Inilah analisa yang lebih masuk akal katimbang ribut-ribut tentang ikut atau tidaknya Jokowi di Pilpres 2014. Analisa ini lebih kepada permainan politik di DPR RI yang akan mensahkan RUU Pilpres 2014,dimana sampai sekarang masalah “presidential threshold” masih menjadi perdebatan sengit antar partai politik karena bisa jadi angka 20% akan menjegal jago mereka untuk menjadi capres 2014 .
Melihat 15 parpol yang akan bertanding di 9 April 2014,kemungkinan hanya akan ada 13 parpol yang masuk ke DPR RI karena aturan “parliamentary threshold” 3,5% atau bisa saja tidak lebih dari 12 parpol saja. Dengan demikian,perkiraan untuk meraih “ticket” Pilpres 2014 tak urung parpol yang masuk di DPR RI nanti terpaksa akan berkoalisi untuk menentukan Capres 2014.
Sedangkan saat ini yang sudah merasa pasti jagonya ikut Pilpres di 2014 hanya Partai Golkar dengan Aburizal “Ical” Bakrie,karena iklan ARB ada dimana-mana dan intensitasnya sangat tinggi di TV One. Tentu saja optimisme Partai Golkar bukan hanya karena keyakinannya merebut 20% kursi di DPR RI,tetapi keyakinan lain untuk bisa melobi parpol lain berkoalisi dengannya bila ternyata Golkar tidak sanggup meraih 20% kursi di DPR RI.
Tetapi tentu saja untuk berkoalisi dengan Golkar tidak murah harganya,sebab mendukung ARB menjadi Capres 2014 bagi parpol lain akan dianggap “sangat kecil” kemungkinan untuk lolos menjadi Presiden 2014-2019. Tidak mudah menentukan parpol mana yang akan berkoalisi dengan Golkar bila capresnya adalah ARB.
Bila Konvensi Capres Partai Demokrat menggolkan Pramono Edhie Wibowo (PAW) menjadi Capres 2014, maka dipastikan koalisi PD dengan parpol lain di DPR RI akan mudah terbentuk seperti halnya yang terjadi di Pilpres 2004 dan 2009 ; Sebab nama PAW akan dianggap lebih menjual dibandingkan ketua umum parpol lain yang mendapatkan kursi di DPR RI.
Kenapa diyakini capres PD adalah PAW? Karena ada yang mengatakan,bahwa hanya PAW yang direstui oleh keluarga Cikeas. Artinya parpol “gurem” yang ketua umumnya tidak cukup layak bertarung sebagai Capres 2014 akan berkoalisi dengan PD seperti sekarang ini,karena sudah ada rasa nyaman yang dirasakan seperti sekarang ini.
Koalisi PD tidak lain tidak bukan dipastikan adalah PKB,PAN,PPP,PKS
Bagaimana dengan Hanura dan Gerindra yang sudah digadang-gadang mencapreskan Wiranto dan Prabowo Subianto? Kedua parpol tersebut dipastikan tidak akan berkoalisi di Pilpres 2014 karena faktor histori antara Wiranto dan Prabowo Subianto, artinya bila kedua parpol tersebut tidak mendapatkan kursi 20% di DPR RI,maka terpaksa keduanya harus berupaya keras berkoalisi dengan parpol lain,dan dengan capres yang ada tersebut tidak mudah Hanura atau Gerindra mendapatkan koalisi dengan PKP,PBB,Nasdem.
Nah,terakhir adalah PDIP,parpol yang diperkirakan mampu meraih angka 20% di Pemilu Legislatif 2014 ; Tetapi bila itu terjadi,maka dipastikan Capres 2014 dari PDIP akan dikepung oleh parpol-2 yang akan berkoalisi dengan PD dan Golkar ; Sebab PDIP dari 4x Pilkada di SumUt,Jabar,Jatim dan Bali memperlihatkan kegagalan dan kelemahan lobi mereka.
Rasa percaya diri yang berlebihan dari Megawati Soekarnoputri menyebabkan PDIP kurang bisa berkolaborasi dengan parpol-2 gurem. Tetapi bila ternyata PDIP tidak dapat meraih 20% kursi di DPR RI,maka capres PDIP pun terancam kurang didukung oleh semua parpol ; Perhitungan secara politik saat ini,Jokowi adalah figur yang paling tepat untuk menjadi Capres dari PDIP,tetapi tentu saja bila suara yang diraih oleh PDIP kurang dari 20% maka Jokowi bisa menjadi “tinggal kenangan” karena para politisi akan memaksa yang bersangkutan tetap menjalankan tugas sebagai Gubernur DKI Jakarta hingga habis masa jabatannya.
Oleh karena itulah maka salah satu alasan PDIP sampai sekarang belum berani mengambil keputusan untuk memajukan Jokowi sebagai Capres 2014 karena belum ada satupun yang bisa meyakinkan bahwa perolehan suara PDIP diatas 20%. PDIP seharusnya terus menerus mengawal jangan sampai dirinya dikerjai oleh “X factor” yang menjegal perolehan suara Pemilu Legislatif 2014 bila ingin mencalonkan Jokowi menjadi Presiden 2014-2019. Kemenangan diatas 20% maupun dibawah 20% tetap dibutuhkan koalisi dengan parpol lain.
Oleh karena itu,di 2014 tetap dibutuhkan kepintaran melakukan lobi partai besar dengan partai gurem dan janji-janji manis koalisi seperti halnya yang dilakukan oleh SBY pada 2004 dan 2009 yang lalu. Tanpa janji manis dan nota kesepahaman yang “lihay” sulit memenangkan Pilpres 2014.
Catatan Mania Telo Freedom Writers Kompasianer