Siapa yang tak kenal 3M atau Trio Mallarangeng.
Ketiganya sudah ngetop jauh sebelum Trio Macan. Tapi beda dengan Trio
Macan yang terdiri dari 3 dara yang menjual sensualitas dan goyangan
dalam irama musik dangdut dengan beat cepat, Trio Mallarangeng justru
terdiri dari 3 pria macho berkumis tebal dan berpendidikan tinggi made in Amerika. Nama 3M berkibar ketika mereka dipercaya menjadi konsultan politik sekaligus event organizer bagi kampanye Partai Demokrat pada Pileg 2009 dan pasangan SBY – Boediono pada Pilpres 2009.
Sebenarnya kiprah ketiganya di dunia politik lekat
dengan pandangan sinis dari masyarakat – tentu saja yang melek informasi
– yang menilai mereka sebagai tiga bersaudara yang pragmatis dan
ber”ideologi” uang, rela melakukan apa saja asalkan dekat dengan
penguasa, bisa masuk ke lingkaran dalam kekuasaan. Sedangkan yang hanya
melihat penampilan mereka di media televisi, mungkin menilai sebaliknya :
simpatik dan kagum dengan kepintaran mereka.
MALLARANGENG PERTAMA
Adalah Andi Alfian Mallarangeng –tertua diantara
tiga bersaudara – yang lebih dulu populer bersamaan dengan momentum
reformasi. Dosen di Universitas Hasanuddin Makasar ini dipercaya untuk
menjadi anggota Tim Tujuh yang dibentuk di jaman Presiden B.J. Habibie,
untuk menyusun paket Undang-Undang Politik dalam rangka mempersiapkan
transisi menuju Pemilu yang dipercepat pada 1999. Wajah gantengnya
dengan senyum manis dan kumis tebal, membuat Andi lebih cepat populer
ketimbang pengamat politik yang lain, karena sering diundang stasiun
televisi dalam berbagai acara dialog dan diskusi politik. Bahkan Andi
kemudian ditunjuk menjadi anggota KPU Pemilu pertama pasca reformasi,
mewakili Pemerintah.
Waktu itu struktur di KPU terdiri dari Ketua yang
dijabat oleh salah satu perwakilan parpol peserta Pemilu yang dipilih
diantara semua parpol yang ada, serta perwakilan Pemerintah menduduki
posisi Sekjen. Makin lengkaplah kepopuleran Andi Alfian Mallarangeng.
Usai Pemilu 1999, Andi masih tetap menjadi
akademisi sekaligus pengamat politik bahkan kemudian sempat mendirikan
partai politik bersama Ryaas Rasid. Hanya saja, menjelang Pilpres 2004,
Andi justru keluar dari parpol tersebut dan terang-terangan menunjukkan
keberpihakannya pada SBY – yang saat itu jadi pesaing kuat Megawati –
dalam berbagai analisisnya di media massa. Keberpihakan yang berbuah
manis, karena ketika SBY memenangkan Pilpres 2004, Andi kemudian
digandeng ke Cikeas untuk menjadi juru bicara Presiden. Sejak itu, Andi
makin tak ragu lagi memposisikan diri sebagai die hard SBY.
Ketika akan bertarung memperebutkan kursi Ketua
Umum Partai Demokrat dalam Kongres di Bandung tahun 2010, Andi
terang-terangan mengkampanyekan dirinya adalah “copy-paste”
SBY. Garis kebijakan SBY adalah garisnya pula, keinginan SBY adalah
keinginannya pula. Meski iklan kampanyenya di televisi berusaha menggaet
kader muda PD, tapi perilaku yang mengidentifikasikan diri dengan SBY
rupanya tak laku di kalangan kader Demokrat. Andi dianggap hanya
mengandalkan kedekatan dengan SBY, terlalu menjilat pada SBY. Akibatnya,
perolehan suaranya kalah telak dari Anas Urbaningrum bahkan masih di
bawah Marzuki Alie.
MALLARANGENG KEDUA
Rizal Mallarangeng – yang akrab dipanggil Chelli –
adiknya, baru mulai muncul sekembalinya dari sekolah di Amerika. Chelli
mencuat namanya sejak Megawati naik ke tampuk kekuasaan. Taufik
Kiemas-lah yang mengundang Rizal masuk ke lingkaran dalam istana, diajak
serta dalam kunjungan Megawati ke luar negeri dan membuatkan konsep
pidatonya. Bahkan kemudian pada 2004 ketika Megawati maju ke ajang
Pilpres berpasangan dengan Hasyim Muzadi, Rizal Mallarangeng pula-lah
yang menjadi konsultan pemenangannya, meski akhirnya kalah.
Bukan hanya dekat dengan Taufik Kiemas dan
Megawati, Chelli juga dekat dengan Abu Rizal Bakrie. Pada pengusaha kaya
itu ia mengajukan proposal untuk membentuk Freedom Institute dengan
menjual nama Achmad Bakrie – ayah Ical – untuk menjadi nama bagi
penghargaan Achmad Bakrie Award. Chelli berhasil meyakinkan Ical untuk
mendanai Freedom Institute dimana dirinya sendiri duduk sebagai
Direktur Eksekutif. Sesuai dengan namanya, lembaga ini menjual ide-ide
liberal untuk dipasarkan pada kalangan muda yang terpukau dengan idenya.
Rizall yang memang pintar tampil di media, kemudian mendapat kepercayaan dari Metro TV untuk menjadi host acara Save Our Nation.
Sebuah acara bincang-bincang yang topiknya untuk mencari solusi atas
permasalahan negeri ini. Dari sinilah bermula ia mencitrakan dirinya
sebagai sosok intelektual yang bijak dan berwibawa. Hanya bermodal
penampilannya di layar kaca yang nota bene ditonton oleh pemirsa dari
kelas sosial dan latar belakang pendidikan tinggi ini, Rizal kemudian
mengiklankan dirinya sebagai figur Capres alternatif. Bertebaranlah
iklan di media TV tentang perjalanan hidupnya, digambarkanlah sosoknya
sebagai anak sholeh yang taat pada petuah ibundanya (salah satu bunyi
narasi iklan itu : “Ibu saya mengatakan…”), egaliter dan merakyat serta
keluarganya yang harmonis. Spandul dan balihonya ditebar di mana-mana.
Logo RM09 selalu terpampang dalam setiap iklannya (mungkin maksudnya Rizal Mallarangeng for 2009).
Meski sudah melakukan serangan udara melalui iklan
televisi, Rizal akhirnya menyatakan dirinya “menyerah” dan tak lagi
berniat maju dalam kontestasi politik. Alasannya, popularitas dan
elektabilitas tidak bisa diperoleh secara mendadak. Beberapa pihak
memuji langkah Chelli waktu itu. Padahal, kemundurannya itu juga dipicu
oleh tiadanya parpol yang mau mengusungnya. Tadinya ia punya harapan
besar akan digandeng Golkar atau PDIP. Tapi bagaimana mungkin PDIP akan
menggandengnya, sedangkan pada 2004 setelah mengusung Mega – Hasyim dan
kalah, Chelli tak malu-malu merapat ke SBY.
Perilaku seperti ini bukan hanya menimpa Megawati.
Setahun sebelum Pilpres 2009, Ketua Umum PAN Soetrisno Bachir juga
beriklan di televisi. Yang diserahi untuk menggarap iklan SB sebagai
figur capres adalah Rizal Mallarangeng, tapi ternyata ia justru
mengiklankan dirinya juga. Tentu saja SB marah dan akhirnya tak
melanjutkan kerjasama itu. Siapa yang mau dikadalin terang-terangan?
Membayar orang untuk menggarap iklannya, tapi kemudian disaingi iklan
dari orang tersebut. Dalam dunia bisnis politik yang mengandalkan
kepercayaan, tentunya ini “cacat” yang tak bisa ditolerir.
Ketika mulai mengiklankan diri menjadi Capres
alternatif, Rizal juga menghimbau agar SBY tak lagi mencalonkan diri
agar bursa Capres diisi figur lain yang lebih muda. Tapi setelah
menyadari dirinya tak mungkin maju, Rizal justru kembali merapat ke SBY
dan bahkan bersama Fox Indonesia – perusahaan konsultan politik yang
dikomandani 3M – mereka justru menggarap kampanye PD dan SBY – Boediono.
Lagi-lagi, Rizal melakukan ini tanpa rikuh. Seolah semua semata
hitung-hitungan uang saja. Kalau menggunakan istilah yang populer
sekarang : “wani piro?!”
MALLARANGENG KETIGA
Kini giliran si adik, Zukarnain Mallarangeng yang lebih dikenal sebagai Choel. Dialah the man behind the gun
selama masa kampanye Partai Demokrat dan SBY – Boediono.
Gagasan-gagasannya mengemas model kampanye yang semuanya “rasa” Amerika
dan tentu saja costly. Dalam buku Pak Beye dan Politiknya yang
ditulis oleh wartawan Kompas yang juga Kompasianer, banyak dituliskan
peran Choel mengkomandani “tim hore”. Semua atribut dan logistik
kampanye dipasok secara nasional, seragam dan dalam jumlah yang lebih
dari cukup, untuk tak menyebut berlebihan. Tapi semua desain kampanye
yang serba “wah” itu tak sia-sia. Pencitraan SBY habis-habisan dan
jinggle iklan mie instant yang sudah akrab di telingan masyarakat yang
dibeli untuk diganti menjadi “SBY Presidenku”, membuahkan hasil
kemenangan PD di atas target dan SBY – Boediono menang telak cukup hanya
satu putaran saja!
Maka tak perlu heran kalo Choel Mallarangeng kerap
berada di inner circle kekuasaan, meski secara legal formal ia tak punya
jabatan politik. Publik pun jarang yang mengenalnya karena Choel sangat
jarang tampil di televisi.
Kini, satu Mallarangeng sudah tumbang. Setelah
sekian lama bertahan dari gempuran issu korupsi sejak dari kasus Wisma
Atlet, kini Andi Alfian tak bisa lagi lari dari jeratan KPK atas dugaan
memperkaya diri sendiri dalam kasus Hambalang. Ketika kasus ini baru
mulai ramai dibincangkan sampai amblesnya konstruksi proyek Hambalang,
Andi masih tetap bersikukuh bahwa dirinya hanya melanjutkan kebijakan
Menpora pendahulunya. Ini yang menyulut kemarahan Adhyaksa Dault. Tapi
kini, Andi tak bisa lagi berkelit dan menyalahkan pendahulunya. KPK
sudah menetapkannya sebagai tersangka dan mencekal AAM bepergian ke luar
negeri.
Tidak hanya AAM yang dicekal, AZM (Andi Zulkarnain
Mallarangeng alias Choel) pun dicekal. Meski belum dijadikan tersangka
seperti kakaknya, tapi bukan tak mungkin nasib Choel akan menyusul Andi.
Namanya beberapa kali disebut Mindo Rosalina dalam persidangan Muhammad
Nazaruddin. Bahkan Hotman Paris pernah menyindirnya terkait pembelian
mobil mewah seharga 6 milyar rupiah, yang momentnya bertepatan dengan
setelah Rosa menyerahkan uang.
Trio Mallarangeng, kini 2 diantaranya sudah
dicekal. Entah kenapa si tengah justru selamat, meski dalam hubungannya
dengan para “klien” yang ditanganinya banyak menunjukkan betapa
pragmatisnya dia demi uang dan kekuasaan. Tapi waktu masih akan terus
berjalan. Dengan masuknya 2 nama Mallarangeng dalam daftar cekal KPK,
bukan tak mungkin pamor si tengah pun menurun. Sangat disayangkan, 3
intelektual muda lulusan manca negara, 2 diantaranya terancam mengakhiri
karir politiknya di kursi terdakwa. Uang dan popularitas, ternyata
muaranya bisa kemana saja…
catatan Ira Oemar Freedom Writers Kompasianer