Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Pilgub DKI bagai pinggul gadis Seksi

4 Juli 2012 | 4.7.12 WIB Last Updated 2012-07-03T18:12:13Z


(sumber gambar : www.okezone.com)

“Lenggang lenggok Jakarta, bagai pinggul gadis remaja. Setiap pandangan slalu menatap, mendambakan untuk menjamah… Lenggang lenggok Jakarta suka membuat orang lupa. Terpikat oleh manisnya cerita, mudah jadi jutawan di sana…”

Itulah penggalan lagu yang pernah dinyanyikan almarhumah Andi Meriem Mattalatta, yang ngetop di paruh kedua dekade ’80-an. Lagu itu awalnya dimaksudkan untuk menggambarkan pesona Jakarta yang memikat kaum urban yang menyerbu masuk Jakarta setiap tahun, utamanya pasca lebaran. Tapi kini, seperempat abad setelah lagu itu dirilis, tampaknya lagu itu tetap relevan. Bukan saja untuk kaum urban yang bermimpi mudah mengais rejeki di Jakarta, tapi juga tepat untuk menggambarkan kondisi hiruk pikuk politik di DKI saat ini.

Pemilukada sesungguhnya event politik yang jamak terjadi di daerah mana saja. Tapi khusus Pilgub DKI menjadi fenomena yang luar biasa. Mungkin Pilgub DKI tahun ini yang paling “rame” sepanjang sejarah. 6 pasangan ikut meramaikan ajang kompetisi politik. 4-parpol besar yang punya jumlah kursi signifikan di DPRD DKI – Demokrat, PDIP, Golkar dan PKS – tak mau kalah untuk mengajukan calonnya sendiri, meski pasangan calon itu baru kelar menjelang batas waktu penutupan pendaftaran yang ditetapkan KPUD DKI.

13322237241242880970
(sumber foto : www.beritajakarta.com)

PERMASALAHAN DKI : TRANSPORTASI, BANJIR DAN KEAMANAN

Ada 3 masalah klasik yang selalu dikeluhkan warga Jakarta dari tahun ke tahun dan dari Gubernur ke Gubernur. Yang setiap hari menghantui warga DKI dan daerah sekitarnya jelas soal kemacetan. Kemacetan ini hanya ekses dari ketiadaan transportasi umum yang aman, nyaman dan terjangkau, mendorong pertumbuhan ranmor roda 2 dan 4 milik pribadi jadi tak terkendali. 

 Busway yang dianggap solusi di masa Sutiyoso, ternyata sama sekali bukan jalan keluar. Tampaknya Jakarta harus mulai melirik alternatif subway (kereta bawah tanah) atau mono rail, seperti umumnya kota-kota besar dunia. Selama masih mengandalkan jalan darat, tentu tak bakal tersolusi. Sebab lahan di Jakarta makin sempit dengan tersitanya ruas jalan eksklusif bagi busway.

Selain problem transportasi, warga Jakarta juga selalu harus berhadapan dengan momok banjir setiap musim hujan. Ini juga terkait dengan problematika pembuangan dan pengelolaan sampah di DKI yang volumenya ribuan meter kubik per hari. Sulitnya menghilangkan rumah-rumah di bantaran kali, juga terkait dengan problem kemiskinan kaum urban.

 Juga makin minimnya daerah resapan air dan ruang terbuka hijau, tak luput dari kuasa para cukong yang mampu mengubah tata ruang menjadi tata uang (mengutip istilah Faisal Basri). Mall, pusat hiburan, apartemen mewah, gedung perkantoran, terus tumbuh di Jakarta dan mengubah Jakarta jadi hutan beton. Bahkan kabarnya Oom TeWe sudah siap membangun gedung pencakar langit tertinggi di dunia yang bakal mengalahkan yang di Dubai. Wow! Benar-benar tata uang!

1332223822719095100
Fokre - Nara (sumber : tempo.co)

Jadi, setiap masalah di DKI tidaklah tunggal, tapi saling kait-mengkait satu sama lain. Pun juga masalah keamanan. Bukan sekedar membuat warga Jakarta aman dari tindakan kriminal para copet, tapi lebih pada tindakan premanisme yang sudah merajai seluruh wilayah Jakarta. 

Kepentingan para politisi untuk melanggengkan kekuasaannya, para pengusaha untuk membuat roda bisnisnya lancar, serta para penjaja jasa keamanan, semuanya saling bersimbiosis mutualisme. Membuat jaringan premanisme di seluruh wilayah Jakarta sulit di berantas. Baik kelompok preman berdasi, bersurban maupun bertattoo semuanya sama-sama eksis karena ada yang “memelihara”. 

Yang beraksi dengan senjata api maupun yang pakai pentungan atau sekedar bogem mentah, semuanya membuat warga Jakarta hidup dalam lingkungan yang tidak aman.
Tahun 2007 Fauzi Bowo yang sudah jadi Wagub DKI di masa pemerintahan Sutiyoso, mengklaim dia ahli masalah Jakarta. Dengan slogan : “serahkan pada ahlinya”, Foke memenangkan Pilgub DKI 2007. Ketika banjir besar membuat seantero Jakarta macet semalaman di penghujung Oktober 2010, beredar foto Foke di BBM dengan kalimat-kalimat ledekan. Saya yakin kali ini Foke tak bakal berani lagi menggunakan klaim “ahli” dalam slogan kampanyenya.

13322240081454349403
Faisal - Biem (sumber : antaranews.com)

PERANG ANTAR PARPOL VS PARPOL VS INDEPENDEN

Para “jawara” politik dari luar Jakarta menyerbu masuk dalam ajang Pilgub DKI. Mereka yang dinilai sudah sukses memimpin daerahnya, kini ingin menjajal kemampuannya di belantara Jakarta. Jokowi – Walikota Solo yang fenomenal karena pribadinya yang dikenal sangat merakyat dan terakhir karena kontroversinya dengan mobnas bikinan siswa SMK – kini pun siap-siap hijrah ke Jakarta karena “ditugaskan” partainya, PDIP. 

Pun juga Alex Noerdin – Gubernur Sumatera Selatan yang namanya ikut disebut menerima fee dari proyek Wisma Atlet – tetap pede merangsek ke Jakarta.
Memang popularitas dan keberhasilan seorang kepala daerah di luar Jakarta tidak otomatis jadi jaminan mereka pasti sukses memimpin Jakarta. Sebab permasalahan kompleks dan akut yang dihadapi Jakarta sangat berbeda dengan daerah lain. Kemacetan para berkilo-kilo meter, gunungan sampah dan premanisme mungkin tak pernah di temui di daerah yang dulu mereka pimpin. Tapi bagaimana pun mereka memang perlu diberi kesempatan mencoba.

13322241122009182470
Hendardji - Ahmad Riza (sumber : oekzone.com)

Berbeda dengan calon dari parpol yang tampak alot penggodokannya dan benar-benar memanfaatkan sisa waktu yang ada, sebaliknya, calon independen terlihat paling siap sejak awal. Hari pertama pendaftaran dibuka, pasangan Faisal Basri dan Biem Benyamin sudah langsung mendaftar. Disusul beberapa hari berikutnya pasangan Hendardji Supandji dan Ahmad Riza P. Meski KPUD menyatakan hasil verifikasi sementara menunjukkan jumlah dukungan KTP warga yang diajukan kedua pasangan calon itu masih belum memenuhi syarat, tapi keduanya diberi kesempatan menambah kekurangannya sampai 9 April 2012 dan akan diumumkan 10 Mei 2012.

Setidaknya, kesigapan kedua pasangan independen ini menunjukkan bahwa tekad maju memimpin Jakarta memang tidak main-main. Ibarat akan mengikuti ujian, keduanya sudah datang ke lokasi ujian sejak awal, sementara peserta yang lain masih sibuk berkutat menemukan pasangan kaos kakinya, menyerut pensil yang bakal dipakai untuk menulis dan mencari karet penghapus. 

Pasangan dari PKS yang datang menjelang tengah malam, menurut Ketua Pokja Pencalonan KPUD DKI, Jamaluddin F Hasyim, pasangan ini masih banyak kekurangan terkait berkas-berkas yang harus diserahkan sesuai syarat. “Masih banyak yang belum diserahkan. Tadi saja bendelnya tipis sekali,” jelas Jamal seperti dikutip Kompas.com.

1332224241483674714
Hidayat Nur Wahid - Didik J. Rachbini (sumber : okezone.com)

Ini sebenarnya bisa dimaklumi, mengingat nama pasangan itu muncul tiba-tiba di hari terakhir, setelah berharihari sebelumnya PKS mengusung ketua DPW PKS DKI, Triwisaksana alias Bang Sani. PKS terpaksa menganulir Bang Sani karena ia dianggap tak cukup mampu menyaingi popularitas para pesaingnya. Hidayat Nur Wahid dianggap lebih bisa mendulang suara.

Begitu pula Nono Sampono yang kemudian justru berpasangan dengan Alex Noerdin maju dari Golkar, padahal 2 hari sebelumnya dinyatakan lolos fit n proper test oleh PDIP. Akhirnya PDIP kembali ke Jokowi setelah Gerindra ikut mendesak pencalonan Walikota Solo ini. Nama Ahok alias Basuki Tjahja Purnama pendamping Jokowi baru muncul 2 hari sebelum penutupan pendaftaran.

Demokrat sebagai pemilik kursi terbanyak di DPRD DKI juga sama tak siapnya. Nama Nachrowi Ramli yang sejak awal dideklarasikan didukung oleh DPP PD, sedangkan Foke yang juga anggota Dewan Pembina PD jelas didukung Ketua Dewan Pembina. Tampaknya Demokrat tak punya pilihan lain selain menggabungkan keduanya daripada harus konflik di internalnya. Lucunya lagi, Partai Damai Sejahtera (PDS) yang semula sudah ikut mendeklarasikan Alex – Nono, kemarin juga ikut mendukung pasangan Foke – Nara.

1332224498945931392
Jokowi - Ahok (okezone.com)

Fenomena ini menunjukkan pola-pola politik transaksional di partai politik masih sangat kuat mewarnai keputusan parpol untuk memilih calon yang bakal diajukan. Yang jadi pertimbangan bukan sekedar masalah popularitas semata, tapi juga kemampuan pendanaan. Apalagi dengan jumlah kontestan lebih dari 4 orang, sangat besar kemungkinan Pilkada akan berjalan 2 putaran. Dari pengalaman Pilkada yang diikuti 5 pasangan calon, umumnya terjadi 2 putaran karena tak ada calon yang bisa meraup suara lebih dari 1/3 suara sah. Apalagi Pilkada DKI kali ini diikuti 6 pasangan calon. Tentu logistik yang harus disiapkan harus cukup untuk 2x putaran.

Akhirnya, soal visi dan misi serta strategi membangun Jakarta jadi sedikit terpinggirkan. Kalah dengan pertimbangan “gizi”. Calon-calon dari parpol belum terlihat secara jelas dan gamblang memaparkan visi-misi dan strateginya. Maklumlah, nama mereka baru jelas digedok ketika semua pembicaraan transaksional antar parpol dan elemen pendukungnya sudah clear dan sepakat.

Faisal Basri pernah memaparkan di acara dialog dengan TV swasta : “saya ingin menghadirkan keadilan”. Keadilan yang digambarkan Faisal : di beberapa kampung di Jakarta yang didatanginya, warga harus iuran swadaya untuk membangun dan memperbaiki akses jalan menuju tempat tinggal mereka, karena Pemerintah DKI tak kunjung turun tangan. Sedang jalanan di kawasan elit Jakarta, gak boncel pun diaspal ulang tiap tahun. 

Dalam hal pajak : pemilik warteg yang menjamur di Jakarta harus membayar pajak 2% dari omzet, jelas ini mengurangi keuntungannya. Sedangkan pengusaha kakap di Jakarta hanya membayar pajak 25% dari profit, dimana profit ini ditentukan dari hasil pembukuan keuangan. Padahal, bukan rahasia lagi pengusaha besar terkadang memanipulasi laporan keuangan perusahaannya agar tampak tidak untung, sehingga pajak-nya pun nol. “Menghadirkan keadilan” seperti ini sebenarnya menarik, sederhana tapi masuk akal.

13322245661058623434
Alex - Nono (sumber : tribunnews.com)

Tapi Pilkada masih akan berlangsung Juli nanti. Warga Jakarta lah yang menentukan siapa yang mereka pilih. Sekali lagi, lagu Andi Meriem memang cocok untuk dinyanyikan : “Ribuan mimpi-mimpi ada, menggoda mereka. Jangankan cari sorga dunia, neraka dunia pun ada.” Jadi pantas saja kalau parpol berebut mengajukan calonnya sendiri, sebab tata ruang di Jakarta bisa diubah menjadi tata uang. “Lenggang lenggok Jakarta, suka membuat orang lupa. Tak kurang banyak juga yang kecewa, cuma buang-buang waktu saja”. Tentu saja ini hanya cocok untuk kontestan yang kalah. Selamat memilih warga Jakarta, semoga anda tak salah pilih!

catatan ira oemar freedom writers kompasianer
×
Berita Terbaru Update