pandai tupai melompat, kini sang Bupati tertangkap tangan KPK.
Rabu siang kemarin, MK memang menggelar sidang gugatan atas Pilkada Gumas yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Akil Mochtar bersama 2 hakim MK lainnya. Agenda Rabu kemarin mendengarkan keterangan saksi. Gugatan paangan Jaya – Daldin menuntut MK membatalkan keputusan KPU Gunung Mas Nomor 19 tentang Pasangan Calon Terpilih Pilkada Gunung Mas serta meminta diadakannya perhitungan suara ulang. Ini adalah sidang keempat kali yang dilakukan MK dan tinggal menunggu sidang putusan saja. Jika pasangan ini ingin kembali berkuasa di Gunung Mas tanpa aral melintang, maka sangatlah tepat timing-nya untuk melakukan penyuapan agar putusan MK bisa memenangkan dirinya. Untunglah KPK segera mendapatkan informasi dan melakukan OTT dipimpin Novel Baswedan, yang dulu pernah memimpin penyidikan atas kasus korupsi simulator SIM. Selamat merasakan dinginnya dinding rutan KPK, Pak Bupati Hambit, rupanya kali ini anda tak lagi “sakti”. Lawan-lawan politiknya serta penggiat anti korupsi yang dulu geregetan, mungkin sekarang tersenyum puas.
Catatan Ira Oemar Freedom Writers Kompasianer
==========
Mobil-Mobil Mewah Wawan
Ferarri, Lamborghini, dan Nissan GTR nangkring di garasi Tubagus Wawan adik Gubernur Banten Ratu Atut di Jl Denpasar. Total ada 11 mobil mewah di garasi itu. KPK hanya menyegel 2 mobil saja, Bentley dan Innova. Namun KPK diminta ikut menyelidiki mobil mewah yang lainnya.
"KPK harus telusuri soal mobil mewah itu," kata peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho saat dikonfirmasi, Jumat (4/10/2013).
KPK harus melakukan penyelidikan yang menyeluruh. Deretan mobil mewah itu menjadi pertanyaan publik. Apalagi Tubagus Wawan merupakan suami wali kota Tangsel Airin yang notabene pejabat negara.
"Agar menjadi jelas dan transparan," imbuhnya.
Di dalam rumah adik Gubernur Banten Ratu Atut, Tubagus Chaery Wardhana, alias Wawan yang terletak di Jalan Denpasar IV no 35, Kuningan, Jakarta Selatan ditemukan banyak mobil mewah. Total ada 11 mobil yang dicek KPK. (Detik.com)
Kronologi Penangkapan Wawan
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam satu kali operasi tangkap tangan (OTT) pada Rabu 2 Oktober 2013 dan Kamis (2/3/10) berhasil menciduk banyak orang selain Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar.
Dari 13 orang yang ditangkap tersebut terselip satu nama yang cukup mentereng di Provinsi Banten. Saat itu penyelidik dan penyidik KPK bahkan berhasil menangkap basah TCW alias W atau TB Chairy Wardhana alias Wawan, suami dari Wali Kota Tangsel, Banten Airin Rachmi Diany.
Wawan disebut-sebut sebagai adik kandung Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah dan dan STA atau Susi Tur Andayani, seorang advokat. KPK memberikan apresiasi terhadap masyarakat luas yang menyampaikan laporan dua kasus dugan suap pengurusan sengeketa Pilkada itu.
Ketua KPK Abraham Samad menjelaskan soal kronolgi penangkapan kasus dugaan suap sengketa Pilkada Lebak, Banten. Abraham menuturkan, Susi Tur Andayani selama ini sudah dikenal oleh Akil Mochtar.
Pada Rabu 2 Oktober 2013 malam dalam waktu yang tidak disebutkan, Susi telah menerima uang dari TB Chaeri Wardhana alias Wawan melalui F di Apartemen Aston, Jakarta. Uang dimasukan ke dalam travel bag warna biru. Kemudian dibawa dan disimpan oleh Susi di rumah kediaman orangtuanya di Tebet.
"Selanjutnya uang tersebut akan diserahkan ke AM (Akil Mochtar), hakim kontitusi," tutur Abraham dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (3/10/13) sore.
Namun sebelum penyerahan uang ke Akil, sekira pukul 15.00 WIB, Susi Tur Andyani ternyata pergi ke Lebak. Dari situ tim penyelidik dan penyidik mengikuti dan membututinya. Kemudian pada malam harinya, tim langsung melakukan penangkapan di Lebak.
Sementara TB Chaeri Wardhana menyusul ditangkap di rumahnya di Jalan Denpasar 4 Nomor 35 Megakuningan, Jakarta Selatan sekira pukul 01.00 WIB Kamis (3/10/2013).
"Dari penangkapan terkait lebak ini diperoleh barbuk berupa uang pecahan 50 dan 100ribu dgn total keseluruhan Rp1 miliar rupiah," tandasnya.
Dalam operasi tangkap tangan ini KPK menciduk 13 orang yakni AM (Akil Mochtar), CHN atau CN (Chairunnisa, anggota DPR Fraksi Partai Golkar), HB (Habit Binti, Bupati Gunung Mas dari PDIP), CNA (Cornelis Nalau, pengusaha tambang asal Palangkaraya), N, M, DH, TCW alias W (TB Chairy Wardhana) dan STA (Susi Tur Andayani, advokat).
Penangkapan Akil, Chairunnisa, Cornelis, dan Habit dilakukan pada Rabu malam. Dari tangan keempat penyidik menyita uang sebesar SGD284.050 ribu dan USD22 ribu. Dijumlah kurang lebih Rp3 miliar. Uang diberikan dari Habit dan Cornelis untuk Akil terkait pengurusan sengketa Pilkada Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah.
Dalam kasus suap pengurusan sengketa Pilkada Kabupaten Gunung Mas, Kalteng, penyidik menetapkan empat tersangka yakni, Akil, Chairunnisa (penerima suap), Habit dan Cornelis.
Dalam kasus suap pengurusan sengketa Pilkada Kabupaten Lebak, Banten, KPK menetapkan tiga tersangka, Akil (penerima), Wawan (pemberi), dan Susi (penerima). (Sindonews.com)