Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Perlawanan KPK Terhadap Pengacara “Hitam”

27 Juli 2013 | 27.7.13 WIB Last Updated 2013-07-28T03:32:28Z




Buntut penangkapan pengacara Mario C.Bernardo dalam naungan Hotma & Associates milik pengacara kondang Hotma Sitompul oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi berita besar bagi masyarakat hukum negeri ini. Hotma Sitompul adalah pengacara yang selalu lantang di setiap acara ILC “berseberangan” dengan mekanisme penegakan hukum yang dijalankan oleh KPK ; Saat ini pun bersama dengan pengacara Juniver Girsang sedang membela tersangka korupsi pengadaan alat simulator SIM Irjen.Pol.Djoko Susilo.

Para pengacara yang membela para tersangka korupsi seringkali dikaitkan dengan uang yang diterima oleh mereka berasal dari hasil korupsi para koruptor. Sudah pernah timbul wacana di masyarakat hukum Indonesia agar para pengacara pembela koruptor juga harus diperiksa karena dianggap juga menerima aliran dana dari para koruptor,sebab para koruptor dengan “duit segudang” berani menyewa para pengacara “top” negeri untuk dapat lolos dari hukuman berat dan bahkan lolos dari hukuman,padahal kejahatan para koruptor tersebut sudah termasuk kejahatan luar biasa (=extra ordinary crime),tentunya para koruptor tersebut tidak sedikit mengeluarkan uang untuk menyewa jasa pengacara-2 “top” tersebut. 

Bisa jadi wacana ini menjadi inspirasi bagi KPK untuk mengawasi extra ketat para pengacara-2 pembela koruptor,siapa tahu mereka melakukan permainan “jual-beli” putusan hakim atau tuntutan jaksa pengadilan tipikor,sebab selama ini hukuman para koruptor ternyata tidak optimal.

Memang pengacara-2 seperti Hotma Sitompul,Juniver Girsang, OC Kaligis juga beberapa kali muncul dalam berita dikenal menjadi pembela para pencari keadilan yang tidak bisa bayar alias pencari keadilan yang “miskin” ,tetapi tentu saja bobot berita dari si pencari keadilan itu mempunyai “nilai jual” yang tinggi untuk melambungkan nama mereka. 

Hal tersebut lumrah saja dalam ilmu “marketing” ,seperti halnya perusahaan-2 besar pun juga punya program CSR (Corporate Social Responsibility),yang dalam pemberian program CSR seringkali juga dikaitkan dengan “nilai jual” nama perusahaannya ke publik yaitu diberitakan sampai kemana-mana. Memang yang paling baik dalam “memberi” itu adalah salah satu tangannya tidak mengetahuinya.

Akibat penangkapan pengacara yang bekerja di Hotma & Associates ini tentu akan menimbulkan dampak besar dalam pembelaan tersangka korupsi ; Bisa jadi ini menjadi pelajaran bagi para pengacara yang selama ini bergelimpangan harta karena duit yang terus mengalir dari kasus-2 korupsi yang dibela oleh mereka. Kalau seandainya para koruptor di era Reformasi menjadi musuh bersama rakyat seperti halnya orang-2 yang dituduh menjadi anggota PKI era ORBA dulu,dan penangkapan serta persidangannya seperti model persidangan para tersangka G30S/PKI,mungkin akan lahir pengacara-2 sekaliber pengacara Yap Thiam Hien,SH yang melakukan pembelaan terhadap para tersangka G30S/PKI dengan beban moril yang tinggi,bayarannya pun dari negara waktu itu,karena tak satupun pengacara yang berani membela orang-2 yang dituduh menjadi antek PKI. Sayangnya sekarang para koruptor malah kadang dipuja dan dibela habis-2an oleh masyarakat,politisi dan parpol tertentu yang suka duit…! Malah berani menuntut untuk disediakan “bilik asmara” segala…! Edan…!

Maka tak heran kalau sekarang KPK betindak untuk balik menyerang pengacara yang dianggap malah “melindungi” tersangka korupsi dan ikut menikmati duit hasil korupsi. Pengacara seharusnya bukan melindungi klien-nya untuk lolos dari hukuman kalau ternyata mereka mempunyai bukti-2 kuat bahwa klien-nya korup,menjadikan hukumannya ringan itu sah menurut hukum,tetapi bukan membuat para koruptor tersebut lolos “asal ada duit” ; Cara yang digunakan “asal ada duit” itulah yang menjadikan hukum di Indonesia untuk kasus-2 “extra ordinary crime” menjadi sorotan publik saat ini. Hukuman terhadap para penjahat korupsi menjadi tidak optimal dan duit yang balik ke negara juga sangat kecil sekali. Wacana pembangkrutan koruptor pun hanya isapan jempol para penegak hukum di Indonesia.

Pengacara yang menggunakan cara “asal ada duit” telah melukai perasaan nurani rakyat Indonesia yang menderita karena duit negara di korupsi oleh para koruptor yang memperkaya dirinya sendiri. Bayangkan saja,seorang jenderal Polisi yang seharusnya mengabdi kepada bangsa dan negara malah menjadi “tukang kawin” dan punya harta yang tidak pantas bila disandingkan dengan penghasilan sang jenderal,tetapi malah dibela habis-2an oleh pengacara-2 kondang yang di mata komunitas keyakinannya adalah orang-2 yang suka “memberi” ….! 

Sadar atau tidak,itulah yang membuat ormas keagamaan berlaku anarkis dan ekstrim karena melihat para pengacara “kafir” (sebutan yang seringkali dipakai oleh Ormas Keagamaan yang sering melakukan tindakan ’sweeping’ bagi pemeluk agama non Islam) itu membuat negeri ini semakin hancur karena tindakan pengacara-2 itu telah membawa para koruptor “menari diatas penderitaan” rakyat…! Kemiskinan akibat korupsi menjadikan ormas-2 yang anarkis mudah merekrut anggota,andil itu barangkali tidak disadari oleh para pengacara kondang tersebut.

Oleh karena itu,di akhir tulisan ini,mudah-2an saja pengacara-2 kondang seperti Hotma Sitompul, Juniver Girsang,OC Kaligis ,dll dapat menjadi berkat bagi bagi bangsa dan negara ini di bidang hukum dan keadilan,bukan malah menjadi batu sandungan bagi penegakan hukum yang akhirnya membuat Indonesia semakin terpuruk. Perlawanan KPK terhadap pengacara “hitam” juga sebaiknya tidak mengarah ke masalah SARA,sebab banyak juga pengacara “hitam” yang menjadi pemeluk keyakinan mayoritas negeri ini. Kalau mau sikat,lebih baik sikat semuanya….jangan tebang pilih.

Catatan Mania Telo Freedom Writers Kompasianer

×
Berita Terbaru Update