Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Benarkah Anjuran Berbukalah dengan yang Manis?

7 Juli 2013 | 7.7.13 WIB Last Updated 2013-07-07T06:01:35Z






Teman saya pernah berseloroh : apa tanda bulan puasa sudah dekat? Jawabnya : “di TV sudah ada iklan sirup M****n”. Memang tak salah joke teman saya itu, sebab iklan sirup itu selalu muncul dengan varian baru menjelang bulan Ramadhan, dengan slogan “Berbukalah dengan yang manis”. Sebenarnya bukan hanya iklan sirup itu saja yang menggunakan kalimat tersebut. Produsen teh dalam kemasan botol pun menggunakan slogan itu khusus untuk versi iklannya di bulan puasa, meski di hari lain di luar bulan puasa mereka punya slogan khas.


Lalu, benarkah kalimat “Berbukalah dengan yang manis” itu adalah cuplikan dari hadits yang diucapkan Rasulullah? Jika benar, siapa perawinya? Ini yang perlu diketahui ummat Islam, agar tak terkelabui oleh slogan produsen makanan dan minuman manis, seolah itu memang anjuran bagi mereka yang berpuasa. 

Sesungguhnya hadits Rasulullah Muhammad SAW yang terkait dengan buka puasa hanyalah menyinggung “kurma” dan “air” saja. Seperti dalam hadits yang menyatakan : “Apabila berbuka salah satu kamu, maka hendaklah berbuka dengan kurma. Andaikan kamu tidak memperolehnya, maka berbukalah dengan air, maka sesungguhnya air itu suci.” Sedangkan kebiasaan Rasulullah apabila berbuka sebagaimana disampaikan oleh Anas bin Malik : “Adalah Rasulullah berbuka dengan Ruthab (kurma yang lembek) sebelum shalat, jika tidak terdapat Ruthab, maka beliau berbuka dengan Tamr (kurma kering), maka jika tidak ada kurma kering beliau meneguk air.” (Hadits riwayat Ahmad dan Abu Dawud).


Rupanya, kalimat “berbukalah dengan yang manis” itu adalah kesimpulan/penafsiran yang bersifat simplifikasi dari kurma. Karena kurma pada umumnya berasa manis, lalu dimaknai keliru bahwa anjuran Rasul adalah berbuka dengan yang manis. Padahal, setelah seharian berpuasa lalu begitu berbuka tubuh diserbu dengan makanan dan minuman manis, itu justru sangat tidak baik. Banyak penjelasan mengenai hal ini bisa kita cari di internet, salah satunya yang paling populer adalah tulisan Herry Mardian. 

Ketikkan nama itu di Google search berikut tambahan kalimat kunci “jangan berbuka dengan yang manis”, maka akan anda temukan banyak sekali tulisannya di-copy paste ke berbagai blog dan situs. Sebelum cerita soal pengalaman saya sendiri, ada baiknya saya kutip/sadur sebagian dari tulisan Herry Mardian yang berisi penjelasan ilmiah kenapa berbuka dengan yang manis itu tidak baik, siapa tahu bermanfaat.



13729249731932911186
kurma kering



BERBUKA PUASA DENGAN YANG MANIS JUSTRU MERUSAK KESEHATAN TUBUH


Yang pertama harus kita pahami adalah soal “indeks glikemik” (glycemic index/GI), yaitu laju perubahan makanan diubah menjadi gula dalam tubuh. Makin tinggi glikemik indeks dalam makanan, makin cepat makanan itu diubah menjadi gula, sehingga tubuh makin cepat pula menghasilkan respons insulin. Para praktisi fitness atau penganut gaya hidup sehat sangat menghindari makanan yang memiliki indeks glikemik tinggi. Sebisa mungkin mereka mengkonsumsi makanan yang indeks glikemiknya rendah. Kenapa? Karena makin tinggi respons insulin tubuh, maka tubuh makin menimbun lemak.


Jika setelah perut kosong seharian, lalu langsung dipasok dengan gula (makanan yang sangat-sangat tinggi indeks glikemiknya), maka respon insulin dalam tubuh langsung melonjak. Dengan demikian, tubuh akan sangat cepat merespon untuk menimbun lemak. Ketika berpuasa, kadar gula darah kita menurun. Jadi, kalau seketika diberi asupan yang manis-manis, kadar gula darah akan langsung melonjak naik, sangat tidak sehat.


Bagaimana dengan kurma? Kurma adalah karbohidrat kompleks, bukan gula (karbohidrat sederhana). Karbohidrat kompleks untuk menjadi glikogen, perlu diproses sehingga perlu waktu. Karbohidrat kompleks seperti kurma asli, naiknya pelan-pelan. Kurma, dalam kondisi asli, justru tidak terlalu manis.

 Kurma segar kandungan nutrisinya sangat tinggi tapi kalorinya rendah, sehingga tidak menggemukkan Perlu diketahui, kurma yang banyak beredar di pasar-pasar tradisional maupun supermarket di Indonesia saat Ramadhan, kemungkinan besar adalah “manisan kurma”. Manisan kurma kandungan gulanya sudah jauh berlipat-lipat banyaknya, agar awet dalam perjalanan ekspornya. Sangat jarang kita menemukan kurma impor yang masih asli dan belum berupa manisan. Kalaupun ada, sangat mungkin harganya menjadi sangat mahal.


Selain kurma, nasi – makanan pokok sebagian besar orang Indonesia – juga karbohidrat kompleks. Akan tetapi glikemiks indek nasi cukup tinggi. Karena itu perlu diperbanyak porsi sayuran sebagai penyeimbang.


1372925006831413460
Manisan kurma?


RESPON INSULIN DALAM TUBUH


Respon insulin tubuh akan meningkat bila :


1. Makin tinggi jumlah karbohidrat yang dimakan dalam satu porsi, makin tinggi pula respon insulin tubuh. Umumnya, menu makan orang Indonesia sangat kaya karbo bahkan menu utamanya karbo, lauknya pun karbo pula. Sebaiknya perbanyak protein.


2. Semakin tinggi GI (Glycemic Index) dari karbohidrat yang dikonsumsi, semakin meningkat pula respon insulin tubuh.


3. Semakin jarang makan, semakin meningkat respon insulin setiap kali makan.


MENGATUR MAKANAN SAHUR DAN BERBUKA PUASA


Pada saat berpuasa, aktivitas kita di siang hari tidak berkurang, bahkan aktivitas di malam hari pun bertambah dengan adanya sholat tarawih berjamaah di luar rumah, mungkin ditambah tadarusan. Karena itu perlu asupan karbohidrat yang tidak cepat habis. Karbohidrat kompleks (complex carbohydrate) perlu waktu untuk diubah menjadi energi. Makanan diproses pelan-pelan dan tenaga diperoleh sedikit demi sedikit, sehingga kita tidak cepat lapar dan energi tersedia dalam waktu lama, cukup untuk aktivitas sehari penuh. Sebaliknya, karbohidrat sederhana (simple carbohydrate) menyediakan energi sangat cepat, tapi akan cepat pula habis, sehingga kita mudah lemas.


Karena itu, menghindari makanan yang manis-manis (banyak mengandung gula) bukan hanya berlaku saat berbuka puasa saja, tetapi juga saat makan sahur. Perbanyaklah makan karbohidrat kompleks dipadu dengan protein. Berikut pengelompokan jenis makanan berdasarkan type karbohidratnya dan kandungan indeks glikemiks-nya :


1. Karbohidrat sederhana, GI tinggi (energi sangat cepat habis, respon insulin tinggi, merangsang penimbunan lemak) yaitu : sukrosa (gula-gulaan), manisan, minuman ringan (soft drink), jagung manis, sirup, atau apapun makanan dan minuman yang mengandung banyak gula.


2. Karbohidrat sederhana, GI rendah (energi cepat, respon insulin rendah, tidak merangsang penimbunan lemak) yaitu : buah-buahan yang tidak terlalu manis seperti pisang, apel, pir, dll.

 3. Karbohidrat kompleks, GI tinggi (energi pelan-pelan, tapi respon insulinnya tinggi) yaitu: nasi putih, kentang, jagung.

4. Karbohidrat kompleks, GI rendah (energi dilepas pelan-pelan sehingga tahan lama, respon insulin juga rendah) yaitu : gandum, beras merah, umbi-umbian, sayuran.

Yang terbaik untuk makan sahur tentu komposisi yang mengandung banyak karbohidrat kompleks yang GI-nya rendah. Sehingga oleh tubuh akan diproses pelan-pelan, kita tidak cepat lapar, energi dihabiskan cukup untuk aktivitas satu hari penuh dan respon insulin rendah sehingga tubuh tidak cenderung menabung lemak. Kalaupun harus makan karbohidrat sederhana karena butuh energi cepat saat berbuka puasa, maka cari yang nilai GI-nya rendah. Semisal buah pisang dan apel.


13729251571502387167
Aneka jenis kurma kering dan manisan kurma di toko khusus kurma di Arab


PENGALAMAN UNIK SAYA SEPUTAR SAHUR DAN BUKA PUASA


Tahun 2011, saya berkesempatan menjalankan puasa Ramadhan di tanah suci. Selama di Madinah tak jadi soal karena hotel dan Masjid Nabawi hanya berjarak 100 meter dan jamaah sholat disana tak sebanyak di Masjidil Haram. Untuk bisa mendapatkan tempat sholat yang nyaman dan tak berebutan, kami harus sudah berada di dalam Masjidil Haram sejak sebelum Ashar. Karena itu saya terbiasa membawa bekal : 1 botol yoghurt, 1 botol jus buah, 1 buah pisang atau beberapa butir anggur untuk Ibu saya dan sebutir apel untuk saya. 

Saat tiba waktu berbuka, kami minum air zamzam dan makan beberapa butir kurma ajwa (kurma Rasulullah yang kering, warnanya kehitaman dan ukurannya kecil, rasanya tak terlalu manis). Setelah sholat maghrib, kami berdua berbagi yoghurt dan jus (sebotol dibagi dua), lalu makan buah sambil menunggu saat adzan Isya yang tenggang waktunya cukup lama dibanding jarak antara Maghrib dan Isya di tanah air. Setelah Isya, dilanjutkan taraweh 23 rakaat yang bacaan suratnya mencapai 1 juz dibaca dengan lantunan yang tidak terburu-buru. Rata-rata kami baru pulang dari Masjidil Haram jam 23.30 malam dan sampai di penginapan persis tengah malam. Percaya atau tidak, perut kami sama sekali tak merasa lapar meski aktivitas sholat cukup lama masih ditambah berjalan kaki sekitar 600 meter ke penginapan, berdesakan dengan jutaan jamaah di tengah suhu sekitar 47 – 500C meski malam hari. Untuk sahur kami makan nasi dan lauk pauk serta sayur secukupnya.


13729253822061618238

Kurma muda yang masih segar dan basah ini banyak dibagikan gratis setiap hari selama bulan Ramadhan di tanah suci


Pada Ramadhan 2007, saya punya pengalaman unik makan sahur dan buka puasa dengan pola seperti apa yang diuraikan di atas. Saat itu sebenarnya saya belum menemukan artikel tulisan Herry Mardian ini, hanya saja sejak 5 bulan sebelum Ramadhan, saya sudah membiasakan diri sarapan dengan bubur oatmeal dan makan malam dengan setangkup roti gandum saja. Akhirnya kebiasaan ini coba saya terapkan di bulan Ramadhan. Hanya saja, saat tak berpuasa saya makan nasi dan lauk pauk serta sayuran di siang hari. Di bulan puasa, menu makan siang saya geser ke buka puasa.


Setiap kali sahur saya hanya makan semangkuk bubur oatmeal –karbohidrat kompleks yang GI-nya rendah – dicampur madu dan susu rendah lemak, rendah kalori. Saya campur dulu 3 sendok makan butiran oatmeal, 2 sendok makan susu bubuk, 1 sendok madu di dalam mangkuk lalu dituangi air panas dan biarkan tercampur merata, sampai suhunya tak terlalu panas untuk dikonsumsi. Untuk proteinnya saya dapatkan dari sebutir telur rebus dan 2 batang sosis sapi (tidak digoreng). Selama satu bulan saya makan sahur dengan menu seperti ini. Saya sama sekali tak merasa lapar atau kurang bersemangat dalam beraktivitas.

Saat tiba waktu maghrib, saya minum segelas air lalu segera sholat maghrib. Kalau benar-benar terasa lapar, saya hanya ngemil 1-2 keping biskuit rendah kalori. Setelah sholat maghrib, barulah saya makan nasi plus lauk pauk dan sayuran dalam porsi secukupnya. Kemudian berangkat sholat taraweh. Pulang dari taraweh, saya usahakan tak mengkonsumsi cemilan apapun. Begitu seterusnya selama satu bulan penuh. Jujur, Ramadhan tahun itu justru saya rasakan paling sehat.


137292545014076906
Persiapan menu makan sahur saya : aotmeal


Ramadhan tahun ini saya ingin mengulang pola makan sahur dan buka puasa seperti 6 tahun yang lalu. Tapi kali ini saya tidak akan menambahkan susu, cukup oatmeal dicampur sesendok madu saja. Buka puasa pun insya Allah tak akan menyiapkan takjil yang banyak mengandung gula. Selamat mencoba, tinggalkan slogan “berbukalah dengan yang manis”! Abaikan iklan sirup, teh kemasan, air kelapa instant, minuman isotonik, yang merayu konsumen seolah setelah seharian berpuasa, maka tubuh perlu asupan ini itu yang kandungannya ada dalam produk yang mereka tawarkan.

Catatan Ira Oemar Freedom Writers Kompasianer

×
Berita Terbaru Update