Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

KOMPOLNAS Angkat Bicara Dan Keterlibatan Banggar Serta Kronologis Lengkap Kasus "Cicak vs Buaya jilid II"

3 Agustus 2012 | 3.8.12 WIB Last Updated 2012-08-03T07:18:25Z

Anggota Kompolnas Baru (searah jarum jam) Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) yiatu Menko Polhukam Djoko Suyanto (Ketua), Menteri Dalam Negeri (Wakil Ketua) Gamawan Fauzi, Adrianus Eliasta Meliala (anggota), Brigjen Pol (Purn) Syafriadi Cut Ali (image http://www.republika.co.id)


Kasus simulator SIM Korlantas Polri bertiup bak badai topan yg menerjang hamparan pohon aru dan kelapa ditepian pantai pilipina awal tahun 2000an lalu setelah M NAZARUDIN mengakui dan siap memberi tau ikhwal kasus ini ke KPK bila diminta, Banggar DPR RI yg citranya sudah rusak dan bopeng seakan tambah cauak saja.karena disinyalir punya peran dalam kasus yg lagi menghangat saat ini.


hal ini sebagaimana dikatakan Martin Hutabarat Anggota Komisi III DPR dari Partai Gerindra "Kasus korupsi pembuatan simulator SIM untuk pengadaan motor dan mobil yang melibatkan Kasatlantas memang sangat memalukan. Dari besar biaya yang dikeluarkan Rp 196,87 miliar, ternyata yang dibayarkan ke PT ITI sebagai pembuat hanya Rp 83 miliar. Sangat berlebihan penggerogotan keuangan negara dalam kasus ini,"ujarnya.


Menurut Martin isu negatif yang berhembus menyangkut Banggar harus lekas diusut. Kalau perlu KPK bisa meminta keterangan mantan anggota Banggar DPR M Nazaruddin.
"KPK bisa mendalami dokumen-dokumen yang berhasil disita dari Korlantas untuk mengetahui kebenaran berita tersebut. KPK jangan pula ikut menyandera DPR dengan membiarkan isu keterlibatan anggota Banggar itu berkembang, tanpa usaha untuk menjelaskan dan menuntaskan pengusutannya,"demikian ujar politisi gerindra tersebut pada detik.com hari ini.


sementara KOMPOLNAS arif dan bijak dalam menyikapi kasus ini, sebagaimana kita tau bahwa komisi tersebut adalah lembaga yg sangat terhormat dan diisi oleh SDM yg sangat mumpuni dalam ilmu kepolisian ini menginginkan kasus ini ditangani sepenuhnya oleh KPK.sebagaimana kutipan detik.com  "Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) bersikap terkait Mabes Polri yang tetap terlihat ngotot ikut menangani kasus dugaan korupsi pengadaan driving simulation. Kompolnas minta Polri legowo menyerahkan seluruh perkara ini kepada KPK"dan "Kami harapkan KPK saja yang tangani masalah ini," ujar anggota Kompolnas, Adrianus Meliala, saat dihubungi, Jumat (3/7/2012).Menurut Adrianus, Polri harusnya merelakan KPK bisa masuk ke wilayah mereka. Sikap kooperatif yang harusnya ditampilkan Polri, diyakini Adrianus, akan berimbas positif terhadap lembaga itu."Nanti akan berikan citra yang positif terhadap Polri," tukuk Adrianus kepada detik.com hari ini.


Kompolnas yg selama ini jarang ikut campur keranah publik ikhwal polemik ditubuh Polri kali ini menunjukkan tingkat kedewasaannya dalam kasus yg dilabeli oleh media cicak vs buaya jilid 2 ini, dengan ujaran sebagaimana diatas. hal ini musti kita sambut baik mengingat Reformasi Birokrasi ditubuh Polri mustilah tak terlepas dari domain KOMPOLNAS ini.


berikut kronologis kasus yg menggemprkan ranah publik tersebut yg kalau diibaratkan gelombang stasion radio seakan menghimpit siaran Anas dengan Kasus Hambalangnya, dan kasus Hartati Murdaya dengan Bupati Buol dengan kasus suapnya yg juga sedang ditangani KPK. semoga saja ini bukan pengalihan isu sebagaimana yg konon dicemaskan berbagai kalangan , termsuk pengamat politik yg konsen jadi pemerhati pada mega skandal proyek multi Hambalang. mari kita simak hasil investigasi detik.com dibawah ini..


kronologi perkenalan Sukotjo, Andrie, dan Budi Susanto hingga muncul proyek pengadaan simulator 2011:


Maret 2009


Andrie Tedjapranata datang ke perusahaan Sukotjo, yang saat itu bernama PT MSL Teknologi dengan maksud dibuatkan driving simulator. Sukotjo membuat rincian penawaran dan waktu.


Mei 2009


Atas permintaan Andrie Tedjapranata, Sukotjo diminta membuat prototipe driving simulator (1 unit lengkap statis) seharga Rp 60 juta. Di tambah 1 unit kendali seharga Rp 30 juta. Selesai 1 unit kendali dikirimkan ke Surabaya oleh Andrie Tedjapranata untuk dilakukan sinkronisasi dengan software yang dibuat oleh PT Maxima Inovative Engineering.


Prototipe lengkap driving simulator (1 unit lengkap) dipaksa untuk selesai dalam waktu 2 minggu oleh Andrie dengan alasan akan digunakan untuk display di Ditlantas Mabes Polri. Prototipe driving simulator ini masih bersifat statis/tidak bergerak.


Setelah prototipe selesai dibuat, selanjutnya dikirim ke kantor PT Megacipta Nusantara di Bumi Serpong Damai (BSD). Andrie berjanji akan melakukan pembayaran setelah proyek driving simulator dimulai.


Oktober 2009


Andrie Tedjapranata sebagai pemenang tender perawatan driving simulator existing buatan Korea, meminta Sukotjo untuk melakukan perawatan driving simulator yang ada di seluruh Indonesia, dengan total biaya Rp 250 juta untuk 54 driving simulator.


Saat itu Andrie meminta Sukotjo membuat sistem penggerak driving simulator, karena pihak Direktorat Lalu Lintas Mabes Polri menginginkan driving simulator yang bergerak. Akhirnya Sukotjo menciptakan prototipe bergerak itu.


November 2009


Sukotjo selesai membuat prototipe sistem penggerak driving simulator berteknologi hidraulik. Satu hari kemudian, Sukotjo ditelepon Andrie untuk segera membawa prototipe itu ke BSD. Andrie meminta Sukotjo membawa prototipe hari itu juga.


Di ujung telepon, Andrie berpesan kepada Sukotjo, “Apabila bertemu dan ditanya oleh pemesannya, jawab saja dengan kata 'iya'. Di BSD itulah, Sukotjo pertama kalinya bertemu Budi Susanto. Hadir dalam pertemuan di BSD itu, AKBP Wandy Rustiawan, perwira dari Ditlantas Mabes Polri, yang ternyata adalah pemesan prototipe itu.


Seminggu setelah itu, Adrie meminta Sukotjo untuk merancang prototipe lengkap driving simulator menggunakan sistem penggerak hidraulik. Saat itu diminta menggunakan bentuk Isuzu Elf dengan 3 buah layar LCD TV 32 inch. Tiga hari sejak dimulai pembuatan prototipe, Andrie didesak AKBP Wandy Rustiawan untuk segera menyerahkan prototipe itu. Intinya Sukotjo dipaksa menyerahkan prototipe besok harinya.


Desember 2009


4 Desember 2009, karena software untuk protipe driving simulator yang seharusnya dibuat oleh PT Maxima tidak pernah bisa dibuat, maka Sukotjo menawarkan software buatan dirinya kepada Andrie, agar prototipe bisa berfungsi sebagaimana mestinya, dengan harga Rp 3 juta per unit.


7 Desember 2009, prototipe selesai, kemudian Sukotjo mengirimkannya ke Ditlantas Mabes Polri diterima oleh Budi Susanto dan Kompol Teddy Rusmawan di aula Djajusman dan dilakukan uji coba sistem dan dinyatakan sesuai dengan permintaan. Barang ini hingga sekarang masih digunakan di Cirebon.


12 Desember 2009, Sukotjo mendirikan PT Inovasi Teknologi Indonesia (ITI), yang telah disahkan Menkumham pada Januari 2010.


Setelah penyerahan driving simulator, Andrie menginginkan pembuatan driving simulator dilakukan pihaknya dan Sukotjo hanya menyediakan peralatan: kendali dan software instalasi di lokasi. Sukotjo sepakat. Kemudian Sukotjo juga memperkenalkan Andrie kepada semua suplier penyedia barang, termasuk pihak Isuzu.


Maret 2010


Terjadi masalah dalam penyediaan driving simulator oleh PT Megacipta Nusantara. Beberapa suplier menuntut Sukotjo agar melakukan pembayaran atas sisa komponen driving simulator yang diambil Andrie.


April 2010


Andrie dipanggil ke Ditlantas Polri dan melakukan pertemuan dengan para suplier. Lantas kemudian terjadi kesepakatan dengan Budi Susanto mengenai penyelesaian driving simulator yang didistribusikan Andrie dilakukan di rumah Budi Susanto di Komplek Royal Gading Mansion Kelapa Gading, Jakarta.


Sukotjo akhirnya melakukan perbaikan/perbakan driving simulator dan melakukan penginstalasian driving simulator yang telah dikirim Andrie di Polda Metro Jaya, Jabar, Jateng, dan Jatim


Mei 2010


Budi Susanto mengeluarkan uang Rp 512 juta untuk pembayaran aksesoris Hino Dutro melalui Sukotjo atas pembelian aksesoris driving simulator. Budi Susanto juga meminta Sukotjo mulai mempersiapkan driving simulator untuk tahun pengadaan 2010. Budi Susano berjanji menyiapkan pembiayaan secara bertahap. Proyek ini terdiri dari 50 unit versi Isuzu Elf, 7 unit versi Hino Ranger, dan 100 unit versi sepeda motor (model Honda Tiger).


Agustus 2010


Budi Susanto meminta Sukotjo melakukan produksi driving simulator mulai Oktober 2010-Desember 2010 dengan jumlah 1.000 unit riding simulator/R2 dan 1.000 unit driving simulator/R4. Saat itu, Sukotjo menjawab tidak sanggup karena jumlah proyek terlalu banyak. Tapi, Budi Susanto terus mendesak dan mengatakan, "orang lain susah payah mencari pekerjaan, kamu dikasih pekerjaan tapi tidak mau."


Budi Susanto meminta Sukotjo menambah jumlah karyawan dan memperluas fasilitas termasuk tempat dan peralatan, serta menyiapkan spare part-spare part yang sulit didapat. Biaya penambahan fasilitas akan dibantu Budi Susanto sebagai pinjaman dan diperhitungkan setelah pekerjaan selesai.


Sukotjo akhirnya menambah jumlah karyawan ITI dari 60 orang menjadi 230 orang. Dia juga membeli lokasi untuk kantor IT di Jalan Gempol Sari nomor 89 dengan sepengetahuan Budi Susanto. Budi Susanto juga mulai memesan beberapa komponen yang sulit di pasaran seperti Printer Xerox 3124 dan LCD projector.


September 2010


Sukotjo melakukan distribusi driving simulator ke Banten, Metro Jaya dan Jawa Barat. Budi Susanto meminta Sukotjo menyediakan penambahan driving simulator versi Elf sebanyak 13 unit dalam waktu 20 hari untuk wilayah Jawa Tengah.


Oktober 2010


Budi Susanto mengaku kesulitan keuangan, sehingga pelunasan pembelian kantor baru tertunda. Begitu juga pelunasan pembayaran printer Xerox 3124. Tapi pada akhir Oktober, Budi Susanto menyiapkan dana untuk pembayaran tersebut.


Pada bulan ini Budi Susanto juga meminta Sukotjo membantu bagian Renmin menyiapkan alokasi dana untuk pengadaan riding simulator dan driving simulator tahun anggaran 2011. Proyek terdiri dari: 700 unit riding simulator dan 556 unit driving simulator.


November 2010


Sukotjo mengalami kesulitan pembayaran pegawai karena Budi Susanto kesulitan keuangan. Budi Susanto tidak bisa menyetorkan dana operasional. Akhirnya Sukotjo menggadaikan beberapa kendaraan operasional perusahaannya.


Budi Susanto melakukan proses pinjaman kredit dana ke BNI sebesar Rp 100 miliar. Data performans yang digunakan Budi Susanto untuk mendapatkan kredit BNI adalah perusahaan ITI. BNI kemudian beberapa kali melakukan peninjauan ke PT ITI. Budi Susanto selalu mempromosikan ITI sebagai fasilitas milik PT CMMA.


Desember 2010


Sukotjo mengajukan permohonan bantuan dana untuk pembayaran gaji pegawai kepada Budi Susanto. Sekitar tanggal 27 atau 28 Desember 2010 ditandatangani perjanjian akad kredit antara BNI dengan Budi Susanto


Januari 2011


Pinjaman BNI cair dan dikirim ke rekening PT ITI sebesar Rp 35 miliar. Sehari kemudian Sukotjo diminta Budi Santoso mendistribusikan Rp 25 miliar ke pihak-pihak yang ditunjuk Budi Susanto. Sukotjo juga mencairkan dana Rp 4 miliar dan diberikan ke Budi Susanto.


Dana pinjaman BNI tahap kedua dikirim ke PT ITI sebesar Rp 9 miliar. Atas permintaan Budi Susanto dikeluarkan Rp 7 miliar kepada pihak yang ditunjuk olehnya.


Februari 2011


Sukotjo diminta Budi Susanto menyiapkan persyaratan dokumen-dokumen tender di Korlantas Mabes Polri. Karena PT CMMA sebagai peserta tender tidak mempunyai kemampuan melakukan penyusunan dokumen dalam mengikuti tender.


Maret 2011


PT CMMA memenangkan tender pengadaan driving simulator dan riding simulator. Sukotjo menandatangani surat perjanjian jual beli (SPJB) dan surat perintah mulai kerja (SPMK). Budi Susanto meminta Korlantas Polri mencairkan dana SPJB pengadaan riding simulator R2 seluruhnya. Kemudian dilakukan rapat-rapat.


Dalam rapat 2 Maret 2011 sekitar pukul 14.00 WIB di Korlantas Polri, Sukotjo hadir. Sukotjo sebelumnya diberitahu dan ditelepon oleh AKP Ni Nyoman Suartini untuk menghadiri rapat itu. Sebelum rapat, Sukotjo bertemu Budi Susanto di salah satu ruangan di bagian Renmin Korlantas. Saat itu, Budi Susanto bersama AKBP Teddy Rusmawan (kepala panitia pengadaan proyek) menyampaikan bahwa Sukotjo harus menyampaikan di dalam rapat bahwa kapasitas produksi 10-15 unit per hari.


Sejumlah polisi hadir dalam rapat ini, yaitu Kombes Pol Budi Setiyadi, AKBP Teddy Rusmawan (ketua panitia lelang), AKBP Wandy Rustiawan (wakil ketua panitia lelang), Kompol Legimo (kepala Bensat), AKBP Heru, dan AKP Ni Nyoman Suartini.


Dalam rapat dibicarakan masalah pencairan dana proyek pengadaan riding simulator sebesar Rp 54,453 miliar atas perintah Kakorlantas Irjen Pol Djoko Susilo. Saat itu, Sukotjo ditanya mengenai kemampuan produksi dan menjawab, "kemampuan produksi 4-6 unit per hari." Jawaban jujur Sukotjo ini membuat Budi Susanto marah karena Sukotjo dianggap tidak menaati perintahnya.


Setelah pencairan dana, Sukotjo kemudian mulai memproduksi riding simulator. Budi Susanto meminta Sukotjo menunjukkan kinerja yang tinggi kepada tim komisi. Waktu yang diberikan Budi Susanto kepada Sukotjo untuk menyelesaikan pekerjaan 700 unit riding simulator dalam waktu 6 minggu. Sukotjo mengaku tidak mampu, tapi akhirnya produksi tetap berjalan.


Pada bulan ini, Budi Susanto juga meminta Sukotjo untuk menyiapkan driving simulator/R4 untuk dipresentasikan kepada Irwasum Polri.


Kronologi ini dibuat oleh Sukotjo. Hingga saat ini detikcom belum mendapatkan konfirmasi dari pihak Budi Susanto. Budi Susanto masih sulit ditemui. Saat detikcom mendatangi rumahnya di kawasan Kelapa Gading, Budi Susanto sedang tidak ada di rumah. Detikcom juga telah menghubungi Samsu Djalal, kuasa hukum Budi Susanto, tapi masih belum berbalas.


catatan Oyong Liza Piliang Dan Rangkuman berita/investigasi dari Detik.com

×
Berita Terbaru Update